Jumat, 19 April 2013

Metode Penanganan II (Psikoanalisa,Humanistic,Gestalt)


Metode penanganan Psikodinamika
Perspektif Psikodinamika (psychodynamic perspective)  adalah orientasii terotis yang menekankan determinan perilaku yang tidak disadari. Sigmund Freud ( 1856-1939 mengatakan bahwa gangguan psikologis terfokus pada motif-motif yang tidak disadari dan konflik. Idenya mengenai penyebab dan treatmen gangguan psikologis membentuk dasar bagi perspektif psikodinamika tersebut. Freud memformulasikan teori bahwa gangguan pada pikiran memunculakan perilaku yang aneh dan eksotif serta menggejala. Perilaku dan gejala- gejala ini dapat diteliti serta dijelaskan secara ilmiah. Istilah psikoanalisis diidentifkasikan dengan teori orisinal dan pendekatan terapi yang dikemukakan freud. Istilah psikodinamika merujuk lebih luas terhadap perspektif yang menfokuskan kepada proses-proses yang tidak disadari serta memiliki cakupan yang lebih luas dalam membahas kepribadian dan treatmen[1].
Struktur kepribadian Freud
Menurut freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tidak sadar (unconscious). Peta kesadaran ini dipakai untuk mendiskripsikan unsure cermati dalam setiap event mental seperti berfikir dan berfantasi. Tahun 1923 Freud mengenalkan tentang id,ego dan superego[2]. Struktur ini diumpamakan sebagai gunung es. ( Dirgagunarsa,1996: 63, Sobur,2009)
              
