Selasa, 14 Mei 2013

PENGASUHAN ANAK SIGMUN FREUD VS ORANG JAWA


KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT.  Karena dengan izin dan ridho-Nya, proposal penelitian ini dapat penyusun selesaikan.
Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kedamaian dan rahmat bagi semesta alam.
Laporan  penelitian ini disusun untuk memenuhi tugas mandiri dari mata Kuliah Psikologi Perkembangan. Dan terimakasih kami ucapkan kepada dosen pengampu, dan teman-teman yang  ikut serta dalam penyusunan laporan hasil penelitian yang mengambil judul Pengasuhan Anak Sigmun Freud Vs Orang Jawa.
Kami berharap laporan ini sedikit banyaknya memberi manfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi semuannya.
Akhirnya kepada Allah SWT jua penyusun memohon ampun jika terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan proposal ini. Besar harapan kami atas masukan guna perbaikan isi materi dari laporan penelitian ini.
Semoga apa yang kami susun bermanfaat.
Amin ya robbal alamin

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Kita ketahui dalam kebudayaan jawa banyak sekali peraturan-peraturan dan juga larangan-larangannya, dalam hal sekecil apapun ada aturannya dalam adat jawa, seperti orang jawa melarang mengajak keluar bayi jika matahari terbenam dikarenakan waktu jam itu banyak makhluk halus yang yang keluar.
Dalam sistem pengasuhan anak, orang jawa biasanya memperhatikan secara detail dalam hal sekecil apapun dalam mengurus anak.seperti cara memandikan,cara tidur dan sebagai. Selain itu orang jawa juga memperhatikan bagaimana pengasuhan anak dalam usia tertentu, sebenarnya pola asuh yang diteratkan dalam kebuyaan jawa sudah memunuhi standar yang digunakan dalam teori psikodinamika yang dikemukan oleh Freud. Untuk mengetahui lebih detailnya, maka penulis mencoba untuk mencari tau lebih detailnya dalam permasalahan-permasalan yang sering terjadi dalam lingkungan masyarakat jawa dalam mengasuh anak-anak mereka.

B.Rumusan Masalah 
Berdasarkan pembahasan, maka dapat dapat dirumuskan permasalahannya, yaitu:
1. Bagainamakah pola asuh versi masyarakat jawa?
2. Bagaimana pola asuh versi sigmun Freud ?
3. Adakah kelemahan-kelemahan dalam pola asuh yang digunakan oleh masyarakat jawa dalam mengasuh anaknya?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah dapat ditarik tujuannya, yaitu:
1. mengetahui pola asuh yang sering digunakan dalam masyarakat jawa.
2. Menegtahui pola asuh Yang dikemukakan Freud dalam teory Psikodinamika.
3. Mengetahui kelemahan-kelemahan dalam pola asuh yang digunakan oleh masyarakat jawa dalam mengasuh anaknya.

