I.
Pengertian
dan Epidemologi
Prevalensi
kasus narkoba di Indonesia (epidemiologi-nya)
Peredaran narkoba di Indonesia
semakin meluas. Angka kenaikannya di atas rata-rata dunia. Bila tidak ada
kesungguhan untuk memeranginya, diprediksi pada tahun 2015 mendatang,
penggunanya bisa mencapai 5,1 juta orang.Berdasarkan penelitian BNN bersama
Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia periode 2011, angka prevalensi
penyalahgunaan narkoba sebesar 2,2 persen atau setara dengan 3,8-4,2 juta
orang. Sedangkan proyeksi angka prevalensi internasional sebesar 2,32 persen.
"Kondisi ini naik dibandingkan angka prevalensi di Indonesia tahun 2008
yang mencapai 0,21 persen," kataSambudiyono,Deputi Pemberdayaan Masyarakat
Badan Narkotika Nasional (BNN) V. Bila kondisi tersebut dibiarkan, maka tingkat
prevalensi pada 2015 akan mencapai 2,8 persen. Artinya pengguna narkoba bisa
tembus di angka 5,1 juta orang.
Menurut
Depkes RI, NARKOBA adalah Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang bila masuk
ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak
sehingga bilamana disalahgunakan akan menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa
dan fungsi social. Sementara itu menurut WHO adalah semua zat kecuali makanan,
air dan oksigen yang jika dimasukan kedalam tubuh, dapat mengubah fungsi tubuh
secara fisik dan atau psikologis. Inti pokok materi yang penulis bawakan adalah subtansce dari
drugs Narkoba (zat/bahan dari narkoba) reaksinya terhadap pengguna (User) mulai
dari pengguna pemula, pemakai/pengguna tetap, pecandu dan Korban.
Penyalahgunaan
narkoba merupakan masalah yang kompleks dan memiliki dimensi yang luas baik
dari sudut medic, psikiatrik, kesehatan
jiwa maupun psikososial (Afiatin, 2008). Jenis-jenis narkoba yang sering
disalahgunakan, menurut Halonen dan Santroks (1999) adalah narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya atau zat yang dapat menimbulkan sejumlah
efek, diantaranya (a)keinginan yang tak tertahankan terhadap zat tersebut, dan
dengan jalan apa pun akan berupaya memperolehnya (b) kecenderungan untuk
menambah takaran atau dosis, sesuai dengan toleransi tubuh, (c) ketergantingan
psikis sehingga jika pemakaian dihentikan akan menimbulkan kecemasan, depresi
dan kegelisahan, dan (d) ketergantungan fisik yang jika pemakaian dihentikan
akan menimbulkan gejala fisik yang disebut sebagai gejala putus obat seperti
mual, sukar tidur, diare, demam. Meskipun zat tertentu sangat bermanfaat bagi
pengobatan, namun jika disalahgunakan atau penggunaannya tidak sesuai dengan
standar pengobatan, akan berakibat sangat merugikan bagi si pemakai maupun
orang lain disekitarnya, bahkan masyarakat umum (Departemen Kesehatan RI, 2000)
Menurut
rumusan WHO (Hawari, 1991 dalam Afiatin 2000) mendefinisikan penyalahgunaan zat
sebagai pemakaian zat yang berlebihan secara terus-menerus atau berkala di luar
maksud medik. Sedangkan Wicaksono (1996), Holmes (1996) dan Hawari (1998)
mendefinisikan penyalahgunaan zat sebagai pola penggunaan yang bersifat
patologik paling sedikit satu bulan lamanya, sehingga menimbulkan gangguan
fungsi social dan okupasional (pekerjaan dan sekolah). Pola penggunaan zat yang
patologik dapat berupa intioksinasi sepanjang hari terus-menerus menggunakan
zat tersebut, meskipun pengguna mengetahui bahwa dirinya sedang menderita sakit
fisik yang berat akibat zat tersebut, atau adanya kenyataan bahwa tidak dapat
berfungsi dengan baik tanpa menggunakan zat tersebut (dalam Afiatin, 2000).
Sementara
itu, Gordon dan Gordon (2000) membedakan pengertian antara pengguna,
penyalahguna dan pecandu narkoba.Menurutnya, pengguna adalah seseorang yang
menggunakan narkoba hanya sekedar untuk, misalnya bersenang-senang, rileks atau
relaksasi dan hidup mereka tidak berputar di sekitar narkoba.Pengguna jenis ini
disebut juga pengguna social rekreasional.Penyalah guna adalah seseorang yang
mempunyai masalah yang secara langsung berhubungan dengan narkoba.Masalah
tersebut bisa muncul dari ranah fisik, mental, emosional maupun spiritual.
Penyalah guna selalu menolak untuk berhenti sama sekali dan selamanya.
Sedangkan pecandu adalah seseorang yang sudah mengalami hasrat/obsesi secara
mental dan emosional serta fisik. Bagi pecandu, tidak ada hal yang lebih
penting selain memperoleh narkoba, sehingga jika tidak mendapatkannya, ia akan
mengalami gejala-gejala putus obat dan kesakitan..
II.
Macam-macam
NAPZA
Menurut Undang-undang
no 22 tahun 1997 jenis Napza ada empat, yaitu:
1. Obat
penenang
2. Obat
tidur
3. Psikostimulan
4. Obat
antipsikosis dan anti depresi
Berdasarkan Efeknya,
Napza dibagi menjadi empat, yaitu:
1.
Depresan
Cara
kerjanya: mengurangi kerja system saraf pusat
Seperti
: alcohol, heroin,
2.
Stimuli
Cara
kerjanya : meningkatkan system kerja saraf pusat
Seperti:
teh, rokok, cocain
3.
Narkotik
Cara
kerjanya: melumpuhkan pengalaman yang berat yang dia alami. Membuat indra tumpul, tidak bisa mempersepsi.
Seperti:
morrin, metader,opium
4.
Halusinogen
Mengubah
pengalaman panca indra/ persepsioner
Seperti:
LSD, Mescaline, marijuana,THC,MDMA
A. Depresan
1.
Heroin(putauw):
Heroin
atau putau adalah
adalah sejenis opioid alkaloid.. Heroin berasal dari bunga Papaver
somniferum, sejenis bunga di iklim panas dan kering. Bunga tersebut
menghasilkan zat lengket yang menjadi cikal bakal dari heroin, opium, morfin
dan kodein. Heroin adalah zat depresan. Obat-obatan depresan tidak langsung
membuat Anda merasa tertekan. Zat-zat tersebut memperlambat pesan dari otak ke
tubuh dan sebaliknya. Beberapa nama lain dari zat tersebut adalah bedak, putih.
Rumus
Molekul Heroin Adalah C 21 H 23 N O 5 C 21
H 23 N O 5
Sakauw :
Depresi berat, Rasa lelah
berlebihan, Banyak tidur, Mimpi bertambah, Gugup, Ansietas/rasa gelisah,
Perasaan curiga.Denyut jantung cepat, Gelisah, Euforia atau rasa gembira berlebihan, Rasa harga
diri meningkat, Banyak bicara, Kewaspadaan meningkat, kejang-kejang, Pupil mata
melebar, Tekanan darah meningkat, Berkeringat atau rasa dingin, Mual / muntah,
Mudah berkelahi dan cepat tersinggung, Gangguan kejiwaan, subarachnoid/ otak, Thromboemboli/ penyumbatan pembuluh darah,
Nystagmus, horisontal/mata bergerak tak terkendali, Distonia (kekakuan) otot
leher.Aritmia jantung/gangguan irama jantung, Luka sampai sekat
rongga hidung, Hilang nafsu makan, Anemia, berat badan turun.
2. OPIAT atau Opium (candu)
Merupakan golongan Narkotika alami yang sering digunakan
dengan cara dihisap (inhalasi).
- Menimbulkan
rasa kesibukan (rushing sensation)
- Menimbulkan
semangat
- Merasa
waktu berjalan lambat.
- Pusing,
kehilangan keseimbangan/mabuk.
- Merasa
rangsang birahi meningkat (hambatan seksual hilang).
- Timbul
masalah kulit di sekitar mulut dan hidung.
3. Barbiturates
Barbiturat disebut juga asam barbiturat
Barbiturat disebut juga asam barbiturat
Barbiturat digunakan secara medis
untuk menenangkan orang dan sebagai obat tidur. Barbiturat merupakan obat yang
dibeli dengan resep. Barbiturat mempengaruhi sistim syaraf pusat, menyebabkan
perasaan lembab, dan tergantung pada dosisnya, efeknya dapat bertahan antara
tiga hingga enam jam. Barbiturat dapat menyebabkan orang jadi sembrono, merasa
bahagia dan kebingungan mental -- ketidakbahagiaan juga dapat diakibatkan oleh
barbiturat. Dosis yang tinggi dapat menyebabkan pingsan, masalah pernapasan dan
kematian. Kematian akibat overdosis merupakan bahaya yang sangat nyata, karena
dosis yang berbahaya takarannya sangat dekat dengan dosis normal yang aman.
Kemungkinan overdosis lebih meningkat lagi bila barbiturat dikonsumsi bersamaan
dengan alkohol. Risiko penggunaan barbiturat juga meningkat bila obat tersebut
disuntikkan. Tubuh dapat dengan cepat menjadi toleran terhadap barbiturate,
yang mengakibatkan ketergantungan fisik dan mental. Sakaw dapat menunjukkan
gejala mudah marah, tidak bisa tidur, sakit-sakitan, tidak bisa diam,
kejang-kejang, dan halusinasi. Pengguna berat barbiturat lebih rentan terhadap
masalah dada dan hipotermia.
4. Ganja
Ganja (Cannabis sativa)
adalah obat depresan terbuat dari daun tanaman cannabis. THC (Delta 9
tetrahidrokanibinol) adalah salah satu dari 400 zat kimia yang ditemukan di
dalam ganja dan yang menyebabkan efek perubahan suasana hati. Sebagai obat
depresan, ganja memengaruhi sistem saraf dengan memperlambat aktivitas otak.
Ganja hadir dalam berbagai bentuk. Ganja adalah tembakau hijau-seperti campuran
daun. Hasis dan minyak hasis adalah bentuk yang lebih kuat dampaknya dari
ganja.
Hasis adalah hasil lelehan dari
tanaman yang dijual dalam bentuk minyak atau blok kecil hasil pemadatan. Ganja
mempunyai beberapa nama populer seperti dele, daun, cimeng, Pot, Weed, dan
lain-lain.
Ganja menjadi simbol budaya hippies yang pernah populer di
Amerika Serikat. Hal ini biasanya dilambangkan dengan daun ganja yang berbentuk
khas. Selain itu ganja dan opium juga didengungkan sebagai simbol perlawanan
terhadap arus globalisme yang dipaksakan negara kapitalis terhadap negara
berkembang. Di India, sebagian Sadhu yang menyembah dewa Shiva menggunakan produk derivatif ganja untuk melakukan
ritual penyembahan dengan cara menghisap Hashish melalui pipa Chilam/Chillum,
dan dengan meminum Bhang.
Ganja
Berbentuk daun-daun kering yang sudah dirajang kering dan ditempatkan
(biasanya) dalam sebuah amplop kecil berukuran 25 X 15 cm.Dilinting seperti
rokok dan dihisap, dimakan. Banyak dikonsumsi masyarakat, dari remaja sampai
rakyat biasa. Mudah didapat dan cara pemakaiannya seperti merokok biasa.
Harganya sangat murah : Rp. 10.000,- jadi 4 batang rokok.
Apa saja dampak langsung dari
ganja?
Ganja memengaruhi penggunanya dengan cara yang berbeda.
Beberapa orang mengalami reaksi lebih kuat dari yang lain. Reaksi paling umum
yang ditimbulkan oleh ganja adalah kejang-kejang dan mabuk. Ada beberapa efek
lain seperti:
- Paranoia.
- Muntah-muntah.
- Kehilangan koordinasi.
- Kebingungan.
- Meningkatkan nafsu makan.
- Mata merah.
- Halusinasi.
Apa saja dampak jangka panjang
dari ganja?
Penelitian telah menunjukkan bahwa ada beberapa dampak yang
lebih serius jika ganja dikonsumsi secara rutin. Beberapa efek diantaranya
adalah:
- Beresiko tinggi terhadap bronkitis, kanker paru-paru
dan gangguan pernafasan (ganja berdampak dua kali lebih berat daripada tar
dari rokok).
- Kehilangan minat untuk melakukan aktivitas, kehilangan
tenaga, kebosanan.
- Mengganggu daya ingat jangka pendek, pemikiran logis
dan koordinasi.
- Mengganggu gairah seksual.
- Mengurangi jumlah sperma/periode menstruasi yang tidak
teratur.
- Perilaku gangguan mental hebat.
- Merusak sistem kekebalan tubuh.