Id adalah bagia kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologi manusia, pusat insting ( Rakhmat, 1994: 19, Sobur, 2009). Id selalu berprinsip memenuhi kesenangan sendiri (pleasure principle), termasuk didalamnya naluri seks dan agresifitas ( Sarwono,1997:58,Sobur,2009). Freud (1991) mengguanakan frase proses berfikir primer (primery process thinking) untuk menggambarkan secara bebas asosiasi, keanehan dan representasi kognitif yang menyimapang tentang dunia yang dimiliki Id [3].
Ego berfungsi menjembatani tuntutan Id dengan realitas didunia luar. Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dan tuntutan rasioanal dam realistic. Bergerak berdasarkan prinsip realitas (reality principle). Ego memberi kekuatan mental kepada individu untuk membuat penilaian, memory, persepsi dan pengambilan keputusan . berlawana dengan proses perfikir primer tidak logis yang dimiliki oleh Id,  fungsi ego dicirikan dengan proses berfikir sekunder (secondary process thinking)[4].
Superego berisi kata hati atau  conscience. Superego menghendaki agar dorongan-dorongan tertentu saja dari id yang direalisasikan, sedangkan dorongan-dorongan yang tidak sesuai dengan nilai nilai moral tidak dipenuhi (Sobur,2009). Superego pada hakikatnya merupakan elemen yang mewakili nilai orag tua atau interpretasi orang tua mengenai standart social, yang diajarkan kepada anak melalui berbagai larangan dan perintah. Superego bersifat nonrasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum dengan kesar kesalahan ego, baik yang telah dilakukan maupun baru dalam fikiran[5].
Mekanisme Pertahanan Diri
Mekanisme pertahanan adalah strategi yang dipakai individu untuk bertahan melawan ekspresi implus Id serta menentang tekanan superego. Menurut Freud ego mereaksi bahaya munculnya implus  Id menggunaka dua cara:
1.      Membentengi imlpus sehingga tidak dapat muncul menjadi tingkah laku sadar.
2.      Membelokkan implus itu sehingga intensitas aslinya dapat dilemahkan adau diubah.
Freud mendiskripsikan delapan mekanisme pertahanan, yaitu Identification, Displacement, Repression, Fictation ,Regression, Reaction , Formation , Projection[6]. Menurut Freud setiap orang menggunakan mekanisne pertahanan diri secara berkelanjutan untuk menyeleksi pengalaman-penagalaman yang berpotensi menimbulkan gangguan[7].
Perkembangan Psikoseksual
Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan, yakni:
1.      Tahap infantile (0-5 tahun)
2.      Tahap Laten ( 5-12 tahun)
3.      Tahap Genital (<12 tahun).
Tahap Infantil yang paling menetukan dalam membentuk kepribadian, dibagi menjadi tiga fase. Yaitu: fase oral, fase anal, dan fase falis ( alwisol,2009: 29). Setiap tahap berfokus pada zona erogenous yang berbeda. Kegagalan melewati tahap-tahap ini secara normal akan menimbulkan gangguan psikoseksual dan gangguan karakter[8].
Pandangan Psikodinamika Post Freudian
Para teoretikus post-freudian yang berangkat dari teori Freud menentang pendapat freud yang terlalu menekankan insting seksual dan agresif sebagai akar kepribadian. Mereka lebih focus pada kebutuhan interpersonal dan social serta peranan factor-faktor sosiokultural. Post-Freudian memperluas cakupan teori psikodinamika dengan memasukkan hubungan antara individu dengan lingkungan social. Mereka membentuk tahapan bagi para teoretikus untuk mengekplorasi peranan proses kognitif, hubungan interpersonal, serta konteks social bagi perkembangan kepribadian dan gangguan psikologis.
Treatmen
Tujuan Utama dari treatmen psikoanalisis yang dikembangkan oleh freud (freud,1913-1914,1963) adalah untuk mebawa hal-hal yang ditekan dan tidak disadari ke alam sadar. Hal tersebut sebagian besar dicapai melalui dua metode terapi.
1)                  Asosiasi bebas (free association),  klien mengungkapkan apapun yang ada pada pikirannya. Asosiasi bebas merupakan proses pengungkapan tanpa sensor dari pikiran-pikiran segera setalah pikiran masuk kebenak kita. Asosiasi bebas dipercaya secara bertahap akan mengahancurkan pertahanan yang menghambat kesadaran tentang proses bawah sadar. Klien diminta untuk tidak menyengsor atau menyaring pikiran, tetapi membiarkan pikiran mereka mengembara secara bebas dari satu pikiran ke pikiran lain. Psikoanalisa tidak menyakini bahwa proses asosiasi bebas benar-benar bebas. Impuls-impuls yang direprsi  mendesak untuk diekspresikan/ dilepaskan, menghasilkan suatu kompulsi untuk mengungkapkan ( compulsion to utter)[9] .
2)                  Analisis mimpi (dream analysis), klien menceritakan kejadian-kejadian yang dilihatnya dalam mimpi kepada klinisi untuk kemudian menghubungkan kejadian-kejadian ini secara bebas. Mimpi merupakan “jalan utama menuju ketidaksadaran”. Selama tidur, pertahanan ego melamah dan impuls yang tidak dapat diterima menemukan ekspresinya dalam mimpi. Kerena pertahanan tidak seluruhnya dihapuskan, impuls mengambil bentuk yang disamarka atau diasosiasikan. Dalam teori analitik, mimpi memiliki dua tingkatan muatan[10]:
Ø  Muatan manifest (manifest content) : materi mimpi yang dialami dan dilaporkan.
Ø  Muatan Laten (latent content):  materi bawah sadar yang disimbolisasi atau diwakili dalam mimpi.
Menurut Freud proses psikoanalisis distimulasi oleh transference, kondisi klien diasumsikan melepaskan hubungan yang penuh konflik  dengan orangtuanya melalui cara mentranfer perasaan mengenai orangtuanya  kepada klinisi. Ketika perasaan konflik mengenai orang tua terpacu melalui transference, klinisi dapat membantu klien untuk proses Working trought. Pada proses ini, klien dibantu untuk mencapai suatu resoles yang lebih sehat bagi masalahnya disbandingkan dengan apa yang telah terjadi pada masa kanak-kanak. 
Ketika pelaksaan terapi, sering terjadi   (resistance) klien atau menarik diri. Melakukan terapi, melawa hasrat bawah sadarnya, melupakan hal-hal yang penting bukanlah hal yang mudah bagi klien. Dalam hal ini tugas seorang klinis adalah membantu klien untuk mengatasi hal tersebut. Interpretasi adalah sebuah teknik yang mungkin dapat digunakan untuk membantu klien[11].
3)                  Terapi Perilaku , Terapi perilaku ( behavior therapy)  merupakan aplikasi sistematis dari prinsip-prinsip belajar untuk menangani gangguan psikologis. Kerena fokusnya pada perubahan perilaku,bukan perubahan  kepribadian atau menggali masa lalu secara mendalam, tetapi perilaku relative, berlangsung umumnya dari beberapa minggu samapai beberapa bulan. Metode adalah[12]:
Ø Disensitisasi sistematis (systematic desensitization). Melibatkan suatu  program terapeutik yang memperlihatkan stimuli yang secara bertahap semakin menakutkan sementara individu tetap merasa santai.
Ø Pemaparan Betahap ( gradual exposure) juga disebut pemaparan in vivo, artinya hidup. Orang yang memiliki masalah fobia secara sengaja dipaparkan pada stimuli yang menimbulkan ketakutan.
Ø Modeling . individu mempelajari perilaku yang diharapkan dengan mengamati orang lain yang melakukannya ( Braswell& Kendall,2001). Teknik perilaku juga mengguanakan teknik-teknik yang didasarkan psds operan conditioning atau pengahdiahan (reward) dan hukuma secara sistematis untuk membentuk perilaku yang diharapkan
2.2 Metode penanganan Humanistik
Perspektif Humanistik (humanistic perspective) adalah keyakinan bahwa motivasi manusia didasarkan pada suatu tendensi bawaan untuk pencarian pemenuhan diri dan arti dalam hidup. Menurut teori humanistic seseorang termotivasi oleh kebutuhan untuk memahami diri mereka dan dunia serta untuk mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dengan cara memenuhi potensi unik mereka[13].