BAB II
PEMBAHASAN
FREUD mengemukakan bahwa ( Psikoanalisa) 
- “setiap anak membutuhkan kasih sayang”
-Struktur anak pada waktu dilahirkan adalah “Das Es” --------- mendorong anak untuk memuaskan nafsu-nafsunya (prinsip kenikmatan). 
Ciri – ciri dinamisme perkembangan kejiwaan
MH ( azaz biologis )
Butuh pertolongan (azaz kebutuhan pertolongan )
Butuh perlindungan (azaz keamanan)
Mencoba hal yang baru ( azaz eksplorasi ) 
Sigmun Freud
Sigmund Freud (1856-1939) adalah seorang dokter dari Wina yang datang untuk percaya bahwa orang tua cara berurusan dengan dasar seksual dan agresif keinginan anak-anak akan menentukan bagaimana kepribadian mereka berkembang dan apakah atau tidak mereka akan berakhir dengan baik disesuaikan sebagai orang dewasa. Freud menggambarkan anak-anak akan melalui beberapa tahapan perkembangan seksual, yang ia sebut oral, anal, phallic, Latency, dan Genital. 
Dalam pandangan Freud, setiap tahap difokuskan pada aktivitas seksual dan kesenangan yang diterima dari wilayah tertentu dari tubuh. Pada fase oral, anak-anak terfokus pada kenikmatan yang mereka terima dari mengisap dan menggigit dengan mulut mereka. Pada fase anal, pergeseran fokus ini untuk anus ketika mereka mulai toilet training dan berusaha untuk mengendalikan perut mereka. Pada tahap phallic, fokus bergerak terhadap rangsangan genital dan identifikasi seksual yang datang dengan memiliki atau tidak memiliki penis. Selama fase ini, Freud berpikir bahwa anak-anak gilirannya minat dan kasih terhadap orang tua mereka dari lawan jenis dan mulai sangat membenci orang tua jenis kelamin yang sama. Ia menyebut gagasan ini sebagai Oedipus Complex karena erat mencerminkan peristiwa tragis yang bermain Yunani kuno di mana seorang raja bernama Oedipus berhasil menikahi ibunya dan membunuh ayahnya. The phallic / Oedipus tahap dianggap diikuti dengan periode laten selama dorongan seksual dan bunga untuk sementara tidak ada. Akhirnya, anak-anak berpikir untuk memasuki dan tinggal dalam tahap Genital akhir di mana minat seksual dewasa dan aktivitas datang untuk mendominasi. 
teori Freud difokuskan pada identifikasi bagian-bagian kesadaran. Freud berpikir bahwa semua bayi pada awalnya didominasi oleh bawah sadar, insting dan egois mendesak untuk kepuasan segera yang berlabel Id tersebut. Sebagai bayi mencoba dan gagal untuk mendapatkan semua keinginan mereka bertemu, mereka mengembangkan apresiasi yang lebih realistis tentang apa yang realistis dan mungkin, yang disebut Freud "Ego". Seiring waktu, bayi juga belajar tentang dan datang untuk menginternalisasikan dan mewakili nilai-nilai orang tua mereka dan aturan. Aturan-aturan ini internalisasi, yang disebut "Super-Ego", merupakan dasar bagi hati nurani anak berkembang bahwa perjuangan dengan konsep-konsep karya benar dan salah dan dengan Ego untuk mengontrol kepuasan segera mendesak dari Id ini.
Dengan standar yang ketat hari ini ilmiah, teori psikoseksual Freud tidak dianggap sangat akurat. Namun, masih hari ini penting dan berpengaruh karena perkembangan teori tahap pertama yang mendapat perhatian nyata, dan teori lainnya menggunakannya sebagai tempat awal.Sigmund Freud, yang dianggap sebagai bapak psikoanalisis telah datang dengan teori psikoanalitik banyak yang terutama bertujuan untuk membedakan dan menjelaskan mengapa beberapa orang merasa sehat dan baik, sedangkan yang lain menderita gangguan mental.
 Kepribadian Pembangunan di Teori psikoanalitik Sigmund Freud mengatakan bahwa, kepribadian memiliki tiga komponen. 
1. Id ( insting dan dorongan kepuasan) yang sudah muncul sejak lahir.Id-mentah ini, bagian progeni kepribadian keinginan dan kepuasan seketika gembira, memotong efek potensial.
2. Ego ( daya nalar,proses mental, pikiran sehat, realitas). Muncul ketika usia satu tahun. Penyeimbang ID dan Superego.Ego-Bagian koheren kepribadian, ego usher seseorang melalui kehidupan dan perubahan dia untuk membuat pilihan yang baik.
3. Superego ( nilai-nilai sosial) muncul ketika usiia dewasa.Super-ego-ini adalah kebalikan dari id, itu adalah segi moral kepribadian, dan itu memungkinkan seseorang untuk menjalani rasa bersalah. 
Ketiga dapat bekerja bersama sebagai satu, tetapi ada juga kemungkinan bagi mereka untuk kerusakan. Tahapan psikoseksual Freud: 
Lisan 
Anal 
Phallic 
Latency 
Genital 
Oral psikoseksual tahap: Panggung terjadi dari lahir sampai 18 bulan. Bayi mendapat kesenangan dengan mengunyah, minum, dan hal-hal menempatkan dalam mulut mereka. 
Anal psikoseksual Tahap: Dari 18 bulan sampai 3 tahun, anak-anak menemukan kesenangan karena dapat pergi ke kamar mandi pada waktu yang tepat. 
The phallic psikoseksual:Tahap terjadi 3-6. Pada tahap ini, gender memainkan peranan penting. Girls menjalani kompleks Electra dan Pria menjalani Oedipous kompleks. Ada juga kemungkinan untuk anak perempuan untuk menjalani iri penis. 
Psikoseksual Latency Stage: Dari 6 sampai 12 tidak ada seksual yang terjadi dalam tahap ini. Fokus utama akan belajar dan membangun persahabatan.