Sakauw : Banyak berkeringat, Gelisah,
Gemetaran, Nggak aa selera makan, Mual/muntah, Diare terus menerus, Nggak bisa
tidur (insomnia), Ketakutan berlebihan yang nggak beralasan (paranoid), Tingkah
laku aneh, melamun, tertawa sendiri.
5. Alkohol
Alkohol adalah sebutan umum dari
senyawa kimia ethanol. Alkohol dihasilkan melalui proses fermentasi unaerobik
dari zat gula atau zat tepung oleh ragi (yeast). Proses ini sudah terjadi
dengan sendirinya di dalam alam oleh karena itu alkohol sudah diproduksi dan
dikonsumsi oleh manusia sejak jaman purba.Dalam jumlah yg sedang, sekitar
segelas anggur merah yang diminum setiap malam hari oleh seseorang yg memiliki
tubuh yang tidak bermasalah, alkohol merupakan zat yg sangat baik untuk
kesehatan tubuh yaitu bisa meningkatkan mutu tidur, mencegah munculnya batu empedu
dan ginjal, mencegah diabetes, bahkan bisa mencegah penyakit jantung koroner
serta darah tinggi.Akan tetapi jika digunakan secara berlebihan sebaliknya
alkohol akan mengakibatkan kerusakan pada jantung, pancreas, dan liver yaitu
lever yg mengeras, terlebih bagi mereka yg telah mengindap penyakit Hepatitis
C, B, bahkan bagi mereka yg hanya pernah menderita Hepatitis A
sekalipun.Pemakaian alkohol sesuai BAC (Blood Alcohol Content) atau batas kadar
alkohol dalam darah melebihi 0.05% dapat mengakibatkan berkurangnya depresi
& konsentrasi, pikiran menjadi lebih relax, menambah sedikit rasa percaya
diri, menjadi banyak berbicara/mudah untuk berterus terang, kurang berhati-hati
dalam mengambil keputusan (!), berkurangnya fungsi keseimbangan tubuh.Sedangkan
pemakaian dalam batas kadar darah melebihin 0.1% akan mengakibatkan
terganggunya fungsi motorik, hilangnya keseimbangan, emosi yg bergejolak (mudah
menjadi sedih atau marah), tindakan brutal, susah untuk berkata-kata, hilangnya
daya tangkap otak, muntah-muntah, bahkan bisa menjadi tidak sadar diri. Jika
kadarnya melebihi 0.3% bisa mengakibatkan kematian.
Pemakaian alkohol pada saat
mengendarai kendaraan atau mesin yg berbahaya sering mengakibatkan kecelakaan
yang fatal maupun kematian karena susahnya untuk berkonsentrasi dan mengambil
keputusan dengan cepat.Oleh karena efek2 yg ditimbulkan tersebut, alkohol
banyak dipakai oleh para lelaki sebagai minuman untuk memaksakan hubungan intim
dengan kekasih maupun teman kencannya sehingga si korban secara tidak sadar akan
menyetujuinya. Alkohol juga dapat mengakibatkan toleransi dan ketergantungan
jika dikonsumsi secara berlebihan dan rutin karena akan mengakibatkan
terganggunya fungsi GABAergic dalam otak. Kecanduan alkohol sangat berbahaya
jika tidak ditangani dengan segera oleh ahlinya, bahkan lebih berisiko
menyebabkan kematian dibanding narkotika seperti heroin, putaw, atau cocaine.
Resiko yg disebabkan oleh kecanduan alkohol adalah serangan ayan yg mematikan
dan gagal jantung. Biasanya seorang remaja sebelum dia sampai ke jenjang
pemakaian narkoba akan dimulai terlebih dahulu dari rokok dan alkohol. Walaupun
hukum di Indonesia dengan jelas melarang seseorang yg belum berusia 18 tahun
untuk membeli rokok dan alkohol akan tetapi dalam penerapannya tidaklah
demikian.
6.
Amphetamine
/ speed
Amphetamine merupakan salah satu
jenis dari senyawa phenethylamine dan adalah satu jenis obat sintetik terlarang
yg dapat mengakibatkan meningkatnya kadar hormon norepinephrine/noradrenaline,
serotonin, dan dopamine di dalam otak seseorang. Amphetamine sangat memiliki
relasi yg erat dengan ephedrine yaitu senyawa yg terdapat pada tumbuhan Ephedra
sinica (Ma huang)Efek yang ditimbulkan oleh amphetamine adalah meningkatnya
konsentrasi pikiran & semangat untuk bekerja, hilangnya rasa kantuk,
cenderung banyak berbicara, meningkatnya rasa percaya diri, mulut menjadi
kering, meningkatnya keringat, detak jantung yang cepat, sukar berbicara dengan
jelas, dan berkurangnya nafsu makan.Amphetamine dapat mengakibatkan ketagihan
pada seseorang yang mengkonsumsi secara berturut-turut atau menyalahgunakan
pemakaiannya. Bahkan dapat menyebabkan meningkatnya toleransi sehingga dosis yg
dibutuhkan akan selalu meningkat untuk mencapai efek yg sama dari
sebelumnya.Ciri-ciri dari ketagihan atas obat ini adalah:
o
stress
berlebihan
o
depresi
o
badan
menjadi sangat letih
o
tidur
yang berlebihan
o
gemetaran
pada otot
o
meningkatnya
nafsu makan
o
keinginan
untuk bunuh diri
Penyalahgunaan dari obat ini
memperbesar resiko serangan jantung pada anak muda maupun orang dewasa. Pemakaian
jangka panjang dari obat ini merusak fungsi otak, yaitu menurunnya fungsi
pemancaran (transmitter) hormon dopamine dan serotonin pada otak sehingga
fungsi dari keseimbangan kimia tubuh akan menjadi kacau.
B. Stimuli
1.
Kokain
Kokain (benzoylmethylecgonine) adalah kristalin tropane alkaloid
yang diperoleh dari daun koka nama latinya adalah Erythroxylum coca.
Daun koka atau Erythroxylon coca adalah jenis pokok Erythroloxylon yang
terdapat di Peru,Bolivia dan Colombia di Pergunungan Andes,Amerika Serikat.
Bahan ini kebanyakannya digunakan di Amerika Serikat.
Rumus Molekul Untuk Kokain Adalah :C 17 H 21
N O 4 C 17 H 21 N O 4
Efek Samping :
o
Darah
tinggi
o
Bola
mata menjadi kecil
o
Hilang
nafsu makan / kurus
o
Detak
jantung jadi cepat
o
Terbius
sesaat
o
Bercakap
berlebih-lebihan. Dengan dosis yang tinggi menyebabkan percakapan tidak
difahami oleh orang lain kerana tidak munasabah. Rasa puas hati yang diperoleh
dengan dosis rendah bertukar kepada rasa bimbang dan rasa gelisah dengan dosis
tinggi
o
Rasa
cergas yang diperoleh dengan dos rendah menimbulkan kekeliruan dengan dos
tinggi
o
Tidak
dapat tidur
o
Tidak
menghiraukan kesihatan dan kebersihan diri
o
Halusinasi
dan paranoia
o
Desakan
untuk melakukan kerja yang berulang-ulang
o
Pergantungan
fizikal dan psikologi serta meningkatkan daya tahan
o
Psikosis
kokain seperti psikosis amfetamin
2.
Tembakau
Tembakau berasal dari tumbuhan yang bernama nicotiana
tabacum. Walaupun orang-orang percaya bahwa rokok meregangkan saraf-saraf,
namun secara ilmiah terbukti bahwa merokok melepaskan zat epinefrin, yaitu
hormon yang menghasilkan stres psikis pada perokok, daripada peregangan. Ketika
rokok dihisap, nikotin diserap oleh paru-paru dan secara cepat berpindah ke
aliran darah, di mana zat tersebut disirkulasikan ke otak.
Nikotin bekerja secara langsung pada jantung untuk mengubah
denyut jantung dan tekanan darah, sehingga menyebabkan tekanan darah tinggi,
serangan jantung, penyakit pembuluh darah lainnya, dan pembengkakan pembuluh
darah. Zat tersebut juga bekerja pada saraf yang mengendalikan pernafasan untuk
mengubah pola pernafasan. Dalam konsentrasi tinggi, nikotin sangat mematikan;
kenyataannya setetes pemurnian nikotin di lidah akan membunuh orang tersebut.
Zat itu begitu mematikan sehingga zat tersebut telah digunakan sebagai
pestisida selama berabad-abad.
Kecanduan rokok adalah sepertiga penyebab dari semua
penyakit kanker, dan kanker yang paling banyak disebabkan oleh rokok adalah
kanker paru-paru. Tingkat keseluruhan kematian yang disebabkan oleh kanker
diderita oleh perokok, dua kali lebih banyak daripada non-perokok. Seperlima
dari kematian yang disebabkan oleh serangan jantung, diakibatkan karena
merokok. Perokok pasif atau perokok sekunder juga meningkatkan resiko banyak
penyakit sejenis. Rokok juga dapat
berperan sebagai pintu masuk utama dari bentuk lain kecanduan narkoba.
Sepertiga dari populasi kaum muda yang “bereksperimen”, akhirnya menjadi
kecanduan rokok ketika mereka berusia 20 tahun. Perokok remaja memiliki
kecenderungan 100 kali untuk menghisap ganja dan menggunakan obat-obatan
terlarang lainnya, seperti kokain dan heroin di masa depan. Merokok sangat
berbahaya terutama bagi para remaja karena tubuh mereka masih dalam tahap
perkembangan dan perubahan, serta zat tersebut dapat berpengaruh negatif pada
proses ini. tembakau adalah zat berbahaya. Zat ini membuat kecanduan, merusak
kesehatan dan menyebabkan pengurangan tenaga dan penyakit yang mengubah
kehidupan yang mematikan. Tembakau dikemas dan dijual seperti rokok.
Sebatang rokok mengandung:
Sebatang rokok mengandung:
Nikotin
Nikotin adalah zat racun. Menelan dua dari tiga tetes nikotin murni dapat membunuh seseorang. Zat tersebut bekerja sebagai stimulan peningkat kecepatan aktivitas otak. Nikotin dikategorikan mempunyai efek ketergantungan yang lebih tinggi dari heroin, dan semakin muda seseorang mulai merokok, semakin sulit bagi mereka untuk berhenti.
Nikotin adalah zat racun. Menelan dua dari tiga tetes nikotin murni dapat membunuh seseorang. Zat tersebut bekerja sebagai stimulan peningkat kecepatan aktivitas otak. Nikotin dikategorikan mempunyai efek ketergantungan yang lebih tinggi dari heroin, dan semakin muda seseorang mulai merokok, semakin sulit bagi mereka untuk berhenti.
Tar
Tar adalah zat penyebab utama yang menyebabkan kanker pada perokok. Zat tersebut juga memperburuk penyakit batang tenggorok dan sistem pernafasan.
Tar adalah zat penyebab utama yang menyebabkan kanker pada perokok. Zat tersebut juga memperburuk penyakit batang tenggorok dan sistem pernafasan.
Karbon
monoksida
Karbon monoksida adalah gas yang sangat beracun. Gas ini
ditemukan pada asap pembuangan mobil dan asap dari api. Merokok dapat membuat
konsentrasi yang lebih besar dari gas karbon monoksida di paru-paru daripada
menghirup udara berpolusi.
Zat kimia lainnya
Zat kimia lainnya
Dengan jumlah lebih dari 4000 zat lainnya dapat ditemukan
pada asap rokok. Beberapa zat tersebut beracun dan 43 diantaranya dikenal
sebagai penyebab kanker. Beberapa dari zat-zat tersebut adalah aceton, amonia
dan hidrogen sianida.
Apa saja dampak langsung dari
merokok?
- Meningkatkan denyut jantung.
- Pernafasan yang buruk.
- Pakaian berbau.
- Mengurangi daya tahan kebugaran
dan olah raga.
- Memperlemah indera pengecap dan
penciuman.
Apa saja dampak jangka panjang
dari merokok?
- Gigi menjadi kuning.
- Beresiko tinggi mengidap penyakit
bronkitis dan pernafasan.
- Beresiko tinggi mengidap kanker
paru-paru.
- Jerawat dan masalah kulit,
kulit berkerut dan kering.
- Kecanduan nikotin.
- Mempengaruhi kesuburan wanita.
- Impotensi.
3.
