Jumat, 26 April 2013

Gangguan penyalahgunaan NAPZA


I.                   Pengertian dan Epidemologi
Prevalensi kasus narkoba di Indonesia (epidemiologi-nya)
Peredaran narkoba di Indonesia semakin meluas. Angka kenaikannya di atas rata-rata dunia. Bila tidak ada kesungguhan untuk memeranginya, diprediksi pada tahun 2015 mendatang, penggunanya bisa mencapai 5,1 juta orang.Berdasarkan penelitian BNN bersama Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia periode 2011, angka prevalensi penyalahgunaan narkoba sebesar 2,2 persen atau setara dengan 3,8-4,2 juta orang. Sedangkan proyeksi angka prevalensi internasional sebesar 2,32 persen. "Kondisi ini naik dibandingkan angka prevalensi di Indonesia tahun 2008 yang mencapai 0,21 persen," kataSambudiyono,Deputi Pemberdayaan Masyarakat Badan Narkotika Nasional (BNN) V. Bila kondisi tersebut dibiarkan, maka tingkat prevalensi pada 2015 akan mencapai 2,8 persen. Artinya pengguna narkoba bisa tembus di angka 5,1 juta orang.
Menurut Depkes RI, NARKOBA adalah Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga bilamana disalahgunakan akan menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi social. Sementara itu menurut WHO adalah semua zat kecuali makanan, air dan oksigen yang jika dimasukan kedalam tubuh, dapat mengubah fungsi tubuh secara fisik dan atau psikologis. Inti pokok materi yang penulis bawakan adalah subtansce dari drugs Narkoba (zat/bahan dari narkoba) reaksinya terhadap pengguna (User) mulai dari pengguna pemula, pemakai/pengguna tetap, pecandu dan Korban.
Penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang kompleks dan memiliki dimensi yang luas baik dari sudut medic, psikiatrik, kesehatan  jiwa maupun psikososial (Afiatin, 2008). Jenis-jenis narkoba yang sering disalahgunakan, menurut Halonen dan Santroks (1999) adalah narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya atau zat yang dapat menimbulkan sejumlah efek, diantaranya (a)keinginan yang tak tertahankan terhadap zat tersebut, dan dengan jalan apa pun akan berupaya memperolehnya (b) kecenderungan untuk menambah takaran atau dosis, sesuai dengan toleransi tubuh, (c) ketergantingan psikis sehingga jika pemakaian dihentikan akan menimbulkan kecemasan, depresi dan kegelisahan, dan (d) ketergantungan fisik yang jika pemakaian dihentikan akan menimbulkan gejala fisik yang disebut sebagai gejala putus obat seperti mual, sukar tidur, diare, demam. Meskipun zat tertentu sangat bermanfaat bagi pengobatan, namun jika disalahgunakan atau penggunaannya tidak sesuai dengan standar pengobatan, akan berakibat sangat merugikan bagi si pemakai maupun orang lain disekitarnya, bahkan masyarakat umum (Departemen Kesehatan RI, 2000)
Menurut rumusan WHO (Hawari, 1991 dalam Afiatin 2000) mendefinisikan penyalahgunaan zat sebagai pemakaian zat yang berlebihan secara terus-menerus atau berkala di luar maksud medik. Sedangkan Wicaksono (1996), Holmes (1996) dan Hawari (1998) mendefinisikan penyalahgunaan zat sebagai pola penggunaan yang bersifat patologik paling sedikit satu bulan lamanya, sehingga menimbulkan gangguan fungsi social dan okupasional (pekerjaan dan sekolah). Pola penggunaan zat yang patologik dapat berupa intioksinasi sepanjang hari terus-menerus menggunakan zat tersebut, meskipun pengguna mengetahui bahwa dirinya sedang menderita sakit fisik yang berat akibat zat tersebut, atau adanya kenyataan bahwa tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa menggunakan zat tersebut (dalam Afiatin, 2000).
Sementara itu, Gordon dan Gordon (2000) membedakan pengertian antara pengguna, penyalahguna dan pecandu narkoba.Menurutnya, pengguna adalah seseorang yang menggunakan narkoba hanya sekedar untuk, misalnya bersenang-senang, rileks atau relaksasi dan hidup mereka tidak berputar di sekitar narkoba.Pengguna jenis ini disebut juga pengguna social rekreasional.Penyalah guna adalah seseorang yang mempunyai masalah yang secara langsung berhubungan dengan narkoba.Masalah tersebut bisa muncul dari ranah fisik, mental, emosional maupun spiritual. Penyalah guna selalu menolak untuk berhenti sama sekali dan selamanya. Sedangkan pecandu adalah seseorang yang sudah mengalami hasrat/obsesi secara mental dan emosional serta fisik. Bagi pecandu, tidak ada hal yang lebih penting selain memperoleh narkoba, sehingga jika tidak mendapatkannya, ia akan mengalami gejala-gejala putus obat dan kesakitan..
II.                   Macam-macam NAPZA
Menurut Undang-undang no 22 tahun 1997 jenis Napza ada empat, yaitu:
1.      Obat penenang
2.      Obat tidur
3.      Psikostimulan
4.      Obat antipsikosis dan anti depresi
Berdasarkan Efeknya, Napza dibagi menjadi empat, yaitu:
1.      Depresan
Cara kerjanya: mengurangi kerja system saraf pusat
Seperti : alcohol, heroin,
2.      Stimuli
Cara kerjanya : meningkatkan system kerja saraf pusat
Seperti: teh, rokok, cocain
3.      Narkotik
Cara kerjanya: melumpuhkan pengalaman yang berat yang dia alami. Membuat indra tumpul,  tidak bisa mempersepsi.
Seperti: morrin, metader,opium
4.      Halusinogen
Mengubah pengalaman panca indra/ persepsioner
Seperti: LSD, Mescaline, marijuana,THC,MDMA
A.  Depresan
1.    Heroin(putauw):
 Heroin atau putau adalah adalah sejenis opioid alkaloid.. Heroin berasal dari bunga Papaver somniferum, sejenis bunga di iklim panas dan kering. Bunga tersebut menghasilkan zat lengket yang menjadi cikal bakal dari heroin, opium, morfin dan kodein. Heroin adalah zat depresan. Obat-obatan depresan tidak langsung membuat Anda merasa tertekan. Zat-zat tersebut memperlambat pesan dari otak ke tubuh dan sebaliknya. Beberapa nama lain dari zat tersebut adalah bedak, putih.
Rumus Molekul Heroin Adalah C 21 H 23 N O 5 C 21 H 23 N O 5
Sakauw : Depresi berat, Rasa lelah berlebihan, Banyak tidur, Mimpi bertambah, Gugup, Ansietas/rasa gelisah, Perasaan curiga.Denyut jantung cepat, Gelisah, Euforia atau rasa gembira berlebihan, Rasa harga diri meningkat, Banyak bicara, Kewaspadaan meningkat, kejang-kejang, Pupil mata melebar, Tekanan darah meningkat, Berkeringat atau rasa dingin, Mual / muntah, Mudah berkelahi dan cepat tersinggung, Gangguan kejiwaan, subarachnoid/ otak,  Thromboemboli/ penyumbatan pembuluh darah, Nystagmus, horisontal/mata bergerak tak terkendali, Distonia (kekakuan) otot leher.Aritmia jantung/gangguan irama jantung, Luka sampai sekat rongga hidung, Hilang nafsu makan, Anemia, berat badan turun.
2.    OPIAT atau Opium (candu)
Merupakan golongan Narkotika alami yang sering digunakan dengan cara dihisap (inhalasi).
  • Menimbulkan rasa kesibukan (rushing sensation)
  • Menimbulkan semangat
  • Merasa waktu berjalan lambat.
  • Pusing, kehilangan keseimbangan/mabuk.
  • Merasa rangsang birahi meningkat (hambatan seksual hilang).
  • Timbul masalah kulit di sekitar mulut dan hidung.