Teori yang berpusat pada pribadi
Pendekatan fenomenologi dari Rogers konsisten menekankan pandangan bahwa tingkah laku hanya dapat difahami dari bagaimana dia memandang realita secara subyektif ( subjective experience of reality) (Alwisol, 2009: 265). Teori ini berfokus pada keunikan individu. Pentingnya mengijinkan setiap individu untuk mencapai pemenuhan maksimum bagi potensinya. Ketika mengaplikasikan teori ini dalam konteks terapi, Rogers (1951) mengunakan istilah Client-Centered untuk merefleksikan kepercayaannya bahwa setiap orang pada dasarnya baik dan bahwa potens pengembangan diri terletak didalam diri individu tersebut dan bukan pada terapis ataupun metode terapi  Selain Client-Centered, Rogers juga mengembangkan metode terapi tak mengarahkan ( non directive).
Inti dari teori Rogers ini adalah gambaran diri seseorang yang dapat menyesuaikan diri dengan baika harus sesuai atau kongruen dengan pengalaman orang tersebut. Rogers mencirikan seseorang yang sepenuhnya berfungsi sebagai seseorang yang berada pada suatu proses evolusi dan pergerakan kontinu, buka pada suatu kondisi yang statis dan terhenti[14].
Teori aktualisasi diri
Abraham Maslow.Teori Herarki Kebutuhan
Maslow berpendapat bahwa kebutuhan manusia sebagai pendorong (motivator) membentuk suatu hierarki atau jenjang peringkat. Pada awalnya Maslow mengajukan hierarki lima tingkat yang terdiri atas kebutuhan fisiologi, rasa aman,cinta,penghargaan dan mewujudkan jati diri( aktualisasi diri) (sobur,2009:274).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjljgNDM615IzrCELwOVkFHkHmnnX-AluhXqdL0Rhe4ggrDVOFHrg_4OZ3e0J6mIWJbLG7qWmtkgDofmMoxCevGEWVvmEDM7nGAZYjqiNDT8E_LVO28kpBgYQrA9W-uJg7ufrUveUJ2DbeM/s320/MaslowsNeeds.jpg
Maslow menekankan pada aktualisasi diri (self Actualization), pencapaian maksimum dari potens perkembangan pskologis seseorang  Rogers dan Maslow (1971) mendefisinikan gangguan psikologis dalam istilah tingkat deviasi dari keadaan ideal dan memiliki pandangan yang mirip mengenai kondisi yang menghalangi aktualisasi diri[15].
Treatmen
Terapi terusat Individu (Client-Centered)
Menurut pendekatan Client-Centered yang dikemukan oleh Rogers, terapi harus berfokus pada kebutuhan klien, bukan pada sudut pandang klinisi. Tugas seorang klinisi adalah untuk membantu klien menemukan kebaikan dasar mereka untuk kemudian membantu klien mencapai pemahaman yang lebih besar mengenai diri mereka. Rogers merekonedasikan para terapis untuk melakukan treatmen terhadap klien dengan penerimaan positif tidak bersyarat (unconditional positive regard). Metode ini melibatkan penerimaan penuh terhadap apa yang dikatakan, dilakukan, dan dirasakan klien. Terapi dengan model Client-Centered sering menggunakan teknik-teknik seperti refleksi dan klarifikasi. Dalam refleksi, terapis mencerminkan kembali apa yang baru saja dikatakan oleh klien, mungkin dengan cara menfrasekan kembali.
Berlawanan dengan metode terapi mendetail yang digambarkan oleh Rogers, Maslow tidak menspesifikasikan suatu model khusus untuk terapi karena ia mengembangkan ide-idenya dengan konteks akademik, bukan dalam observasi klinis ataupun treatmen. Teorinya lebih mengagambarkan suatu peta dari perkemabangan optimal manusia dan bukan suatu dasar konkret bagi treatmen gangguan psikologis.
Dalam konseptualisasi yang lebih baru (Elliot,2001;Richard and Susan,2012), terapis humaistik dan eksperimental telah menekanka pentingnya penggunakan metode-metode klinis. Terapis humanistic dan eksperimental kontemporer mementingkan pentingnya memasuki dunia dan pengalaman klien. Mencoba menangkap hal yang paling penting bagi klien pada saat itu. Dalam hal ini biasanya menggunakan teknik wawancara motivasi ( motivation interview-MI) yaitu suatu cara terapis yang berpusat pada klien untuk mencapai perubahan perilaku dengan cara membantu klien mengeksploras dan mengatasi ketidakseimbangan. ( Richard and Susan,2012:160)
2.3         Metode penanganan Gestal
1)             Teori Gestalt
Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam teori psikologi Gestalt disebut sebagai fenomena (gejala). Fenomena adalah data yang paling dasar dalam psikologi Gestalt. Dalam hal ini psikologi Gestalt sependapat dengan filsafat fenomonologi yang mengatakan bahwa suatu pengalaman harus dilihat secara netral.
Menurut Gestalt, baik strukturalisme maupun behaviorisme kedua-duanya melakukan kesalahan, yaitu karena mengadakan atau menggunakan reductionistic approach, artinya keduanya mencoba membagi pokok bahasan menjadi elemen-elemen. Pandangan pokok psikologi Gestalt adalah berpusat bahwa apa yang dipersepsi itu merupakan suatu kebulatan, suatu unity atau suatu Gestalt. Psikologi Gestalt semula memang timbul berkaitan dengan masalah persepsi, yaitu pengalaman Wertheimer di stasiun kereta api yang disebutnya sebagai phi phenomenon. Dalam pengalaman tersebut sinar yang tidak bergerak dipersepsi sebagai sinar yang bergerak. Walaupun secara objektif sinar itu tidak bergerak. Dengan demikian, maka dalam persepsi itu ada peran aktif dalam diri perseptor. Ini berarti bahwa dalam individu mempersepsi sesuatu tidak hanya bergantung pada stimulus objektif saja, tetapi ada aktivitas individu untuk menentukan hasil persepsinya.
2)             Terapi Gestalt