Caffeine
Caffeine
adalah senyawa yg terkandung di dalam biji kopi, biji guarana, dan daun teh
(theine). Zat ini merupakan tipe zat stimulant serta berpengaruh menambah
sedikit produksi urine pada ginjal.Efek dari mengkonsumsi caffeine adalah
menyingkirkan sementara rasa kantuk dan letih serta meningkatkan konsentrasi.Pemakaian
caffein dalam quantitas atau qualitas besar dapat mengakibatkan kecanduan dan
toleransi. Ciri2 dari kecanduan caffeine adalah perasaan mudah tersinggung,
sukar untuk konsentrasi, dan munculnya rasa sakit di bagian belakang kepala
bahkan terkadang bisa mengakibatkan muntah2. Gejala2 ini akan muncul setelah
kurang lebih 1 hari tidak mengkonsumsi caffeine sama sekali. Efek kecanduan ini
akan berlangsung antara 5 hari sampai dengan 1 minggu dengan masa puncaknya 2-3
hari setelah berhenti mengkonsumsi caffeine sama sekali.Pengkonsumsian caffeine
secara berlebih juga merupakan salah satu faktor penyebab osteoporosis pada
tulang dan kerusakan pada gigi. juga merupakan salah satu faktor penyebab osteoporosis pada
tulang dan kerusakan pada gigi.
C. Narkotik
1. Shabu-shabu :
Ubas, ss
mecin. Gold river, coconut,
crystal. shabu2 ini yang sangat mudah didapat dan sangat
mudah cara mengkonsumsinya. bubuk shabu2 yang berbentuk kristal ini sangat
mudah didapat dan sangat mudah juga dipakainya, dan pemakainya tidak pernah
sakauw atau merasa kesakitan kalau lagi nagih, tetapi bubuk kristal ini sangat
jahat karena langsung merusak otak terutama otak yang mengendalikan pernafasan,
suatu saat pecandu akan mengeluh sakit asma(sesak nafas) dan lama2 kalau tetap
memakai shabu2 akan meninggal begitu saja karena kehabisan nafas, karena syaraf
otak yang mengendalikan pernafasan sudah tidak berfungsi, dan tidak ada lagi
instruksi untuk bernafas.
Cara memakai Kristal ini dibakar lalu dihisap dengan alat
khusus yang disebut Bong tetapi anak2 pandai sekali bisa membuat dengan botol
apa saja. Dihisap dengan mediator air. Tetapi yang pecancu tidak tahu, didalam
tubuh kristal ini mengkristal kembali, sehingga paru2nya bisa berubah menjadi
batu mengeras sehingga umumnya keluhan pemakai shabu-shabu adalah sesak nafas.
Harga Shabu-bhabu 1 gr - Rp. 200.000,- Jenis Blue Sky yang mahal 1 gr. Rp.
500.000,- 1 gr. bisa untuk 8 orang. Biasanya dipakai 2 kali per minggu. Kristal
ini paling banyak digemari karena tidak ada sakauwnya, kalau lagi nagih hanya
gelisah, tidak bisa berpikir dan bekerja
Habis
pakai shabu-shabu:
Mata bendul ada garis hitam, Badan terasa panas terbakar, sehingga minum terus
menerus, dan ke-mana2 selalu membawa botol aqua. Kuat tidak makan dan tidak
tidur sampai ber-hari2, ngomong terus tapi suaranya jelas.Bersemangat, gariah
seks meningkat, paranoid, tidak bisa diam/tenang, selalu ingin menambah terus,
tidak bisa makan, tidak bisa tidur
Akibat :
Merusak organ2 tubuh terutama otak,
dan syaraf yang mengatur pernafasan. Banyak yang mati karena sesak nafas, dan
tiba2 berhenti bernafas karena syaraf yang mengendalikan pernafasan sudah rusak
dan tidak ada lagi instruksi untuk bernafas, sehingga nafasnya putus/berhenti,
dan mati.Paranoid, otak suah dipakai berpikir dan konsentrasi, jet lag dan
tidak mau makan.Rasa gembira / euforia, Rasa harga diri meningkat, Banyak
bicara, Kewaspadaan meningkat, denyut jantung cepat, Pupil mata melebar, Tekanan
darah meningkat, berkeringat/rasa dingin, Mual/muntah, (Dalam waktu 1 jam
setelah pemakai gelisah),Delirium/kesadaran berubah (pemakai baru, lama, dosis
tinggi), Perasaan dikejar-kejar, Perasaan dibicarakan orang, Agresif dan sifat
bermusuhan, Rasa gelisah, Tak bisa diam, (Dalam waktu 24 jam).Gangguan irama
detak jantung, Perdarahan otak, Hiperpireksia atau syok pada pembuluh darah
jantung yang berakibat meninggal.
2.
Morfin
Merupakan zat aktif (narkotika) yang
diperoleh dari candu melalui pengolahan secara kimia. Umumnya candu mengandung
10% morfin. Cara pemakaiannya disuntik di bawah kulit, ke dalam otot atau
pembuluh darah (intravena)
- Menimbulkan euforia.
- Mual, muntah, sulit buang hajat besar (konstipasi).
- Kebingungan (konfusi).
- Berkeringat.
- Dapat menyebabkan pingsan, jantung berdebar-debar.
- Gelisah dan perubahan suasana hati.
- Mulut kering dan warna muka berubah.
D. Halusinogen
1. Ekstasi
(Metilendioksimetamfetamin)
Nama lain: Inex,
XTC, Dolphin, Black Heart, Gober, Circle K, dan lain-lain.
Apa saja dampak
langsung dari ekstasi?
·
Perasaan
senang berlebihan.
·
Perasaan
nyaman.
·
Mual-mual.
·
Berkeringat
dan dehidrasi.
·
Meningkatkan
kedekatan dengan orang lain.
·
Percaya
diri dan kurang mampu mengendalikan diri.
·
Suka
menggertakkan dan menggesek gigi.
·
Paranoia,
kebingungan.
·
Meningkatnya
denyut jantung, suhu tubuh dan tekanan darah.
·
Pusing,
pingsan atau suka bercanda yang tidak lucu.
Apa saja dampak jangka panjang
dari ekstasi?
Hanya sedikit yang mengetahui
tentang dampak jangka panjang dari ekstasi, tetapi resiko kerusakan psikologi
dan mental sangat tinggi.
Hal-hal di bawah ini adalah hal yang kami ketahui:
Hal-hal di bawah ini adalah hal yang kami ketahui:
· Ekstasi merusak otak dan mengganggu
daya ingat.
· Ektasi membahayakan otak yang
berfungsi untuk pembelajaran dan berpikir cepat.
· Ada bukti-bukti bahwa ekstasi dapat
menyebabkan kerusakan jantung dan hati.
· Pengguna rutin telah melaporkan
bahwa diri mereka mengalami depresi ekstrim dan beberapa kasus gangguan mental.
Cara pakai:
Berbentuk pil/kapsul.Dikunyah, dikulum, ditelan dengan air mineral. Harganya sangat mahal sehingga hanya dipakai
kelas menengah keatas, executive dll.
Habis pakai : rasanya
gembira terus, maunya tertawa, hal2 yg tidak lucu saja membuat tertawa,
energetik.Energik, mata sayu, muka pucat, berkeringat banyak, tidak bisa
diam/over acting,tidak bisa tidur
Sakauw : rasanya
gelisah dan tidak bergairah dan tidak energetik sehingga ingin mengkonsumsi
lagi.
2. Ketamine / special-K / happy-K
Ketamine adalah senyawa sintetik sejenis dengan PCP (Phencyclidine) yg
dipakai sebagai obat anesthetic pada veterinary (dokter hewan) juga pada
manusia. Sebelum ditemukan ketamine PCP-lah
yg digunakan oleh dokter sebagai obat anesthetic. Setelah ketamine ditemukan pada
pertengahan tahun 1960-an, ketamine lebih di favoritkan menggantikan PCP oleh
karena efek redanya yg jauh lebih cepat ketimbang PCP.
Akan tetapi jika dipakai melebihi
dosis yg dianjurkan, ketamine merupakan zat yg bersifat halusinogen dan sangat
dissociative, bahkan delirium (tidak bisa sama sekali membedakan mana yg nyata
dan mana yg tidak) sehingga bagi mereka yg sudah merasakan efek yg diakibatkan
oleh ketamine ini menjulukinya sebagai efek tersedotnya jiwa ke dalam “K-hole”.
Ciri2 lain
selain halusinasi dan dissociative/delirium antara lain:
o
euphoria
(perasaan senang)
o
perasaan yg damai
o
energi yg bertambah
o
Amnesia
o
kehilangan persepsi tentang waktu
o
merasakan jiwa yg terpisah keluar/terangkat
dari tubuh
o
kehilangan kontrol gerakan otot sama sekali
o
paranoid dan serangan panic
o
merasakan NDE (Near Death Experience)
o
koma
bahkan kematian yg disebabkan oleh gagal jantung atau pernafasan
Pemakaian ketamine meliputi dengan
cara dihisap melalui hidung, dimakan, atau disuntik. Walaupun ketamine belum terbukti
mengakibatkan kecanduan secara fisik tetapi dapat dipastikan mengakibatkan
kecanduan secara psikologis serta toleransi terhadap dosis yg dipakai. Jika
dipakai dalam jangka panjang ketamine dapat mengakibatkan kerusakan pada
jaringan otak (olney lession). Selain DXM dan PCP, ketamine juga merupakan
salah satu bahan pemalsu/pencampur/ pengganti yg sering ditambahkan ke dalam
pil2 ecstasy. Oleh karena rasanya yg tawar, tidak merubah warna, dan hanya
sedikit berbau metalik jika dicampurkan kedalam makanan atau minuman sehingga
ketamine juga merupakan salah satu obat yg sering dipakai para lelaki untuk
memperkosa teman kencan wanitanya (date rape drug).
.
3.
LSD
(Lysergic Acid Diethylamide) / acid
LSD adalah senyawa semi sintetik yg di proses dari senyawa d-lysergic acir yg dihasilkan oleh sejenis jamur yg tumbuh pada tanaman gandum hitam (rye). LSD merupakan zat yg bersifat halusinogen akan tapi tidak bersifat dissociative. Selain bersifat halusinogen LSD juga mempengaruhi fungsi hormon dopamine dalam otak.Kekuatan halusinasi senyawa LSD kurang lebih 100x lebih kuat dari senyawa psilocybin yaitu zat yg terdapat dalam jamur psilocybin (magic mushroom) dan sekitar 3000x lebih kuat ketimbang senyawa mescaline yg terdapat pada tumbuhan cactus peyote.Efek dari tripping LSD bisa mencapai 6-8 jam, ditambah dengan 2-6 jam offset (penurunan), efek2nya meliputi:
o
meningkatnya
energi dan tidak bisa tidur
o
halusinasi
penglihatan seperti tembok yg bernafas, motif gambar yg bergerak dan
meninggalkan jejak, perubahan bentuk benda menjadi bentuk yg lain (morphing)
o
halusinasi
pendengaran sehingga music terkesan bergema dan memiliki efek chorus tambahan
o
emosi
yg labil dan sangat tergantung oleh mood pada saat itu sehingga bisa
menyebabkan senang, sedih, marah, takut, jengkel, atau depresi – bad trip.
o
perubahan
persepsi tentang waktu
o
banyak
berkeringat
o
susah
konsentrasi
o
gigi
geraham yg rasanya terikat
o
paranoid
dan sering tiba2 teringat akan masa2 laluWalaupun tidak terbukti bisa
menyebabkan kecanduan secara fisik, oleh karena sifatnya yg mempengaruhi kerja
hormon dopamine di dalam otak yg berfungsi sebagai hormon reward system (yg
mendorong munculnya perasaan puas dan nikmat akan sesuatu hal yg
didapat/dikonsumsi/dicapai) sehingga LSD dapat menyebabkan kecanduan secara psikologis
kecuali jika si pemakai telah mengalami bad trip terlebih dahulu.
III.
Latar
belakang penggunaan NAPZA
Pada umumnya orang-orang
mengkonsumsi narkoba itu bertujuan untuk menenangkan diri dari masalah yang
dihadapi olehnya. Misalnya anak yang selalu dimarahi oleh orang tuanya dan
kurang perhatian (kasih sayang) dari kedua orang tuanya pasti merasa kesal dan
marah maka, untuk menghilangkan rasa kesal dan marahnya mereka minum-minuman
keras bahkan ada yang langsung memakai narkoba.
Apabila ditambah dengan pergaulan
yang bebas, yaitu pergaulan yang tanpa aturan, sekehendak sendiri dan tidak mau
diatur sangat dominan dalam proses penyalahgunaan narkoba ini.
Kelompok-kelompok
penyalahguna narkoba
Hawari
menyebutkan ada tiga kelompok besar penyalah guna narkoba beserta resiko yang
dialaminya.Pertama, kelompok ketergantungan primer yang ditandai dengan adanya
kepribadian yang tidak stabil, mengalami gangguan, cemas dan depresi.Mereka
mencoba mengobati sendiri gangguan yang dialami tanpa berkonsultasi kepada dokter
sehingga terjadi penyalahgunaan sampai tingkat ketergantungan, kedua, kelompok
ketergantungan simtomatis, yang ditandai dengan adanya kepribadian anti social
(psikopatik). Mereka menggunakan narkoba tidak hanya untuk diri mereka sendiri,
tetapi juga “menularkan” kepada orang lain dengan berbagai cara sehingga orang
lain dapat “terjebak” ikut memakai hingga mengalami ketergantungan yang serupa.