Perspektif Sosial Budaya Jawa
Putramu bukanlah putramu.. Mereka adalah putra-putri kehidupan yang mendambakan hidup mereka sendiri. Mereka datang dari kamu tetapi tidak dari kamu. Dan sungguhpun bersamamu mereka bukanlah milikmu. Engkau dapat memberi kasih sayangmu tetapi tidak pendirianmu sebab mereka memiliki pendirian sendiri. Engkau dapat memberikan tempat pijak bagi raganya tapi tidak bagi jiwanya, lantaran jiwa mereka ada di masa datang, yang tidak bisa engkau capai sekalipun dalam mimpi. Engkau boleh berusaha mengikuti alam mereka, tetapi jangan berharap mereka dapat mengikuti alammu, sebab hidup tidak surut ke belakang, tidak pula tertambat di masa lalu. Engkau adalah busur dari mana bagai anak-anak panah kehidupan putra-putrimu melesat ke depan”. (Kahlil Gibran, Sang Nabi). 
Sebagian besar masyarakat Indonesia melihat kehadiran seorang anak sebagai anugrah yang luar biasa sehingga sangat dinantikan oleh anggota keluarganya. Refleksi syukur atas kehadiran anak ditunjukan dengan hadirnya berbagai upacara untuk menyambut kehadiran anak semisal pada suku Jwa di Yogyakarta antara lain:
Upacara Mitoni atau Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan bagi wanita hamil tujuh bulan.
Brokohan adalah acara sedekahan yang dilakukan sebagai salah satu wujud ungkapan rasa syukur setelah kelahiran bayi dan untuk memohon keselamatan dan agar bayi menjadi anak yang baik yang dimulai dengan penanaman ari-ari dan pembagian sesaji kepada tetangga;
Sepasaran yang ditujukan untuk memohon keselamatan bagi bayi ketika bayi memasuki hari kelima yang dilaksanakan setelah magrib, dan upacara upacara lainnya.