Terapi gestalt yang dikembangkan oleh Frederick Perls adalah bentuk terapi eksistensial yang berpijak pada premis bahwa individu-individu harus menemukan jalan hidupnya sendiri dan menerima tanggung jawab pribadi jika mereka berharap mencapai kematangan. [16]
Asumsi dasar terapi gestalt adalah bahwa individu mampu menangani sendiri masalah-masalah hidupnya secara efektif.  Disini tugas utama terapis adalah membantu klien agar mengalami sepenuhnya keberadaanya di sini dan sekarang dengan menyadarkannya atas tindakannya mencegah diri sendiri merasakan dan mengalami masa sekarang.
3)             Teknik Terapi Gestalt  
Menyajikan sejumlah uraian ringkas tentang sejumlah permainan yang bisa digunakan, mencakup:
  1. Permainan dialog
  2. Berkeliling
  3.  Bermain proyeksi
  4. Teknik  Pembalikan
  5.  Permainan ulangan
  6.  Permainan melebih-lebihkan”
  7. Tetap  dengan perasaan
4)             Gestalt dalam konseling
Proses terapi gestalt :
1.         Membentuk pola pemikiran terapeutik, agar tercipta situasi yang memungkinkan perubahan yang diharapkan pada klien. Pada setiap klien pola yang diciptakan berbeda karena setiap individu serta memilki kebutuhan yang bergantung pada masalah yang harus dipecahkan .
2.         Memaksa pengawasan yaitu koselor meyakinkan klien untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien. Ada 2 fase yaitu:
a.       Menimbulkan motivasi pada klien. Dalam hal ini di beri kesempatan untuk menyadari ketidakpuasannya. Makin tinggi penyadaran atas ketidakpuasaanya makin besar motivasi untuk mencapai perubahan dirinya, sehinnga makin tinggi keinginan klien untuk bekerjasama dengan konselor.
b.      Menciptakan rapport yaitu hubungan baik antara konselor dan klien agar timbul rasa percaya pada klien bahwa segala usaha konselor itu disadari benar oleh klien untuk kepentingannya.
3.         Klien didorong untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada pertemuan terapi saat ini. Klien diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu dalam situasi di sini-saat ini. Klien diberi kesempatan mengungkapkan segala perasaannya dengan dasar asosiasi bebas. Melalui fase ini konselor berusaha menemukan celah/aspek kepribadian yang hilang. Dari sisni ditemukan penyembuhan apa yang harus dilakukan.
4.         Pada fase ini klien harus memilki cirri-ciri yang menunjukkan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi.
Adapun teknik-teknik yang bisa digunakan dalam konseling Gestalt antara lain:
a)         Enhancing Awareness yaitu klien dibantu untuk berada pada pengalamannya sekarang secara sadar.
b)         Personality pronouns yaitu klien diminta untuk mempribadikannya pikirannya untuk meningkatkan kesadaran pribadinya.
c)         Changing question to statemens yaitu mendorong klien untuk untuk menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong untuk mengekpresikan dirinya dan bertanggung jawab bagi komunikasinya.
d)        Assuming responsibility yaitu klien diminta untuk mengalihkan kata “won’t” untuk can’t”.
e)         Bertanya “bagaimana” dan “apa”  menjadikan individu masuk  ke dalam pengalaman perilakunya sendiri.
f)          Sharing hunces yaitu mendorong klien untuk mengeksplorasi dari dengan menanamkan tilikan seperti  “Saya lihat”
g)         Bringing the past into the now membantu klien agar menggalami pengalaman-pengalaman masa lalu dalam situasi sekarang.
h)         Expressing resentments and appreciation yaitu membantu klien untuk mengidentifikasi dan menyatakan keadaandan penghargaan dirinya.
i)           Using body expression yaitu mengamati ekspresi badan klien dan memusatkan perhatian untuk membantu kesadaran individu.
2.4 Metode Penanganan Perspektif Sosiokultural
 Perspektif sosiokultural menekankan cara individu terpengaruh oleh orang lain. Institusi social dan kekuatan social yang berasal dari dunia yang mengelilingi mereka [17].Teoritikus sosiokultural meyakini bahwa kita harus mempertimbangkan konteks – konteks sosial yang lebih luas dimana suatu perilaku muncul untuk memahami akar dari perilaku abnormal. Mereka meyakini bahwa penyebab perilaku abnormal mungkin dapat ditemukan pada kegagalan masyarakat dan bukan pada kegagalan orangnya.
 Perspektif keluarga
Pendukung perspektif keluarga (family perspective) memandang abnormalitas disebabkan oleh gangguan-gangguan pada pola interaksi dan hubungan yang ada didalam keluarga. Meskipun terdapat perbedaan teori dalam perspektif keluarga. Keseluruhan teori menfokuskan pada dinamika keluarga( family dynamic), interaksi di antara anggota keluarga. Terdapat empat pendekatan utama dalam perspektif keluarga ( Sharf,1996; Richard and Susan,2012).
Ø Antar generasi.
Ø Structural
Ø Strategi
Ø Berdasarka pengalaman
Treatmen
Terapi kelompok
Irvin Yalom (1995), teoritikus terapi kelompok terkemuka menyatakan bahwa ada beberapa factor dalam pengalaman kelompok yang bersifat terapeutik. Klien dalam terapi kelompok biasanya merasakan kelegaan dan harapan karena menyadari bahwa maslalah mereka tidaklah unik. Terapi kelompok dalam struktur yang lebih formal juga telah menjadi sebuah komponen prosedur treatmen untuk berbagai kondisi yang lain. Terapi kelompok memberi mereka dukungan situasi yang kondusif untuk diskusi yang terus terang mengenai dorongan dan metode kontrak diri ( berlin,1998).