Ketiga, kelompok ketergantungan reaktif.Kelompok ini terutama terdapat pada
remaja karena dorongan ingin tahu, pengaruh lingkungan dan tekanan kelompok
teman sebaya.
Latar
belakang penggunaan NAPZA pada remaja
Menurut
Brunswik (1991) dan Steinberg (2002), banyak remaja yang berjuang untuk
mencapai perasaan identitas personal dengan mencoba menggunakan zat adiktif sebagai
upaya untuk mencoba perilaku dan ide-ide baru, dan juga untuk mendapatkan
pengakuan.
Banyak
remaja yang menggunakan narkoba karena dorongan ingin tahu, atau karena
diolok-olok oleh teman sebaya sehingga ikut meniru.Dari yang semula iseng
kemudian menjadi kebiasaan dan akhirnya kecanduan kronis.Ada juga remaja yang
menyalahgunakan narkotikan karena sekedar ingin mendapatkan status social,
pengakuan dan gengsi, untuk gagah-gagahan atau mengikuti mode.Tetapi ada juga
yang menkonsumsi narkotika disebabkan keinginan untuk menghindari kesulitan
hidup dan konflik-konflik batin.
Haryanto
(2000), dalam penelitiannya, mengidentifikasikan alasan remaja untuk
menyalahgunakan narkoba yaitu
a. Masalah fisik: ingin santai, ingin aktif,
menghilangkan rasa sakit, ingin lebih kuat, lebih berani dan lebih gagah
b. Masalah
emosional: pelarian, mengurangi ketegangan, mengubah suasana hati, memberontak,
balas dendam dan ingin menyendiri
c. Masalah
intelektual: bosan dengan rutinitas, ingin tahu, coba-coba, suka menyelidiki
dan faktor belajar
d. Masalah
antarpribadi: ingin diakui, menghilangkan rasa canggung, tekanan kelompok (gang), ikut mode, solidaritas, agar
dianggap “lain”
e. Adat/kebiasaan/religi:
merasa akan lebih khusuk, lebih menghayati hidup, hidup lebih bermakna,
persyaratan upacara dan kebiasaan/adat.
Faktor-faktor
penyebab penyalahgunaan narkoba
Para
ahli sepakat bahwa secara garis besar ada tiga faktor yang mempengaruhi
terjadinya penyalahgunaan narkoba pada remaja, yakni faktor narkobanya sendiri,
faktor lingkungan dan faktor individual.Narkoba menjadi faktor terjadinya
penyalahgunaan narkoba karena pemakaiannya menimbulkan efek atau sensasi
tertentu sehingga pengguna terdorong untuk mencari dan menikmati
sensasi-sensasi baru itu (Afiatin, 2000).
Lingkungan
juga ditengarai sebagai faktor penting dalam mempengaruhi tindak penyalahgunaan
narkoba bagi remaja.Lingkungan yang paling dekat dengan remaja adalah keluarga
dan kelompok teman sebaya.Faktor lingkungan keluarga, menurut Palmer dan Lindle
(1996) dan Hawkins dkk (1997) dapat berperan sebagai faktor resiko dan juga
faktor protektif dalam penyalahgunaan narkoba pada remaja.Faktor resiko berarti
kondisi yang dapat menimbulkan terjadinya penyalahgunaan narkoba, sedangkan
faktor protektif adalah kondisi yang dapat menimbulkan terjadinya
penyalahgunaan narkoba. Faktor-faktor resiko keluarga dalam penyalahgunaan
narkoba yaitu: model dari orang tua dan saudara yang sudah menyalhgunakan
narkoba, sikap orang tua yang permisif terhadap penggunaan narkoba, kurangnya
perhatian orangtua terhadap anak-anaknya, penerapan hukuman terhadap anak yang
terlalu sering dan inkonsistensi, atau orang tua yang terlalu otoriter.
Selain
lingkungan keluarga, kelompok teman sebaya juga merupakan faktor resiko
tertinggi terhadap penyalahgunaan narkoba pada remaja. Menurut Coleman (Scarr
dkk 1986 dalam Afiatin, 2000), kelompok teman sebaya menjadi sangat meningkat
perannya selama masa remaja. Hal ini disebabkan berbagai hal, yaitu:
1.
Terjadinya perkembangan fisik yang pesat
mendorong remaja untuk mengatasi permasalahan dan pengalaman baru dengan
sedikit informasi yang dimiliki
2.
Kelompok teman sebaya memberikan
informasi konkret, meskipun kadang-kadang tidak tepat
3.
Teman sebaya memberikan dukungan
psikologis dengan memberikan teknik dan dukungan untuk menentang otoritas orang
dewasa
4.
Teman sebaya memungkinkan remaja untuk
mencoba satu identitas baru sebagai pengalaman nyata, misal merokok sebagai
symbol kejantanan dan kedewasaan, remaja ingin membuktikannya dengan mencoba di
hadapan teman sebayanya.
Sementara itu
latar belakang kondisi biologis dan psikologis yang berbeda-beda juga
menyebabkan kemungkinan remaja menjadi penyalah guna narkoba tidak sama.
Sejumlah hal terkait antara lain aspek organobiologis dan aspek psikologis.
Kepekaan remaja terhadap narkoba secara
biologis yang berbeda diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor
konstitutional dan genetic.Selain itu dipengaruhi mekanisme kerja zat pada
resptor, yaitu organ tubuh yang menangkap zat tersbut agar mempunyai khasiat.
Aspek
psikologis juga mempengaruhi penyakahgunaan narkoba pada remaja.Dari hasil
penelitian setyonegoro dan mansyur (dalam hawari 1991) menunjukkan bahwa aspek
psikologis menempati frekuensi tertinggi dalam hal penyalahgunaan narkoba pada
remaja.Hai ini disebabkan karena pada umumnya remaja mengalami ketidakstabilan
emosi dan adanya perubahan pada kepribadian, dan ini merupakan faktor yang
kondusif bagi tindak penyalahgunaan narkoba.Kepribadian seseorang yang ditandai
dengan ketidakmampuan menyesuaikan diri, perilaku anti social, dan kurang
percaya diri merupakan ciri kepribadian yang (vulnerable personality) rawan pada penyalahgunaan zat.Selain itu,
adanya gangguan kecemasan dan/ atau depresi membuat orang cenderung menyalahgunakan
zat.
Aspek
intrapersonal diidentifikasi dengan berperan penting dalam penyalahgunaan
narkoba pada remaja adalh rendahnya harga diri.Remaja dengan harga diri rendah
menggunakan narkoba sebagai sarana untuk mengembalikan kestabilan emosinya,
sehingga menimbulkan rasa aman bagi mereka.
Menurut Afiatin
(2000) untuk mendapatkan gambaran tentang karakteristik kepribadian remaja
penyalah guna narkoba berikut uraian berdasarkan hasil penelitian pada 10 orang
penyalah guna narkoba yang menunjukkan
·
Persepsi sebagian besar (80%) subjek
terhadap dirinya merasa kurang puas dengan kondisi fisiknya, kurang percaya
diri, merasa rendah diri dalam pergaulan social, merasa tidak memiliki prestasi
yang patut dibanggalan, merasa bahwa hidupnya belum banyak memberi manfaat bagi
orang lain
·
Persepsi terhadap keluarga sebagian
besar (70%) subjek merasa kurang diterima oleh keluarganya, sering mengalami
ketidakcocokan dan konflik serta merasa tidak dekat dengan ayahnya
·
Persepsi terhadap lingkungan sekolah,
sebagian besar (70%) subjek merasa dapat diterima oleh teman-temannya di
sekolah, dapat bergaul dan tidak sedikit merasa popular meskipun mereka
menyadari bahwa kepopulerannya itu dalam hal negative, misal sering membolos
·
Persepsi terhadap lingkungan sosial,
sebagian besar (80%) subjek merasa akrab dengan teman-temannya karena sering
berkumpul
IV.
Mekanisme
gangguan otak pada penggunaan napza
Narkoba berpengaruh pada bagian otak yang bertanggung jawab
atas kehidupan perasaan, yang disebut sistem limbus: Hipotalamus – pusat
kenikmatan pada otak – adalah bagian dari sistem limbus. Narkoba menghasilkan
perasaan ‘high’ dengan mengubah susunan biokimia molekul pada sel otak yang
disebut neuro-transmitter.
Dapat dikatakan bahwa otak bekerja dengan motto jika merasa
enak, lakukanlah. Otak dilengkapi alat untuk menguatkan rasa nikmat dan
menghindarkan rasa sakit atau tidak enak, guna membantu memenuhi kehidupan
dasar manusia, seperti rasa lapar, haus, rasa hangat, dan tidur. Mekanisme ini
merupakan mekanisme pertahanan diri. Jika lapar, otak menyampaikan pesan agar
mencari makanan yang dibutuhkan. Kita berupaya mencari makanan itu dan
menempatkannya diatas segala-galanya. Kita rela meninggalkan pekerjaan dan
kegiatan lain, demi memperoleh makanan itu.
Yang terjadi pada adiksi adalah
semacam pembelajaran sel-sel otak pada pusat kenikmatan. Jika mengonsumsi
narkoba, otak membaca tanggapan kita. Jika merasa nikmat, otak mengeluarkan
neurotransmitter yang menyampaikan pesan: “Zat ini berguna bagi mekanisme
pertahanan tubuh”. Jadi, ulangi pemakaiannya. “Jika memakai narkoba lagi, kita
kembali merasa nikmat seolah-olah kebutuhan kita terpuaskan”. Otak akan
merekamnya sebagai sesuatu yang harus dicari sebagai prioritas. Akibatnya, otak
membuat program salah, seolah-olah kita memang memerlukannya sebagai mekanisme
pertahanan diri. Maka terjadilah kecanduan!
Terlepas dari dampak buruknya, memang diakui ada mitos yang
diyakini oleh pengguna narkoba bahwa narkoba sebagai pengubah suasana hati.
Semua jenis narkoba mengubah perasaan dan cara berpikir seseorang tergantung pada
jenisnya.
1.
Perubahan pada suasana hati (menenangkan, rileks, gembira,
dan rasa bebas);
2.
Perubahan pada pikiran (stress hilang dan meningkatnya daya
khayal);
3.
Perubahan pada perilaku (meningkatkan keakraban, menghambat
nilai, dan lepas kendali).
A.
Narkoba Hancurkan
Kerja Otak
Bagi para pengguna narkotika, mungkin tidak menyadari kalau
akibat memakai narkoba akan menghancurkan kerja otaknya. Pemakaian narkoba
sangat mempengaruhi kerja otak yang berfungsi sebagai pusat kendali tubuh dan
mempengaruhi seluruh fungsi tubuh. Karena bekerja pada otak, narkoba mengubah
suasana perasaan, cara berpikir, kesadaran dan perilaku pemakainya. Itulah
sebabnya narkoba disebut zat psikoaktif.
Ada beberapa macam pengaruh narkoba pada kerja otak. Ada
yang menghambat kerja otak, disebut depresansia, sehingga kesadaran menurun dan
timbul kantuk. Contoh golongan ini adalah opioida yang di masyarakat awam
dikenal dengan candu, morfin, heroin dan petidin. Kemudian obat penenang atau
obat tidur (sedativa dan hipnotika) seperti pil BK, Lexo, Rohyp, MG dan
sebagainya, serta alkohol.
Namun ada pula narkoba yang memacu kerja otak, disebut
stimulansia, sehingga timbul rasa segar dan semangat,
percaya diri meningkat, hubungan dengan orang lain menjadi akrab. Akan tetapi
menyebabkan tidak bisa tidur, gelisah, jantung berdebar lebih cepat dan tekanan
darah meningkat. Contohnya adalah amfetamin, ekstasi, shabu, kokain, dan
nikotin yang terdapat dalam tembakau. Ada pula narkoba yang menyebabkan khayal,
disebut halusinogenika. Contoh LSD adalah Ganja yang menimbulkan berbagai
pengaruh, seperti berubahnya persepsi waktu dan ruang, serta meningkatnya daya
khayal, sehingga ganja dapat digolongkan sebagai halusinogenika. Dalam sel otak
terdapat bermacam-macam zat kimia yang disebut neurotransmitter. Zat kimia ini
bekerja pada sambungan sel saraf yang satu dengan sel saraf lainnya (sinaps).
Beberapa di antara neurotransmitter itu mirip dengan beberapa jenis narkoba.
Semua zat psikoaktif (narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lain) dapat
mengubah perilaku, perasaan dan pikiran seseorang melalui pengaruhnya terhadap
salah satu atau beberapa neurotransmitter. Neurotransmitter yang paling
berperan dalam terjadinya ketergantungan adalah dopamin.