Pola Asuh, Asah dan Asih
Di Indonesia orangtua mengenal istilah asuh, asah dan asih yang dijadikan pola untuk mendidik putra-putrinya. Pola asuh adalah perlakuan orangtua dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan, dan mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari. Pola asuh lebih menyangkut pada perawatan dan perlindungan anak yang sangat menentukan pembentukan fisik dan mental anak. Pola asah menyangkut perawatan anak dalam menyuburkan kecerdasan majemuk, utamanya terkait dengan aspek kognitif dan psikomotorik. Pola asah ini meliputi pembentukan intelektualitas, kecakapan bahasa, keruntutan logika dan nalar, serta ketangkasan dalam mengolah gerak tubuh. Sedangkan pola asih merupakan perawatan anak dalam mengembangkan kecerdasan emosional dan spiritual sehingga mampu menyuburkan rasa kasih sayang, empati, memiliki norma dan nilai sosial yang bisa diterima oleh masyarakat. Pola asih ini akan mempengaruhi perkembangan afeksi anak, meliputi moral, akhlak, emosi dan perilaku.
Pola asuh, asah dan asih orangtua terhadap anak dipengaruhi oleh banyak hal, seperti latar belakang budaya, status sosial-ekonomi, kondisi geografis, dan pemahaman nilai-nilai. Dengan demikian, masing-masing ranah kebudayaan memiliki pola asuh, asah dan asih yang berbeda-beda. Orangtua di beberapa daerah menerapkan pola asuh, asah dan asih secara turun-temurun dari nenek moyang.
Keluarga merupakan komponen masyarakat terkecil di mana orangtua adalah lingkungan yang pertama dan utama bagi pembentukan kepribadian dan tingkah laku anak. Dikatakan demikian karena sejak kelahirannya anak berada di lingkungan dan di bawah asuhan orangtuanya. Pola sikap, perilaku, dan nilai-nilai yang ditanamkan orangtua kepada anak melalui pengasuhannya itu merupakan landasan fundamental bagi perkembangan kepribadian dan tingkah laku anak selanjutnya. 
Penanaman Budi Pekerti 
Esensi Budi Pekerti, secara tradisional mulai ditanamkan sejak masa kanak-kanak, baik dirumah maupun disekolah, kemudian berlanjut dalam kehidupan dimasyarakat.
Dirumah dan keluarga .Sejak masa kecil dalam bimbingan orang tua, mulai ditanamkan pengertian baik dan benar seperti etika, tradisi lewat dongeng, dolanan/permainan anak-anak yang merupakan cerminan hidup bekerjasama dan berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan.
Berperilaku yang baik dalam keluarga amat penting bagi pertumbuhan sikap anak selanjutnya. Dari kecil sudah terbiasa menghormat orang tua atau orang yang lebih tua, misalnya : jalan sedikit membungkuk jika berjalan didepan orang tua dan dengan sopan mengucap : nuwun sewu ( permisi), nderek langkung ( perkenankan lewat sini).
Selain berperilaku halus dan sopan, juga berbahasa yang baik untuk menghormati sesama, apakah itu bahasa halus ( kromo) atau ngoko ( bahasa biasa). Bahasa Jawa yang bertingkat bukanlah hal yang rumit, karena unggah ungguh basa( penggunaan bahasa menurut tingkatnya) adalah sopan santun untuk menghormat orang lain.
Dalam percakapan sehari-hari, orang tua kepada anak memakai ngoko, sedang anaknya menggunakan kromo. Dalam pergaulan dipakai pula bahasa campuran yang memakai kata-kata dari kromo dan ngoko dan ini lebih mudah dipelajari dalam praktek dan sulit dipelajari secara teori.
Tembang yang bermakna 
Pada dasarnya, pendidikan informal dirumah, dikalangan keluarga adalah ditujukan kepada harapan terbaik bagi anak asuh. Coba perhatikan ayah atau ibu yang meninabobokkan anak dengan kasih sayang melantunkan tembang untuk menidurkan anak , isinya penuh permohonan kepada Sang Pencipta, seperti tembang : Tak lelo-lelo ledung, mbesuk gede pinter sekolahe, dadi mister, dokter, insinyur. ( Sayang, nanti sudah besar pintar sekolahnya, jadi sarjana hukum, dokter atau insinyur).
Pendidikan tradisional zaman dulu mengandung kesabaran, nerimo ing pandhum, pasrah, ayem tentrem, tansah eling marang Pangeran ( selalu dengan sabar menerima dan mensyukuri pemberian Tuhan, pasrah. Pengertian pasrah adalah tekun berusaha dan menyerahkan keputusan kepada Tuhan.Hati tenang tentram, selalu ingat kepada Tuhan).Perlu digaris bawahi bahwa kepercayaan orang Jawa tradisional kepada Tuhan itu sudah mendarah daging sejak masa kuno, sehingga anak-anak Jawa sejak kecil sudah sering mendengar kata-kata orang tua : Kabeh sing neng alam donya iku ana margo kersaning Gusti. ( Semua yang ada didunia ini ada karena kehendak Tuhan).Sehingga bagi orang Jawa tradisional, apapun yang terjadi, akan selalu pasrah dan mengagungkan Gusti/Tuhan. Itu sudah menjadi watak bawaan yang mendarah daging.
Peduli Lingkungan
Pendidikan yang mengarah kepada peduli dan kasih terhadap lingkungan dan alam, juga sudah dimulai sejak usia belia.Anak-anak diberi pengertian untuk tidak bersikap sewenang-wenang kepada binatang dan tanaman dan juga menjaga kebersihan alam, tidak merusak alam.
Pendidikan formal
Selain pendidikan non-formal yang berkembang dan berpengaruh positif, pendidikan formal tentu saja mempunyai peran sangat penting.Anak dididik supaya cerdas dan punya budi pekerti.Sejak ditaman bermain/Play group, TK,SD, anak diperkenankan  dan dibiasakan bersosialisasi, ditanamkan etika, sopan santun, kebersihan, rasa kebersamaan, rasa kebersamaan dialam sebagai satu kesatuan kosmos, ditanamkan rasa solidaritas dan kasih sayang demi keselarasan, keseimbangan dan perdamaian.
Pelajaran dari cerita wayang
Cerita yang bersumber dari pewayangan juga penting untuk pendidikan budi pekerti secara umum. Bagi orang Jawa tradisional, apa yang dikisahkan dalam wayang adalah merupakan cermin dari kehidupan, oleh karena itu wayang sangat populer di Jawa sampai saat ini. Pelajaran yang bisa ditarik dari pewayangan adalah , antara lain :
1. Didunia ini ada baik dan jahat, pada akhirnya yang baik yang menang, tetapi setiap saat yang jahat akan berusaha untuk menggoda lagi.
2. Ikutilah contoh dari sikap hidup Pandawa, lima satria putra Pandu yaitu Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa dan satria-satria yang lain yang mempunyai watak luhur, jujur, sopan. Mereka berjuang demi kebenaran, untuk kesejahteraaan rakyat dan negara. Mereka dengan tekun dan ikhlas mendalami spiritualitas, kebatinan. Mereka menggunakan kemampuan, kesaktiannya untuk tujuan yang mulia. Satria itu orang yang berbudi pekerti, berwatak luhur dan bertanggung jawab.