Pendekatan Multikultura
Treatmen ini harus melibatkan tiga komponen utama., yaitu kesadaran, pengetahuan dan ketrampilan.[18]
Ø Kesadaran
Kesadran melibatkan pengenalan efek konteks sosiokultura terhadap klien maupun klinisi.
Ø Pengetahuan
Penegtahuan dicirikan oleh komitmen untuk belajar mengenai budaya, etnis, dan kelompok ras klien mereka serta bagaimana factor-faktor tersebut memainkan peranan penting dalam assessmen, diagnosis, dan treatmen.
Ø Ketrampilan
Ketrampilan meliputi penguasaan akan teknik terapi budaya khusus yang dapat merespons karakteristik unik dank lien yang mereka berikan treatmen.
Terapi milieu
Terapi ini mengharuskan staf dan klien bekerja sama sebagai komunitas terapeutik dalam sebuah situasi terapi untuk meningkatkan fungsi positif klien. Ide dibalik terapi milieu adalah bahwa tekanan konformitas terhadap norma social konvensioanal perilaku akan mencegah klien dengan gangguan parah seperti skizofrenia untuk mengeluarkan simtom-simtom yang bermasalah. Efek normalitas dari lingkungan yang mendukung dimaksudkan untuk membantu individu membuat transisi yang lebih halus dan lebih efektif dalam kehidupan diluar komunitas terapeutik.[19]