Bagian otak yang bertanggung jawab atas kehidupan perasaan adalah
sistem limbus. Hipotalamus adalah bagian dari sistem limbus, sebagai pusat
kenikmatan. Jika narkoba masuk ke dalam tubuh, dengan cara ditelan, dihirup,
atau disuntikkan, maka narkoba mengubah susunan biokimiawi neurotransmitter
pada sistem limbus. Karena ada asupan narkoba dari luar, produksi dalam tubuh
terhenti atau terganggu, sehingga ia akan selalu membutuhkan narkoba dari luar.
Yang terjadi pada ketergantungan adalah semacam pembelajaran
sel-sel otak pada pusat kenikmatan. Jika mengonsumsi narkoba, otak membaca
tanggapan orang itu. Jika merasa nyaman, otak mengeluarkan neurotransmitter
dopamin dan akan memberikan kesan menyenangkan. Jika memakai narkoba lagi,
orang kembali merasa nikmat seolah-olah kebutuhan batinnya terpuaskan. Otak
akan merekamnya sebagai sesuatu yang harus dicari sebagai prioritas sebab
menyenangkan. Akibatnya, otak membuat program salah, seolah-olah orang itu
memerlukannya sebagai kebutuhan pokok. Terjadi kecanduan atau ketergantungan.
Pada ketergantungan, orang harus senantiasa memakai narkoba,
jika tidak, timbul gejala putus zat, jika pemakaiannya dihentikan atau
jumlahnya dikurangi. Gejalanya bergantung jenis narkoba yang digunakan. Gejala
putus opioida (heroin) mirip orang sakit flu berat, yaitu hidung berair, keluar
air mata, bulu badan berdiri, nyeri otot, mual, muntah, diare, dan sulit tidur.
Narkoba juga mengganggu fungsi organ-organ tubuh lain,
seperti jantung, paru-paru, hati dan sistem reproduksi, sehingga dapat timbul
berbagai penyakit. Contoh: opioida menyebabkan sembelit, gangguan menstruasi,
dan impotensi. Jika memakai jarum suntik bergantian berisiko tertular virus
hepatitis B/C (penyakit radang hati). Juga berisiko tertular HIV/AIDS yang
menurunkan kekebalan tubuh, sehingga mudah terserang infeksi, dan dapat menyebabkan
kematian. Ganja menyebabkan hilangnya minat, daya ingat terganggu, gangguan
jiwa, bingung, depresi, serta menurunnya kesuburan. Sedangkan kokain dapat
menyebabkan tulang sekat hidung menipis atau berlubang, hilangnya memori,
gangguan jiwa, kerja jantung meningkat, dan serangan jantung.
Jadi, perasaan nikmat, rasa nyaman, tenang atau rasa gembira
yang dicari mula-mula oleh pemakai narkoba, harus dibayar sangat mahal oleh
dampak buruknya. Seperti ketergantungan, kerusakan berbagai organ tubuh,
berbagai macam penyakit, rusaknya hubungan dengan keluarga dan teman-teman,
rongrongan bahkan kebangkrutan keuangan, rusaknya kehidupan moral, putus
sekolah, pengangguran, serta hancurnya masa depan dirinya.
B.
Rute
Administrasi
Agar obat untuk memiliki efek pada seseorang, maka pertama
yang harus diambil ke dalam tubuh orang itu dan aliran darah sehingga kemudian
dapat berinteraksi dengan otak . Obat yang masuk ke dalam aliran darah lebih
cepat cenderung memiliki lebih cepat, efek lebih intens.
Bagaimana Anda mengambil obat memiliki banyak hubungannya
dengan seberapa cepat itu akan berpengaruh Anda, dan berapa lama dampaknya akan
berlangsung. Orang lebih langsung yang mampu mendapatkan obat pilihan mereka ke
dalam aliran darah mereka, lebih cepat dan lebih intens pengaruh obat
cenderung. Jadi, semua hal lain dianggap sama, intravena (IV) injeksi obat akan
menghasilkan terburu-buru lebih besar daripada dosis oral dari obat yang sama
karena obat IV administered segera tersedia ke otak, dan tidak harus diserap
atau diproses.
Selain rute administrasi, jumlah obat yang bisa masuk ke
aliran darah pada suatu waktu merupakan faktor penting juga. Minum alkohol pada
waktu perut kosong akan mengakibatkan alkohol memasuki aliran darah lebih cepat
daripada jika minuman yang sama telah dengan perut penuh. Isi perut bertindak
sebagai semacam spons atau buffer, membatasi jumlah alkohol yang dapat diserap
ke dalam aliran darah dan dikirim ke otak pada suatu waktu tertentu.
Setelah obat ini dalam darah telah hampir akses langsung ke
otak. Ada penghalang darah-otak yang membuat banyak zat keluar dari otak, tapi
obat yang kita prihatin dengan di sini adalah mampu melewati bahwa pembatas
dengan sedikit kesulitan.
C.
Pentingnya
Dari Sinapsis
Untuk memahami bagaimana obat bekerja pada otak, pertama
kita harus memiliki beberapa pemahaman tentang bagaimana otak dibangun. Otak
adalah koleksi yang sangat rumit dari sel-sel yang dikenal sebagai neuron atau
(lebih informal) saraf. Setiap kali Anda berpikir tentang sesuatu, merasakan
sesuatu atau melakukan sesuatu, apa yang terjadi pada tingkat otak adalah bahwa
berbagai neuron mengirimkan informasi untuk satu sama lain tentang apa yang
Anda pikirkan, merasakan atau melakukan. Hal ini pada tingkat ini komunikasi
antar-neuron yang obat yang paling memiliki efek mereka.
Sebuah neuron yang diberikan adalah sel kurus panjang.
Memiliki tiga bagian utama yaitu dendrit, inti, dan akson. Informasi mengalir
melalui neuron dimulai pada dendrit dan berakhir di bagian terminal akson
(dikenal sebagai tombol). Neuron menerima informasi melalui struktur
cabang-seperti yang disebut dendrit. Sebagai neuron tumbuh, dendrit mereka
menjangkau dan melakukan kontak dengan akson neuron yang berdekatan. bagian
input dari neuron yang diberikan, kemudian, membuat kontak dengan bagian output
dari neuron lainnya. Sinyal yang berasal dari akson berkumpul banyak pada
dendrit neuron lain. Beberapa sinyal masuk (sinyal rangsang) menceritakan
neuron untuk mengaktifkan sendiri, sementara yang lain (sinyal penghambatan)
memberitahu neuron untuk tetap pasif. Ketika jumlah sinyal rangsang semakin
besar maka jumlah sinyal penghambatan, neuron 'mengaktifkan', yang berarti,
sinyal kimia-listrik yang dihasilkan di bagian atas neuron, dan membuat jalan
semua jalan ke bawah akson sampai hits tombol terminal. Sinyal pada tombol
terminal dijemput oleh dendrit neuron lain, dan proses berulang.
Sifat dari bagaimana sinyal berpindah dari satu neuron ke
lain adalah sangat penting. Walaupun neuron berbicara satu sama lain melalui
akson mereka saling berhubungan dan dendrit, tidak ada kontak fisik antara
tombol terminal satu neuron, dan dendrit lain. Sebaliknya, antara akson dan
dendrit adalah sebuah ruang atau gap, yang disebut 'sinaps'. Ketika sinyal
kimia-elektrik dari neuron diaktifkan mencapai tombol terminal, berhenti sinyal
listrik, dan rasul kimia yang dikenal sebagai 'neurotransmitter' yang
diperkenalkan ke dalam sinaps. Bahan kimia neurotransmiter mengapung di sinaps
dan terhubung dalam mode lock-dan-key dengan struktur protein yang dikenal
sebagai 'reseptor' yang tertanam di dinding dendrit dari neuron penerima. Ini
adalah kehadiran membuka 'kunci' neurotransmitter 'kunci' reseptor pada
permukaan dendrit dari neuron post-sinaptik (dan tidak ada sinyal listrik yang
melompat sinaps) yang menggairahkan atau menghambat neuron post-sinaptik
menjadi mengaktifkan atau tidak.
Setelah beberapa saat pendek di sinapsis, neurotransmiter
yang telah dirilis adalah mengingat kembali ke tombol terminal dalam proses
yang disebut "re-uptake" sehingga mereka tersedia harus neuron perlu
api lagi.
D.
Bagaimana
Obat Bekerja
Obat membuat efek mereka dikenal dengan bertindak untuk
meningkatkan atau mengganggu aktivitas neurotransmiter dan reseptor dalam
sinapsis otak. Beberapa neurotransmitter membawa pesan penghambatan di sinaps,
sementara yang lain membawa pesan rangsang; atletik. Narkoba meningkatkan pesan
yang dibawa oleh neurotransmitter neurotransmitter inhibisi menjadi lebih
hambat, dan neurotransmiter rangsang menjadi lebih rangsang transmisi
antagonis. Narkoba, di lain pihak, mengganggu dengan pesan neurotransmiter;
tindakan alami neurotransmiter terjadi gangguan dengan sehingga efek mereka
dikurangi atau dihilangkan.
Ada banyak cara yang obat dapat bertindak untuk meningkatkan
(tersiksa) suatu neurotransmitter yang diberikan:
1.
Obat atletik dapat memacu peningkatan produksi
neurotransmiter tertentu. Ketika mereka neurotransmiter ini kemudian dilepaskan
ke sinaps, mereka lebih banyak daripada biasanya, dan lebih zat
neurotransmitter menemukan jalan mereka ke reseptor post-sinaptik pada dendrit
dari neuron berikutnya.
2.
Obat atletik dapat mengganggu penyerapan kembali zat
neurotransmiter yang memiliki efek memaksa mereka untuk tetap tinggal di sinaps
dan berinteraksi dengan reseptor lebih lama dari biasanya (Kokain efek yang
Norepinefrin dan sistem neurotransmitter Dopamine hanya dalam cara ini).
3.
Obat atletik dapat melewati neurotransmitter seluruhnya, dan
hanya melayang keluar ke sinaps dan dirinya sendiri mengikat dengan dan
mengaktifkan reseptor neurotransmitter itu.
Demikian pula, ada banyak cara yang obat dapat bertindak
untuk mengganggu (menentang) suatu neurotransmitter yang diberikan:
1.
Obat antagonis dapat mengganggu pelepasan neurotransmiter ke
sinaps.
2.
Obat antagonis dapat bersaing dengan neurotransmitter untuk
mengikat reseptor neurotransmitter itu. Obat antagonis reseptor mengikat tetapi
tidak mengaktifkannya, sehingga menghalangi reseptor dari yang diaktifkan oleh
neurotransmitter.
3.
Obat antagonis dapat menyebabkan neurotransmitter bocor
keluar dari wadah mereka di tombol terminal, ke dalam cairan dari neuron
pra-sinapsis itu sendiri, membuat zat neurotransmitter tidak tersedia untuk
rilis ke sinaps. Ketika neuron diaktifkan, ada neurotransmitter kurang tersedia
akan dirilis ke sinaps.
Sebagian besar obat yang bisa disalahgunakan adalah agonis
berbagai neurotransmitter mereka bekerja untuk meningkatkan
efek alami dari neurotransmiter.
V.
Gejala
klinis
1.
Intoksikasi akut
-
Intoksikasi zat merujuk pada kondisi
mabuk atau melayang. Ini merupakan efek dari penggunaan zat psikoaktif. Sebagian cirri khusus dari intoksikasi
tergantung pada jenis obat yang digunakan, dosis, rektifitas biologis pemakai.
Tanda intoksikasi sering mencakup kebingungan, marah-marah, hendaya dalam
penilaian, kurang perhatian, serta terganggunya ketrampilan motorik dan
spasial.
-
Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan
: tingkat dosis zat yang digunakan, individu dengan kondisi organik tertentu
yang mendasarinya yang dalam dosis kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi
berat yang tidak professional
-
Disinhibisi yang ada hubungannya dengan
konteks sosial perlu dipertimbangan (misalnya disinhibisi perilaku pada pesta
atau upacara keagamaan)
-
Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi
peralihan yang timbul akibat penggunaan alcohol atau zat psikoaktif lain sehingga
terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, efek atau perilaku, atau
fungsi dan respons psikofisiologis lainnya.
-
Intensitas intoksikasi berkurang dengan
berlalunya waktu wakt dan pada akhirnya efeknya menghilag bila tidak terjadi penggunaan
zat lagi. Dengan demikian orang tersebut akan kembali ke kondisi semula,
kecuali jika ada jaringan yang rusak atau komplikasi lainnya.
2.
Penggunaan yang merugikan
-
Menurut DSM, penyalah gunaan zat
melibatkan pola peggunaan berulang yang menghasilkan konsekuensi yang merusak.