BAB III
METODE OBSERVASI
Dalam observasi ini saya menggunakan metode pengamatan obyek secara langsung.saya akan menggambarkan seperti apa pengamatan saya dalam sebuah paragraf.
Ada sebuah  perkampungan kecil di bawah gunung yang namanya Dukuh Kwangsan, lebih tepatnya Dukuh Kwangsan Desa turi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan Jawa Timur. Di dukuh itu ada sekitar 120 kepala keluarga dengan wilayah yang kecil. Di tempat yang saya amati yaitu warga RT.03 RW.04 ada sekitar 50 kepala keluarga dan banyak sekali anak-anak kecil. Para orang tua masih mengasuh anak-anak mereka seperti yang di ajarkan oleh nenek moyang mereka yaitu orang jawa. Contohnya ketika ada seorang anak lahir, maka selama 5 hari, para pemuda dan para tetua desa akan datang kerumah si bayi atau istilahnya dikenal dengan “ Jagong Bayek”,  untuk menjaga si bayi agar tidak diganggu oleh makhluk halus. Selain itu juga ada upacara-upacara yang dilakukan sebelum bayi berusia 7 bulan.Orang sana melarang para ibu-ibu mengajak bayi mereka jalan-jalan waktu surup ( waktu menjelang magrib). Karena orang jawa meyakini kalau waktu itu adalah waktu dimana makhluk halus keluar.
Ketika bayi sudah mulai bisa berjalan, sang bayi di ajak oleh ibunya berkumpul dengan orang-orang disekitar, agar si bayi mengenal mereka dan mengenal lingkungan. 
Anak-anak yang sudah sekolah SD dan MI, sorenya diajak mengaji di TPA untuk mendapat pelajaran agama. Selain itu mereka juga sudah dilibatkan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan desa, seperti kerja bakti. Tujuannya untuk melatih dan membiasakan mereka untuk berinteraksi dengan orang banyak, menumbuhkan sikap gotong royong, dan peduli lingkungan. 
Anak- anak disana dididik sejak kecil oleh orang tua dan lingkungan mereka. Selain orang tua, anak di didik oleh masyarakat setempat. Masyarakat setemapat juga ikut berperan dalam hal membentuk jiwa sosial anak. 
itu adalah sebagian kecil cara-cara mengasuh anak digunakan oleh orang jawa untuk merawat anak-anak mereka. Para ibu-ibu merawat anak mereka dengan tata cara jawa ,dengan berbagai mitos dan larangan yang tak logis jika dipandang pada zaman sekarang. Namun sebenarnya, dibalik semua itu ada makna positif  yang bisa diajarkan kepada anak-anaknya. 
BAB IV
ANALISA
Dari hasil observasai, bisa kita mengaitkan beberapa hal disini. Ketika orang jawa mengadakan upacara-upacara untuk menyambut kehadiran sang anak. Disitulah tampak kasih sayang orang tua yang diberikan kepada anaknya melalui suatu upacara penyambutan kelahiran sang bayi, seperti yang dikemukakan oleh Freud dalam  Psikoanalisa bahwa “setiap anak membutuhkan kasih sayang”. Sejak kelahiran sang bayi, orang jawa sudah menunjukkan kasih sayangnya yang di aplikasikan dalam berbagai bentuk upacara, bahkan sebelum anak lahirpun sudah diadakan upacara tujuh bulanan, agar kelak sang bayi lahir dalam keadaan sehat dan kelak bisa menjadi anak yang baik.
Selain itu, kebutuhan perlindungan atau azaz keamanan telah diberikan orang tua dan juga lingkungan sejak sang bayi lahir. Sebelum hari ketujuh setelah anak lahir, para pemuda, bapak-bapak dan para sesepoh akan datang kerumah sang bayi dan sebagian diantara mereka ada yang begadang, untuk menjaga sang bayi yang dikenal dengan istilah “jagong Bayek”.  
Ketika sang anak sudah menginjak usia sekolah ataupun pra sekolah. Mereka akan di biarkan bermain dengan teman sebaya mereka. Dalam hal ini sang anak akan memasuki tahap Psikoseksual Latency Stage. Mereka akan belajar untuk menjalin persahabatan denagn teman sebaya mereka. Di dalam tahap ini, sang anak akan belajar berinteraksi dengan teman, berbagi dan juga belajar untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dengan temannya. Orang-orang jawa memantau anak-anak mereka dari kejauhan, dan tidak ikut campur dalam masalah yang anaknya hadapi, mereka hanya akan menasehati mereka dan mengatakan “itu idak baik”. Contoh: ketika anak A dan anak B sedang bermain, datang si anak C. Dia di ikutkan bermain bersama, namun si anak C ini merebut mainan si anak A, dan si anak A pun menangis. Anak B menenangkan si anak A, dan mengajaknya pulang. Di rumah si anak A mengadu pada ibunya. Dengan kelembutannya sang ibu Cuma menasehati si anaknya. Sang ibu tidak memarahi si anak C. Orang jawa menganggap jika dalm hal ini, ibu ikut campur, dan memarahi si anak C, itu akan membentuk mental yang buruk pada anaknya. Anak tidak akan bisa menyelesaikan masalahnya sendiri,dan akan membentuk mental yang manja pada anak. 