[1] Richard P. Halgin, ed, Psikologi Abnormal ( Jakarta, 2012) hal 144




[2] Alwisol , Psikologi kepribadian ( Malang, 2009) hal 13
[3] Richard P. Halgin, ed, Psikologi Abnormal ( Jakarta, 2012) hal 145
[4]  Ibid. hal 144
[5] Alwisol , Psikologi kepribadian ( Malang, 2009) hal 16
[6] Ibid. hal 16
[7] Richard P. Halgin, ed, Psikologi Abnormal ( Jakarta, 2012) hal 145

[8] Richard P. Halgin, ed, Psikologi Abnormal ( Jakarta, 2012) hal 151-152

[9] Jeffrey S.Nevid,ed, Psikologi Abnormal ( Jakarta,2003) hal 104-105
[10]  Ibid. hal 105
[11] Richard P. Halgin, ed, Psikologi Abnormal ( Jakarta, 2012) hal 152
[12] Jeffrey S.Nevid,ed, Psikologi Abnormal ( Jakarta,2003) hal 108
[13] Richard P. Halgin, ed, Psikologi Abnormal ( Jakarta, 2012) hal 156

[14] Ibid.hal 157
[15] Richard P. Halgin, ed, Psikologi Abnormal ( Jakarta, 2012) hal 158

[16] Gerald Cory, Teori dan Praktek Konseling& Psikoterapi (Bandung,2009) hal 117
[17] Richard P. Halgin, ed, Psikologi Abnormal ( Jakarta, 2012) hal 160

[18] Richard P. Halgin, ed, Psikologi Abnormal ( Jakarta, 2012) hal 164

[19] Richard P. Halgin, ed, Psikologi Abnormal ( Jakarta, 2012) hal 165


daftar pustaka
Alwisol.2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press
Sobur,Alek. 2009. Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaka Setia
Nevid, Rathus,and Beverly Green. 2005. Psikologi Abnormal: PT Gelora Aksara Pratama
  Ardi,Rahayu, and Yulia Solichatun. 2007. Psikologi Klinis. Yogyakarta: Graha Ilmu   
Halgin,Richard & Witbourne,Susan. 2009. Psikologi Abnormal. Jakarta: Selemba Humanika
Corey, Gerald. 2009.Teori dan Prektek Konseling&Psikoterapi.Bandung: Aditama


Tidak ada komentar:

Posting Komentar