Konsekuensi yang merusak bisa termasuk kegagalan untuk memenuhi tanggungjawab
utama seseorang (misalnya sebagai siswa, pekerja atau orang tua), menempatkan
diri dalam situasi dimana penggunaan zat secara fisik berbahaya (misalnya
mencampur minuman dan menggunakan obat), berhadapan dengan masalah hokum
berulang kali karena penggunaan obat, atau memiliki masalah sosial atau
interpersonal karena penggunaan zat.
-
Saat seseorang berulang kali bolos
sekolah atau kerja karena mereka mabuk perilaku mereka cocok dengan definisi
penyalah gunaan zat
-
Adanya pola penggunaan zat psikoaktif
yang merusak kesehatan, yang dapat berupa fisik (seperti adanya kasus hepatitis
karena menggunakan obat melalui suntikan diri sendiri) atau mental (misalnya episode
gangguan depresi sekunder karena konsumsi berat alkohol).
-
Pola penggunaan yang merugikan sering
dikecam oleh pihak lain dan seringkali disertai berbagai konsekuensi sosial
yang tidak diinginkan.
-
Tidak ada sindrom ketergantungan, gangguan
psikotik atau bentuk spesifik lain dari gangguan yang berkaitan dengan
penggunaan obat atau alkohol.
3.
Sindrom ketergantungan
-
Adanya keinginan yang kuat atau dorongan
yang memaksa (komplusi) untuk menggunakan zat psikoaktif
-
Kesulitan dalam mengendalikan perilaku
menggukan zat, termasuk sejak mualinya, usaha penghentian atau pada tingkat
sedang menggunakan
-
Keadaan putus zat secara fisilogis
ketika penghentian penggunaan zat atau pengurangan, terbukti dengan adanya
gejala putus zat yang khas, atau orang tersebut menggunakan zat atau golongan
zat sejenis dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya
gejala putus zat
-
Terbukti adanya toleransi, berupa
peningkatan dosis zat psikoaktif yang diperlukan guna memperoleh efek yang sama
yang biasanya diperoleh dengan dosis lebih rendah
-
Secara progesif mengabaikan menikmati
kesenangan atau minat lain disebabkan penggunaan zat psikoaktif, meningkatnya
jumlah waktu yang diperlukan untuk mendapatkan atau menggunakan zat atau untuk
pulih dari akibatnya
-
Tetap menggunakan zat meskipun dia
menyadari adanya akibat yang merugikan kesehatannya
Dalam referensi lain, meski jalan menuju
ketergantungan zat bervariasi antara orang satu dengan orang yang lain,
beberapa pola umum digambarkan melalui tahapan berikut ini (Weiss & Mirin,
1987):
-
Eksperimentasi. Selama tahap
eksperimentasi atau penggunaan berkala, obat secara sementara membuat
penggunanya merasa nyaman, bahkan eurofik. Pengguna merasa terkendali dan dapat
berhenti kapan saja.
-
Penggunaan rutin. Selama tahap
berikutnya, periode penggunaan rutin, orang mulai mengtur hidupnya seputar
mendapatkan dan menggunakan obat. Penyangkalan memainkan peran penting dalam
tahap ini, ketika pengguna menutupi konsekuensi negatif perilaku mereka dari
mereka sendiri dan orang lain. Nilai-nilai berubah. Apa yang sebelumnya
penting, seperti keluarga dan pekerjaan, menjadi kurang penting dibandingkan
obat. Dengan penggunaan rutin yang terus berlangsung, masalah pun bertambah.
-
Adiksi atau ketergantungan. Penggunaan
rutin menjadi adiksi atau ketergantungan saat pengguna merasa tidak berdaya
untuk menolak obat, baik karena mereka ingin mengalami efek obat atau untuk
menghindari konsekuensi putus zat. Hanya sedikit atau tak ada hal lain yang
lebih penting pada tahap ini.
4.
Keadaan putus zat
-
Keadaan putus zat mencakup sekelompok
karakteristik gejala putus zat yang terjadi saat orang yang tergantung secara
mendadak menghentikan penggunaan zat tertentu setelah periode penggunaan berat
yang berkepanjangan.
-
Merupakan salah satu indikator dari sindrom ketergantungan, diagnosis
sindrom ketergantungan zat harus dipertimbangkan
-
KPZ
dicatat sebagi diagnosis utama bila merupakan alasan rujukan dan cukup parah
sehingga perlu perhatian khusus
-
Orang yang mengalami gejala putus zat
seringkali kembali menggunakan zat untuk menghilangkan rasa tidak nyaman akibat
putus zat, yang membuat pola adiksi menetap.
-
Gejala fisik bervariasi sesuai dengan
zat yang digunakan. Gangguan psikologis (misalnya anxietas, depresi dan
gangguan tidur) merupakan gambaran umum dari keadaan putus zat ini.
5.
Keadaan putus zat dengan delirium
-
Delirium tremens, yang merupakan akibat
dari putus alkohol secara absolute atau relative pada pengguna yang
ketergantungan berat dengan riwayat penggunaan yang lama. Onset biasanya
terjadi sesudah putus alkohol. Keadaan gaduh geliasah toksik yang berlangsung
singkat tapi ada kalanya dapat membahayakan jiwa, yang disertai gangguan
somatik.
-
Definisi
: suatu
gangguan mental organik dengan ciri khas penurunan kesadaran
yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif
-
Delirium, kondisi kekacauan mental,
disorientasi dan kesulitan yang ekstrem dalam memusatkan perhatian.
-
Gejala prodromal khas berupa: insomnia,
gemetar dan ketakutan.
6.
Gangguan psikotik
-
Gangguan psikotik yang terjadi selama
atau sesegera sesudah penggunaan zat psikoaktif (biasanya dalamwaktu 48 jam)
bukan merupakan manifestasi dari keadaan putus zat dengan delirium atau suatu
onset lambat.
-
Gangguan psikotik yang disebabkan oleh
zat psikoaktif dapat tampil dengan pola gejala yang bervariasi. Variasi ini
dipengaruhi oleh jenis zat yang digunakan dan kepribadian pengguna zat.
-
Fenomena
psikotik yang terjadi selama atau segera sesudah penggunaan zat psikoaktif dan
ditandai halusinasi ( khas auditorik ), kekeliruan identifikasi, waham /
gagasan menyangkut diri sendiri (paranoid, kejaran )
-
Gangguan
psikomotor, afek abnormal
VI.
Komplikasi
Pada dasarnya akibat penyalahgunaan
narkoba dapat dibagi menjadi akibat fisik dan psikis. Akibat yang terjadi tentu
tergantung kepada jenis narkoba yang digunakan, cara penggunaan, dan lama penggunaan.
Beberapa akibat fisik ialah
kerusakan otak, gangguan hati, ginjal, paru-paru, dan penularan HIV/AIDS
melalui penggunaan jarum suntik bergantian. Sebagai contoh, sekitar 70 persen
pengguna narkoba suntikan di Cina tertular HIV/ AIDS. Di Indonesia, sejak
beberapa tahun terakhir ini jumlah kasus HIV/AIDS yang tertular melalui
penggunaan jarum suntik di kalangan pengguna narkotik tampak meningkat tajam.
Akibat lain juga timbul sebagai komplikasi cara penggunaan narkoba melalui
suntikan, misalnya infeksi pembuluh darah dan penyumbatan pembuluh darah.
Di samping akibat tersebut di atas,
terjadi juga pengaruh terhadap irama hidup yang menjadi kacau seperti tidur,
makan, minum, mandi, dan kebersihan lainnya. Lebih lanjut, kekacauan irama
hidup memudahkan timbulnya berbagai penyakit.
Akibat psikis yang mungkin terjadi
ialah sikap yang apatis, euforia, emosi labil, depresi, kecurigaan yang tanpa
dasar, kehilangan kontrol perilaku, sampai mengalami sakit jiwa. Akibat fisik
dan psikis tersebut dapat menimbulkan akibat lebih jauh yang mungkin mengganggu
hubungan sosial dengan orang lain. Bahkan acapkali pula merugikan orang lain.
Sebagai contoh, perkelahian dan kecelakaan lalu lintas yang terjadi karena
pelaku tidak berada dalam keadaan normal, baik fisik maupun psikis.
Benarkah narkoba dapat meningkatkan
fungsi seksual?
Tidak benar narkoba dapat
meningkatkan fungsi seksual. Melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh semua jenis
narkoba, baik secara fisik maupun psikis, sebenarnya tidak ada pengaruh yang
positif terhadap fungsi seksual. Sebaliknya, justru pengaruh negatif yang dapat
terjadi.Tetapi sayang banyak warga masyarakat yang telah tertipu oleh informasi
salah, yang sangat mungkin sengaja disebarkan oleh para pedagang narkoba.
Informasi salah bahwa narkoba dapat meningkatkan gairah seksual dan dapat
memperkuat kemampuan seksual merupakan informasi yang telah menyesatkan banyak
orang. Banyak orang yang percaya dengan
informasi itu, lalu menggunakan narkoba dan akhirnya tidak dapat melepaskan
diri. Bukan manfaat terhadap fungsi seksual yang didapat, melainkan berbagai
akibat buruk, bahkan kematian.
Bagaimana pengaruh narkoba terhadap
fungsi seksual dan reproduksi?
Gangguan fungsi seksual dan
reproduksi yang terjadi, tergantung pada jenis narkoba yang digunakan dan
jangka waktu menggunakan bahan yang berbahaya itu. Benikut akan diuraikan
pengaruh beberapa jenis narkoba terhadap fungsi seksual dan reproduksi.
Mengapa sebagian pengguna narkoba
mengaku fungsi seksualnya lebih baik?
Kalau ada sebagian pengguna narkoba
yang mengaku fungsi seksualnya lebih baik, sebenarnya itu adalah pengakuan yang
palsu tetapi tidak disadari. Perasaan bahwa fungsi seksualnya lebih baik,
terutama justru disebabkan oleh pengaruh negatif narkoba.
Sebagai contoh, karena menggunakan
ecstasy mereka merasa lebih segar dan bergembira sehingga merasa fungsi
seksualnya juga lebih baik. Pengguna ecstasy menjadi lebih berani karena
kehilangan kontrol sehingga tidak takut melakukan hubungan seksual, termasuk
hubungan seksual yang berisiko tinggi.
Pengguna depresan atau obat penenang
merasa lebih tenang sehingga lebih berani melakukan hubungan seksual, bahkan
dengan siapa saja. Karena itu mereka beranggapan fungsi seksualnya lebih baik
setelah menggunakan depresan. Jadi pengakuan mereka sebenarnya adalah pengakuan
palsu yang tidak mereka ketahui. Padahal yang terjadi sebenarnya adalah proses
gangguan fungsi seksual dan reproduksi. Di samping itu, tentu mereka akan
mengalami ketergantungan terhadap narkoba dengan segala akibat buruknya, sampai
pada kematian.
Bahaya dan Gangguan Penyalahgunaan
Narkotika Dan Psikotropika
Semua penyalahgunaan NAPZA berbahaya
dan merusak kesehatan baik secara fisik, mental emosional maupun sosial.
Pengaruh NAPZA tidak sama pada setiap orang tergantung pada beberapa faktor
berikut :
- Jenis yang digunakan
- Jumlah / dosis yang dipakai
- Frekuensi pemakaian
- Cara pemakaian (diminum, dihisap, disuntik)
- Zat lain yang digunakan bersamaan.
- Pengalaman pemakaian sebelumnya
- Kondisi pemakaian
- Kepribadian si pemakai.
Bahaya dan Akibat Penyalahgunaan
Narkotika dan Psikotropika
1.Gangguan fisik
2.Gangguan mental emosional
3.Intoksikasi (keracunan karena zat)
4.Kelebihan dosis
5.Sindroma ketergantungan
6.Toleransi
7.Gejala putus zat
8.Kekambuhan (Relaps)
9.Gangguan psikiatri lain
10.Dampak sosial
GANGGUAN FISIK
·
Infeksi
/ asbes atau bekas luka akibat suntikan.
·
Infeksi
pada paru-paru (Bronkhitis dan TBC)
·
Infeksi
pada jantung
·
Gangguan
fungsi hati (Hepatitis B dan C)
·
Penularan
HIV/AIDS
·
Denyut
nadi tidak teratur
·
Hipertensi
·
Gangguan
pencernaan
·
Kerusakan
jaringan otak
·
Gangguan
ginjal
·
Gangguan
syaraf tepi dan syaraf mata
·
Kerusakan
sel otak dan kerusakan kromoson.
GANGGUAN MENTAL EMOSIONAL
- Gangguan psikotik
- Gangguan tidur
- Depresi berat
- Cemas
- Hiperaktif
- Paranoid
INTOKSIKASI (Keracunan karena Zat)
Adalah suatu kondisi yang timbul
akibat penggunaan zat dimana terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif,
persepsi dan perilaku. Karena pengaruh langsung zat terhadap jaringan otak
menyebabkan kendali emosi melemah, Prestasi pekerjaan menurun dan gagal
memenuhi tanggung jawabnya, meskipun secara umum pasien tampak dalam Keadaan
sadar.