Pada usia sekolah, anak akan di libatkan langsung dalam kegitan desa seperti kerja bakti dan lain-lain. Orang  jawa meyakini dengan seringnya anak berinteraksi dengan lingkungan, akan membentuk jiwa sosial dan juga solidaritas anak. dalam teori behavioristik faktor lingkungan sangat penting perananya dalam proses pembelajaran, disamping itu teori ini juga mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon. Masyarakat lingkungan sekitar mencoba memberi stimulus kepada si anak dengan melibatkan anak dalam aktivitas desa. Dengan begitu anak akan belajar dan merasa memiliki lingkungan itu, sehingga ia akan peduli dengan lingkungan.
Dilihat dari cara orang  jawa merawat anak, cara-cara tersebut hampir sama dengan teory-teori yang dikemukakan oleh oleh tokoh-tokoh psikologi. Bahkan sebenarnya orang  jawa lebih dulu memunculkan ide-ide itu dagri pada teori-teory psikologi. Karena cara-cara itu sudah di pake oleh orang  jawa dari nenek moyangnya dan diturunkan kepada cucu cicitnya,hingga sampai sekarangpun masih dipakai. Jadi pada intinya cara-cara pengasuhan yang diterapkan oleh orang jawa sudah mencakup semua teori –teory yang dikemukakan oleh sigmun freud dan teman-temannya, walau bukan dalam bentuk teory. Tapi pengaplikasiannnya sudah meliputi semuanya. Jadi sebagai orang  jawa, berbanggalah kepada warisan budaya yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Bagainamakah pengasuhan anak  versi sigmun freud?
Freud menggambarkan anak-anak akan melalui beberapa tahapan perkembangan seksual, yang ia sebut oral, anal, phallic, Latency, dan Genital. Dalam pandangan Freud, setiap tahap difokuskan pada aktivitas seksual dan kesenangan yang diterima dari wilayah tertentu dari tubuh.Selama Pada fase oral dan anal, Freud berpikir bahwa anak-anak gilirannya minat dan kasih terhadap orang tua mereka dari lawan jenis dan mulai sangat membenci orang tua jenis kelamin yang sama. Ia menyebut gagasan ini sebagai Oedipus Complex.teori Freud difokuskan pada identifikasi bagian-bagian kesadaran. Freud berpikir bahwa semua bayi pada awalnya didominasi oleh bawah sadar, insting dan egois mendesak untuk kepuasan segera yang berlabel Id tersebut. Sebagai bayi mencoba dan gagal untuk mendapatkan semua keinginan mereka bertemu, mereka mengembangkan apresiasi yang lebih realistis tentang apa yang realistis dan mungkin, yang disebut Freud "Ego". Seiring waktu, bayi juga belajar tentang dan datang untuk menginternalisasikan dan mewakili nilai-nilai orang tua mereka dan aturan. Aturan-aturan ini internalisasi, yang disebut "Super-Ego", merupakan dasar bagi hati nurani anak berkembang bahwa perjuangan dengan konsep-konsep karya benar dan salah dan dengan Ego untuk mengontrol kepuasan segera mendesak dari Id ini.
2. Bagaimana pengasuhan anak  versi masyarakat jawa?
Sebagian besar masyarakat Jawa melihat kehadiran seorang anak sebagai anugrah yang luar biasa sehingga sangat dinantikan oleh anggota keluarganya.Keluarga merupakan komponen masyarakat terkecil di mana orangtua adalah lingkungan yang pertama dan utama bagi pembentukan kepribadian dan tingkah laku anak. Dikatakan demikian karena sejak kelahirannya anak berada di lingkungan dan di bawah asuhan orangtuanya. Pola sikap, perilaku, dan nilai-nilai yang ditanamkan orangtua kepada anak melalui pengasuhannya itu merupakan landasan fundamental bagi perkembangan kepribadian dan tingkah laku anak selanjutnya. Anak Sejak masa kecil sudah dalam bimbingan orang tua. Para orang tua mengajari anak mereka, menuturi mana yang baik dan tidak. Seolah-olah anak adalah robot yang harus digerakkan oleh operator dan diprogram seperti kemauan agar nantinya didak salah atau tersesat.
3. Adakah kelemahan-kelemahan dalam pola asuh yang digunakan oleh masyarakat jawa dalam mengasuh anaknya?
Dalam pengasuhan anak, orang jawa menitik beratkan pada peran ibu, semua yang berhubungan denagn anak,ibu yang mengurusi, sedang ayah hanya membelikan perlengkapan yang dibutuhkan dan diminta oleh ibu, jadi dalam hal kelekatan anak. Anak tidak bisa begitu dekat dengan ayah karena ayah jarang mengurusnya.