- Pengendalian diri kurang, sehingga pemakai menjadi
lepas kendali.
- Agresif
- Mudah tersinggung
- Tekanan darah meningkat
- Cenderung berkelahi
KELEBIHAN DOSIS
·
Kelebihan
dosis HEROIN dapat menyebabkan berhentinya pernapasan, sehingga mengakibatkan
kematian.
·
Kelebihan
Dosis Amfetamin, Ekstansi, Shabu-shabu dapat menyebabkan kematian akibat
pecahnya pembuluh darah.
TOLERANSI
Menurunnya pengaruh NAPZA setelah
pemakaian berulang, sehingga tubuh membutuhkan jumlah/takaran yang lebih besar
lagi, agar timbul pengaruh atau efek yang sama. Akibatnya dapat terjadi bahaya
OVER DOSIS bahkan kematian.
SINDROM KETERGANTUNGAN
Penyalahgunaan NAPZA menyebabkan
ketergantungan baik fisik maupun psikologis, bila pemakaiannya terus menerus
dan dalam jumlah yang cukup banyak.
1.Ketergantungan fisik, ditunjukan
dengan adanya toleransi/atau gejala putus zat (withdrawal)
2.Ketergantungan Psikologis keadaan
dimana adanya keinginan/dorongan yang tertahankan/kompulsif untuk menggunakan
NAPZA. Hal ini sering juga disebut Adiksi
/ Kecanduan
2.4 Dampak penggunaan NAPZA
NAPZA berpengaruh
pada tubuh manusia dan lingkungannya :
Komplikasi Medik, biasanya
digunakan dalam jumlah yang banyak dan cukup lama. Pengaruhnya pada :
a. Otak dan susunan saraf pusat :
· gangguan daya ingat
· gangguan perhatian
/ konsentrasi
· gangguan bertindak
rasional
· gagguan perserpsi
sehingga menimbulkan halusinasi
· gangguan motivasi,
sehingga malas sekolah atau bekerja
· gangguan
pengendalian diri, sehingga sulit membedakan baik / buruk.
b. Pada saluran napas dapat terjadi radang
paru (Bronchopnemonia), pembengkakan
paru (Oedema Paru).
c. Pada jantung dapat terjadi peradangan
otot jantung serta penyempitan pembuluh darah jantung.
d. Pada hati dapat terjadi Hepatitis B dan
C yang menular melalui jarum suntik dan hubungan seksual.
e. Penyakit Menular Seksual ( PMS ) dan
HIV/AIDS. Para pengguna NAPZA dikenal dengan perilaku seks resiko tinggi,
mereka mau melakukan hubungan seksual demi mendapatkan uang untuk membeli zat.
Penyakit Menular Seksual yang terjadi adalah : kencing nanah (GO), raja singa
(Siphilis) dll. Dan juga pengguna NAPZA yang mengunakan jarum suntik secara
bersama-sama membuat angka penularan HIV/AIDS semakin meningkat. Penyakit
HIV/AIDS menular melalui jarum suntik dan hubungan seksual, selain itu juga
dapat melalui tranfusi darah dan penularan dari ibu ke janin.
f. Pada sistem Reproduksi sering
mengakibatkan kemandulan.
g. Pada kulit sering terdapat bekas
suntikan bagi pengguna yang menggunakan jarum suntik, sehingga mereka sering
menggunakan baju lengan panjang.
h. Komplikasi pada kehamilan :
·
Ibu : anemia, infeksi vagina, hepatitis, AIDS.
·
Kandungan : abortus, keracunan kehamilan, bayi lahir mati
·
Janin : pertumbuhan terhambat, premature, berat bayi rendah.
2. Dampak Sosial :
a.
Di Lingkungan Keluarga :
· Suasana nyaman dan
tentram dalam keluarga terganggu, sering terjadi pertengkaran, mudah
tersinggung.
· Orang tua resah
karena barang berharga sering hilang.
· Perilaku menyimpang
/ asosial anak ( berbohong, mencuri, tidak tertib, hidup bebas) dan menjadi aib
keluarga.
· Putus sekolah atau
menganggur, karena dikeluarkan dari sekolah atau pekerjaan, sehingga merusak
kehidupan keluarga, kesulitan keuangan.
· Orang tua menjadi
putus asa karena pengeluaran uang meningkat untuk biaya pengobatan dan
rehabilitasi.
b.
Di Lingkungan Sekolah :
· Merusak disiplin
dan motivasi belajar.
· Meningkatnya tindak
kenakalan, membolos, tawuran pelajar.
· Mempengaruhi
peningkatan penyalahguanaan diantara sesama teman sebaya.
c.
Di Lingkungan Masyarakat :
· Tercipta pasar
gelap antara pengedar dan bandar yang mencari pengguna / mangsanya.
· Pengedar atau
bandar menggunakan perantara remaja atau siswa yang telah menjadi
ketergantungan.
· Meningkatnya
kejahatan di masyarakat : perampokan, pencurian, pembunuhan sehingga masyarkat
menjadi resah.
· Meningkatnya
kecelakaan.
VII.
Penatalaksanaan
/ penanganan
Penanganan Obat
Konsep dasar terapi
(nida, 1999):
·
Tidak ada satu-satunya bentuk terapi
yang sesuai untuk semua individu
·
Fasilitas terapi harus selalu tersedia
sepanjang waktu, karena kapan kebutuhan diperlukan tidak dapat diramal.
·
Terapi yang efektif yaitu harus mampu
memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu, tidak semata-mata menghentikan
penggunaan NAPZA.
·
Rencana terapi harus sering dievaluasi,
kontinyu, dimodifikasi guna penyesuaian dengan need korban.
·
Korban ketergantungan harus bertahan
dalam satu periode waktu yang cukup lama
·
Konseling dan psikoterapi merupakan
komponen penting
·
Medikasi juga penting, namun diperlukan
kombinasi dengan konseling dan terapi perilaku
·
Ko-morbiditas baik fisik maupun
psikiatrik harus diterapi bersama-sama dan integratif
·
Detoksifikasi hanya awal terapi, dan
banyak dilaporkan kegagalan jika menggunakan terapi tunggal
·
Terapi tidak harus selalu voluntary, kadang-kadang juga compulsory
·
Dalam proses terapi, korban
ketergantungan sering menggunakan zat lain tanpa sepengetahuan terapis,
sehingga perlu selalu dimonitor
·
Konsekuensi fisik lain juga harus
mendapatkan terapi, recovery adalah
suatu proses panjang.
Jenis
terapi: digunakan terapi kombinasi yaitu farmako terapi dan non-farmakoterapi
Terapi umum keadaan
EMERGENSI (BNN, 2003):
1. Airway;
bebaskan jalan nafas
2. Breathing:
lancarkan pernafasan
3. Circulation:
lancarkan peredaran darah
4. Pemeriksaan
lebih lanjut kemungkinan perdarahan atau trauma
5. Observasi
kemungkinan kejang
6. Bila
terjadi hipoglikemia, berikan 50ml Glukosa 50% IV
Terapi
Simtomatik:
o
anti agresi (haloperidol, fluphenazine,
chlorpromazine)
o
anti anxietas (diazepam, lorazepam)
o
anti halusinasi (trifluoperazine, thioridazine)
o
anti insomnia (estazolam, triazolam)
Terapi
Withdrawal:
·
Abrupt
withdrawal (cold turkey)
atau hanya obat-obat simtomatik
·
Klasik (clonidin, kodein, plus
obat-obatan simtomatik)
·
Metadon
·
Buprenorfin
·
Rapit
detox atau ultra
rapid detox
Terapi
Subtitusi
Sering
dinamakan Program Terapi Rumatan
Zat
subtitusi yang digunakan:
·
Full agonist metadon, feroin, morfin)
·
Antagonist (naltrkson, nalokson)
·
Partial agonist (buprenorfin)
Terapi
ketergantungan opioida yang efektif menurut WHO (2003) adalah terapi abstinensia
dan terapi substitusi. Ada 3 bentuk terapi substitusi, yaitu : agonis opioida
(metadon), antagonis opioida (naltrekson) dan parsial agonis opioida (buprenorfin).
Buprenorfin adalah salah satu semi-sintetik opioida yang telah diketemukan
sejak tahun 1965 dengan melalui berbagai penelitian telah di approved oleh FDA
pada tahun 2002 dan mendapat izin edar di Indonesia pada akhir tahun yang sama
Nama program terapi tergantung pada
jenis zat subtitusi yang digunakan,
Methadone
Maintenance Program : biasanya yang menjalani program ini adalah mereka yang
telah berkali-kali gagal mengikuti program terapi, habilitasi dan rehabilitasi
lain. Untuk menjalankan program ini diperlukan administrasi yang baik; untuk
menghindari kemungkinan adanya pasien yang mendapat jatah obat lebih. Jadi
harus ada satu pusat catatan Medik terpadu.Sebelum mengikuti program ini pasien
harus diperiksa secara medis dahulu termasuk pemeriksaan darah rutin, test
fungsi hati, rontgen paru-paru dan EKG. Dosis methadon setiap hari dimulai dari
30-40 mg, biasanya dosis maintenance sebesar 40-80 mg perhari. Jarang melebihi
120 mg perhari. Setiap hari pasien harus datang ke pusat terapi dan minum jatah
methadon di hadapan petugas; biasanya diminum dengan segelas jus jeruk. Bagi
mereka yang sekolah atau bekerja dan konditenya baik dapat datang ke pusat
terapi dua kali seminggu dan membawa methadon pulang ke rumahnya (diberikan
methadon yang berjangka waktu kerja lama yaitu LAAM - L Alfa Aceto-Methadol).
Sewaktu-waktu urin harus diperiksa untuk memastikan bahwa methadon yang
diperoleh dan dibawa pulang dipakai sendiri dan bukan dijual.
Misalnya
pemberian antagonis opioida seperti naltrekson dapat memblok/menghambat
pengaruh fisiologi dan subyektif dari pemberian opioida berikutnya. Pada kasus
lain, gejala-gejala abstinensia yang dicetuskan oleh penggunaan antagonis
opioida, misalnya nalokson, dianggap sebagai provocative test untuk mengetahui
adanya penggunaan opioida. Terapi
antagonis opioida : misalnya neltrexon; kerjanya menghambat efek euforia dari
opioida sehingga pasien akan merasa percuma menggunakan opioida karena tidak
mengalami euforia. Di sini perlu sekali pengertian dari pasien, karena bila
pasien tidak serius ingin berhenti memakai opioida, maka bila dia menggunakan
naltrexon, dan juga menggunakan opioida, maka dapat terjadi overdosis opioida.
Naltrexon diberikan sebanyak 50 mg perhari atau disesuaikan dengan dosis
pemakaian opioida; sebaiknya diberikan selama minimal 6-12 bulan.
Opioid
yang digunakan digantikan dengan subtitusi metadon ataupun buprenorfin maupun
naltrekson.
Terbukti
cukup efektif dalam:
·
Meningkatkan rasa kesejahteraan
korban/klien.
·
Memudahkan kembali ke aktivitas
pekerjaan / fungsi dalam masyarakat.
·
Mampu menurunkan angka kriminalitas dan
meningkatkan kepatuhan terapi
Kontroversi
terapi subtitusi:
·
Menggunakan opiate sintetis yang sangat
adiktif
·
Dapat berakibat mengganti ketergantungan
·
Tidak semua berhasil
Terapi medik
ketergantungan napza merupakan kombinasi psikofarmakoterapi dan terapi perilaku.
Meskipun telah dipahami bahwa banyak faktor yang terlibat dalam terapi
ketergantungan zat (termasuk faktor problema psikososial yang sangat kompleks),
namun upaya penyembuhan ketergantungan napza dalam konteks medik tetap selalu
diupayakan. Seperti diketahui, terapi medik ketergantungan napza terdiri atas
dua fase berikut:
- Detoksifikasi
- Rumatan (maintenance,
pemeliharaan, perawatan).
Kedua bentuk
fase terapi ini merupakan suatu proses berkesinambungan, runtut, dan tidak
dapat berdiri sendiri.
Terapi Detoksifikasi
Detoksifikasi
merupakan langkah awal proses terapi ketergantungan opioida dan merupakan
intervensi medik jangka singkat. Seperti telah disebutkan di atas, terapi
detoksifikasi tidak dapat berdiri sendiri dan harus diikuti oleh terapi rumatan.
Bila terapi detoksifikasi diselenggarakan secara tunggal, misalnya hanya
berobat jalan saja, maka kemungkinan relaps lebih besar dari 90 %.