Senin, 13 Mei 2013

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN DEWASA AWAL



Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja. Masa remaja yang ditandai dengan pencarian identitas diri. Pada masa dewasa awal, identitas diri ini didapat sedikit-demi sedikit sesuai dengan umur kronologis dan mental ege-nya.
Berbagai masalah juga muncul dengan bertambahnya umur pada masa dewasa awal. Dewasa awal adalah masa peralihan dari ketergantungan kemasa mandiri, baik dari segi ekonomi, kebebasan menentukan diri sendiri, dan pandangan tentang masa depan sudah lebih realistis.
Ø  Menurut Beberapa Tokoh :
1.      Teori yang dikemukakan oleh Huvigurst (dalam Hurlock, 1990) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi karakteristik masa dewasa awal adalah mulai memilih pasangan hidup dan mulai bekerja.
2.      Vaillant (dalam Papalia, dkk, 1998) mengatakan bahwa masa dewasa awal ini merupakan masa adaptasi dengan kehidupan, sekitar usia 20-30 individu dewasa awal mulai membangun apa yang ada pada dirinya, mencapai kemandirian, menikah, mempunyai anak dan membangun persahabatan yang erat.
3.      Hurlock (1990) mendefinisikan dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama orang dewasa lainnya. Dan dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun samapi kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif.
4.      Papalia, Old, dan Feldman (1998) masa usia menikah adalah usia dewasa awal yaitu antara 20 hingga 40 tahun, diartikan sebagaimana fungsi perkembangan dewasa awal untuk memasuki dunia pernikahan dan dan membina bahtera rumah tangga.
Kehidup­an psikososial dewasa awal semakin kompleks dibandingkan dengan masa remaja, Karena sebagian besar dari mereka telah memasuki jenjang karier dalam pekerjaannya. Selain itu, mereka juga akan me­masuki kehidupan pernikahan, membentuk keluarga baru, dan lain sebagainya.
Golongan dewasa awal mulai membentuk kehidupan keluarga dengan pasangan hidupnya, yang telah dibina sejak masa remaja. Havighurst (Turner dan Helms, 1995} mengemukakan tugas-tugas perkembangan dewasa, di antaranya :
a.     Mencari dan menemukan calon pasangan hidup
Setelah masa remaja, golongan dewasa awal semakin memiliki kematangan fisiologis (seksual) sehingga mereka siap melakukan tugas reproduksi,yaitu mampu melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya, asalkan adanya perkawinan yang syah.

b.     Membina kehidupan rumah tangga
Papalia, Olds, dan Feldman (1998; 2001} menyatakan bahwa golongan dewasa awal berkisar antara 21-40 tahun. Golongan dewasa awal yang berusia di atas 25 tahun, umumnya telah menyelesaikan pendidikannya setingkat dengan SLTA dan atau universitas. Selain itu, sebagian besar dari mereka umumnya telah memasuki dunia kerja.
Mereke mulai mempersiapkan diri untuk menjadi mandiri tanpa bergantung pada orang tua lagi. Sikap mandiri itulah yang merupakan langkah positif bagi mereka karena sekaligus dijadikan sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan rumah tangga yang baru. Selain itu, mereka juga harus dapat menyesuaikan diri dan bekerja sama dengan pasangan hidup masing-masing dan menjalin hubungan baik dengan kedua orang tua ataupun saudara-saudara mereka.

c.     Meniti karier dalam rangka memantapkan kehidupan ekonomi rumah tangga
Setelah menyelesaikan pendidikan formal, pada umumnya dewasa awal memasuki dunia kerja untuk menerapkan ilmu dan keahlian mereka. Mereka ber­upaya menekuni karier sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki, serta memberi jaminan masa depan keuangan yang baik. Jika mereka merasa cocok dengan kriteria tersebut, mereka akan merasa puas dengan pekerjaan dan tempat kerja. Sebalik-nya, bila tidak atau belurn cocok antara minat/ bakat dengan jenis pekerjaan, mereka akan berhenti dan mencari jenis pekerjaan yang sesuai dengan selera.
Masa dewasa awal adalah masa untuk mencapai puncak prestasi. Dengan semangat yang membara dan penuh idealisme, mereka bekerja keras dan bersaing dengan teman sebaya (atau kelompok yang lebih tua) untuk menunjukkan prestasi kerja. Dengan mencapai prestasi kerja yang terbaik, mereka akan mampu memberi kehidupan yang makmur-sejahtera bagi keluarganya.