Tujuan terapi detoksifikasi opioida adalah
Tujuan terapi detoksifikasi opioida adalah
·
Untuk mengurangi, meringankan, atau meredakan
keparahan gejala-gejala putus opioida
·
Untuk mengurangi keinginan, tuntutan dan kebutuhan
pasien untuk "mengobati dirinya sendiri" dengan menggunakan :
o
Metadon: adalah substitusi opioida yang
merupakan pilihan utama dalam terapi detoksifikasi opioida secara gradual.
Proses detoksifikasi berlangsung relatif lama (lebih dari 21 hari) Selama
proses terapi detoksifikasi metadon berlangsung, angka relaps dapat ditekan.
Setelah detoksifikasi berhasil, kemudian dilanjutkan dengan terapi rumatan :
Methadone Maintenance Treatment Program.
o
Klonidin: adalah suatu central
alpha-2-adrenergic receptor agonist, yang digunakan dalam terapi hipertensi.
Klonidin mengurangi lepasnya noradrenalin dengan mengikatnya pada presynaptic
alpha2 receptor di daerah locus cereleus, dengan demikian mengurangi gejala-gejala
putus opioida. Karena terbatasnya substitusi opioida lain di Indonesia,
beberapa dokter telah menggunakan kombinasi klonidin, kodein dan
papaverin untuk terapi detoksifikasi. Klonidin digunakan dalam kombinasi untuk
mengurangi gejala putus opioida ringan seperti: menguap, keringat dingin, air
mata dan lainnya. Clocopa method tersebut dapat digunakan untuk berobat jalan
maupun rawat inap. Namun karena klonidin sendiri tidak dapat memperpendek masa
detoksifikasi, maka diperlukan kombinasi dengan naltrek- son. Naltrekson adalah
suatu senyawa antagonis opioida. Cara tersebut dikenal dengan nama Clontrex
Method yang dapat dilakukan untuk pasien berobat jalan maupun pasien rawat
inap. Umumnya program detox dengan cara Clontrex method ini berlangsung selama
3-5 hari dan kemudian diikuti dengan terapi rumatan : Opamat-ED Program.
o
Lofeksidin dan Guanfasin: Lofeksidin
adalah analog klonidin tetapi mempunyai keuntungan bermakna karena tidak banyak
mempengaruhi tekanan darah. Guanfasin adalah senyawa alpha-2 adrenergic agonist
yang juga mempunyai kemampuan untuk mengurangi gejala putus opioida.
o
Buprenorfin: adalah suatu senyawa yang berkerja
ganda sebagai agonis dan antagonis pada reseptor opioida. Gejala putus opioida
pada terapi buprenorfin sangat ringan dan hilang dalam sehari setelah pemberian
buprenorfin sublingual. Pemberian buprenorfin juga digunakan sebagai awal dari
terapi kombinasi Clontrex Method. Midazolam-Naltrekson: kombinasi
midazolam-naltrekson juga telah digunakan untuk memperpendek waktu terapi
detoksifikasi. Selama dalam pengaruh sedasi midazolam intravena, pasien diberi
nalokson intravena, suatu antagonis opioida.
TerapiRumatan :
Terapi rumatan ketergantungan
opioida bertujuan antara lain untuk :
- Mencegah atau mengurangi
terjadinya craving terhadap opioida
- Mencegah relaps (menggunakan
zat adiktif kembali).
- Restrukturisasi
kepribadian
- Memperbaiki fungsi fisiologi
organ yang telah rusak akibat penggunaan opioida
Tujuan
farmakoterapi rumatan pasca detoksifikasi adalah
- Menambah holding power untuk
pasien yang berobat jalan sehingga menekan biaya pengobatan
- Menciptakan suatu window of
opportunity sehingga pasien dapat menerima intervensi psikososial selama
terapi rumatan dan mengurangi risiko.
- Mempersiapkan kehidupan yang
produktif selama menggunakan terapi rumatan
Methadone: adalah suatu
substitusi opioida yang bersifat agonis dan long-acting. Sejak tahun 1960an di
Amerika dan Eropa, penggunaan metadon dianggap sebagai terapi baku untuk pasien
ketergantungan opioida. Klinik-klinik Metadon berkembang di beberapa tempat
dengan berbagai variasi program. Beberapa kelemahan terapi metadon: harus
datang ke fasilitas kesehatan sekurang-kurangnya sekali sehari, terjadinya
overdosis, ketergantungan metadon, dan kemungkinan terjadinya peredaran ilegal
metadon. Dewasa ini dikembangkan suatu bentuk derivat metadon,
levacethylmethadol, yang mempunyai masa aksi lebih lama (72 jam) sehingga
pasien tidak perlu tiap hari datang ke fasilitas kesehatan.
Buprenorfin: dapat juga digunakan untuk terapi rumatan. Seperti levacethylmethadol, hanya diberikan 2 atau 3 kali dalam seminggu karena masa aksinya yang panjang. Karena kemungkinan penyalahgunaan, kombinasi buprenorfin dan naltrekson juga telah dipelajari dan dicoba untuk terapi ketergantungan opioida.
Buprenorfin: dapat juga digunakan untuk terapi rumatan. Seperti levacethylmethadol, hanya diberikan 2 atau 3 kali dalam seminggu karena masa aksinya yang panjang. Karena kemungkinan penyalahgunaan, kombinasi buprenorfin dan naltrekson juga telah dipelajari dan dicoba untuk terapi ketergantungan opioida.
Disulfiram, Disulfiram and Behaviour Therapy: Disulfiram, suatu alcohol antabuse yang diketemukan di Denmark tahun 1948. Disulfiram sangat efektif jika diberikan kepada pasien ketergantungan alkohol secara ambulatory di bawah supervisi. Disulfiram dibuat sebagai tablet buih yang mudah larut dalam air, sehingga mudah diminum. Terapi disulfiram tanpa pemantauan hasilnya kurang menguntungkan. Hasil yang memuaskan justru diperoleh melalui kombinasi disulfiram dengan terapi perilaku kognitif.
Terapi
Disulfiram (Antabuse) : merupakan terapi aversif pada ketergantungan alkohol;
jadi merupakan suatu bentuk terapi tingkah laku. Disulfiram menghambat
metabalisme alkohol dalam darah sehingga kadar asetaldehida dalam plasma
meningkat. Jadi bila minum Disulfiram, lalu kemudian meminum juga alknhol, maka
akan timbul suatu perasaan yang tidak enak misalnya mual, muntah, rasa penuh di
kepala dan leher, nyeri kepala, muka merah, wajah berkeringat, berdebar-debar,
rasa napas pendek, rasa tak enak di dada, vertigo, penglihatan kabur, dan
kebingungan. Kontra indikasi pemberian disulfiram ialah penyakit jantung. Dosis
250 mg setiap hari atau 509 mg tiga kali seminggu selama satu tahun. Disulfiram
sebaiknya diberikan bersama-lama dengan terapi lain seperti psikoterapi
individual atau kelompok, konseling individual atau mengikuti pertemuan alkohol
anonimus. Perlu pengawasan dari anggata kaluarga agar terjamin bahwa disulfiram
tetap dimakan secara teratur.
PSIKOTERAPI
Penggunaan
pada korban NAPZA dapat dilakukan secara individual maupun kelompok,
masing-masing mempunyai keuntungan.
Individual:
·
Lebih privasi
·
Terapis lebih fleksibel untuk menanggapi
permasalahan
·
Prosentase waktu terapi lebih tinggi
untuk fokus pada isu relevan individu
·
Logistik: lebih praktis
·
Dapat lebih sesuai untuk individu yang
tidak mampu terlibat dalam kelompok
·
Biaya tentu lebih mahal
·
Tidak ada tekanan teman sekelompok untuk
perubahan ke arah positif
Kelompok:
·
Identifikasi timbal balik, mengurangi
perasaan diasingkan
·
Penerimaan teman sekelompok
·
Konfrontasi terapeutik, umpan balik
relistis
·
Tekanan teman sekelompok, tanggung jawab
untuk perubahan positif
·
Pertukaran informasi, membangkitkan
optimisme dan harapan
·
Lebih hemat biaya
·
Akan menyingkap identitas dan
permasalahan pribadi ke orang lain
·
Isi dan langkah perawatan ditentukan
oleh kelompok secara keseluruhan
·
Hanya suatu bagian kecil waktu terapi
difokuskan bagi kebutuhan seseorang
·
Kurang praktis (logistik)
·
Tidak seluruhnya sesuai untuk semua
ketergantungan zat
Cognitive
Behavior Therapy (CBT)
Didasarkan
atas konsep bahwa emosi dan perilaku dihasilkan (terutama, tidak semata-mata)
dari proses pikiran; dan manusia dapat mengubah proses ini untuk mendapatkan
cara merasa dan berperilaku yang berbeda (Froggatt, 2006).
Psikopatologi
CBT
Activating Event
(A) adalah suatu kejadian yang mengaktivasi, stressor yang sangat mempengaruhi individu. Baik langsung maupun
tidak langsung mengenai individu. Hal tersebut sangat diyakini oleh individu (Belief, B). Karena sangat mempengaruhi
pikiran individu dan keyakinan tersebut sehingga menimbulkan konsekuensi
(Consequences, C), jika mempengaruhi emosionalnya maka akan timbul keluhan
somatik yang selanjutnya mempengaruhi perilakunya. Keadaan tersebut akan
bersifat feedback terhadap belief, atau menjadikan penguatan
terhadap belief nya. Individu semakin
yakin bahwa keluhan tersebut akibat dari stressor. Konsekuensi juga bisa
langsung mempengaruhi perilakunya yang juga akan berakibat terjadi penguatan
terhadap keyakinannya (belief).
Keadaan tersebut di atas terus menerus dirasakan oleh individu yang akhirnya
mempengaruhi kinerjanya, peran sosialnya, maupun peran kesehariannya.
CBT
adalah melakukan pemutusan dari belief dan atau feedback yang menimbulkan konsekuinsi somatik dan perilaku atau
agar supaya tidak menimbulkan penguatan terhadap keyakinannya. Juga bisa pada
konsekuensi yang mempengaruhi emosionalnya, sehingga tidak menimbulkan keluhan
somatik lagi.
Penggunaan
CBT untuk korban NAPZA
·
Penyalahgunaan zat diperantarai proses
kognitif dan tingkah laku komplek
·
Penyalahgunaan zat dan hubungannya
dengan proses kognitif perilaku adalah proses yang dipelajari
·
Penyalahgunaan zat dan hubungannya
dengan proses kognitif perilaku dapat dimofikasi, terutama dengan CBT
CBT
untuk penata laksanaan ketergantungan zat dapat juga dikombinasikan dengan
terapi yang lain, seperti: Motivational
Enhancement Therapy, Contigency Management, Cognitf therapy, Behavioral Marital
therapy, Community Reinforcement Approach.
HYPNOTHERAPY
Hipnosis:
suatu rangkaian perubahan pengalaman subyektif yang dapat diamati, seperti
perubahan sensasi, persepsi, emosi, pikiran, atau perilaku, yang terjadi
setelah induksi hipnotik.
Konsep Dasar Hipnosis
- Proses hipnosis dilakukan
dengan cara merubah konsentrasi, dari fokus eksternal ke fokus internal
- Setiap proses hipnosis adalah
proses self-Hipnosis sehingga sujet dapat menghentikan proses dan kemali
kenormal state ketika ia menghendaki
HIPNOTERAPI UNTUK PECANDU : suatu induksi yang mem-bypass crical conscious keseganan /
hambatan pecandu pada proses perawatan
PSIKOTERAPI
PSIKODINAMIK SINGKAT
·
Berdasarkan
psikodinamik dan konseptualisasi mengenal psikopatologi pasien
·
Salah
satu psikoterapi berdasarkan psikoanalisis
·
Beda
tujuan dan tekniknya:
ü Kurang begitu
intensif
ü Tidak begitu
berhubungan dengan alam tidak sadar pasien
ü Tujuan sederhana
·
Ketergantungan
zat merupakan tanda-tanda terjadinya konflik yang berakar pada pengalaman masa
kecil
·
Program
yang hanya diarahkan pada perilaku penyalahgunaan saja akan menghasilkan
sedikit manfaat karena gagal untuk menyelasaikan penyebab psikologis yang
mendasari penyalahgunaan.
·
Banyak
laporan penelitian yang menunjukkan psikoterapi psikodinamik sangat berhasil
·
Namun
perlu di pahami bahwa penelitian yang terkontrol dan diulang amat sedikit
DAFTAR
PUSTAKA
Afiatin, Tina. 2000. Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba dengan
Program AJI. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
http://rsud.purbalinggakab.go.id/berita/item/64-narkoba.html
[en.wikipedia.org][www.ycab.org][stikomksi2007azwar.wordpress.com][www.thisisdrugs.info][spiritia.or.id]
http://x-unearthly.blogspot.com/2010/01/zat-zat-adiktif-paling-berbahaya.html