d.     Menjadi warga negara yang bertanggung jawab.
Warga negara yang baik adalah warga negara yang taat dan patuh pada tata aturan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan cara-cara, seperti :
a)      Mengurus dan memiliki surat-surat kewarganegaraan (KTP, akta kelahiran, surat paspor/visa bagi yang akan pergi ke luar negeri)
b)     Membayar pajak (pajak televisi, telepon, listrik, air. pajak kendaraan bermotor, pajak penghasilan)
c)     Menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengendalikan diri agar tidak tercela di mata masyarakat
d)     Mampu menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial di masyarakat (ikut terlibat dalam kegiatan gotong royong, kerja bakti membersihkan selokan, memperbaiki jalan, dan sebagainya).

Dan secara umum, tugas perkembangan masa dewasa awal meliputi:
1. Pekerjaan
Seorang individu diharapkan sudah mendapatkan suatu pekerjaan yang layak ketika ia berada pada masa dewasa dini sehingga ia bisa dianggap mampu dan mempunyai peran atau posisi dalam masyarakat.
2. Pengakuan Sosial
Masa ini adalah masa dimana seseorang ingin mendapatkan legalitas dan pengakuan dari masyarakat/kelompok sekitarnya. Ia menerima tanggungjawab sebagai warga Negara dan akan bergabung dengan komunitas social yang cocok dengannya.
3. Keluarga
Pada masa ini seseorang mulai mencari dan memilih pasangan hidup yang cocok, lalu menikah, mempunyai anak, kemudian membina rumah tangga. Ia mempunyai peran baru yaitu sebagai orang tua.
Ø Penunjang Penguasaan Tugas-Tugas Perkembangan Dewasa Awal :
1.      Efisiensi fisik. Efisiensi fisik (kekuatan, ketahanan & fisik) menunjang pelaksanaan tugas-tugas perkembangan dewasa awal. Puncak efisiensi fisik  dicapai pada awal masa dewasa awal ( sekitar usia 20-27th).
2.      Kemampuan motorik. Mencapai puncak sekitar usia 20-30 th.
3.      Kemampuan mental. Hasil penelitian menyebutkan kemampuan mental individu mencapai puncak pada usia 20-an th. Penelitian Bayley menunjukkan bahwa kemampuan mental individu bertambah mencapai puncak sekitar usia 26 th dan stabil hingga usia 36 th, dan setelah itu akan menurun secara gradual.
Ø Penghambat Penguasaan Tugas-Tugas Perkembangan Dewasa Awal :
1.      Discontinuities in training (latihan yang tidak berkesinambungan) : Penguasaan tugas perkembangan dewasa awal berhubugan erat dengan pengalaman-pengalaman belajar dan latihan masa sebelumnya. Individu yg tdk mengalami latihan kontinu dlm hal berpikir dan berbuat, perilakunya tidak terpolakan dengan baik & akan menghambat penguasaan tugas perkembangan dewasa awal. Ditambah pula materi pendidikan di Indonesia memiliki relevansi yg rendah dengan kebutuhan praktis dunia kerja, sehingga menghambat kesiapan, produktifitas &  efisiensi kerja.
2.      Overprotectiveness (perlindungan yang berlebihan). Anak yang diasuh dengan perlindungan yang berlebihan dari orang tua akan terhambat dalam mengeksplorasi lingkungan, mencoba-coba sesuatu, melatih kemampuan & ketrampilan, tidak terbiasa mengambil keputusan secara mandiri, dll, karena selalu bergantung pada orangtua. Anak yg diasuh secara overprotectiveness  akan  mengalami kesulitan dalam menghadapi tuntutan-tuntutan dunia orang dewasa.
3.      Prolonggation of peer group influences (perpanjangan pengaruh peer group). Individu dewasa yang masih melakukan kebiasaan-kebiasaan masa remaja,  dan tidak melaksanakan tugas perkembangan dewasa awalnya, mis: kebiasaan terlalu asyik bermain dengan teman sebaya, hingga lupa mencari pasangan hidup & menikah.
4.      Unrealistic Aspiration (Aspirasi yang tidak realistis) : Aspirasi ysng tidak realistis dalam berbagai aspek kehidupan ( misalnya, dalam mencari pasangan) akan menghambat penguasaan tugs-tugas perkembangan dewasa awal.