3.    Barbiturates
Barbiturat disebut juga asam barbiturat
Barbiturat digunakan secara medis untuk menenangkan orang dan sebagai obat tidur. Barbiturat merupakan obat yang dibeli dengan resep. Barbiturat mempengaruhi sistim syaraf pusat, menyebabkan perasaan lembab, dan tergantung pada dosisnya, efeknya dapat bertahan antara tiga hingga enam jam. Barbiturat dapat menyebabkan orang jadi sembrono, merasa bahagia dan kebingungan mental -- ketidakbahagiaan juga dapat diakibatkan oleh barbiturat. Dosis yang tinggi dapat menyebabkan pingsan, masalah pernapasan dan kematian. Kematian akibat overdosis merupakan bahaya yang sangat nyata, karena dosis yang berbahaya takarannya sangat dekat dengan dosis normal yang aman. Kemungkinan overdosis lebih meningkat lagi bila barbiturat dikonsumsi bersamaan dengan alkohol. Risiko penggunaan barbiturat juga meningkat bila obat tersebut disuntikkan. Tubuh dapat dengan cepat menjadi toleran terhadap barbiturate, yang mengakibatkan ketergantungan fisik dan mental. Sakaw dapat menunjukkan gejala mudah marah, tidak bisa tidur, sakit-sakitan, tidak bisa diam, kejang-kejang, dan halusinasi. Pengguna berat barbiturat lebih rentan terhadap masalah dada dan hipotermia.
4.    Ganja
Ganja (Cannabis sativa) adalah obat depresan terbuat dari daun tanaman cannabis. THC (Delta 9 tetrahidrokanibinol) adalah salah satu dari 400 zat kimia yang ditemukan di dalam ganja dan yang menyebabkan efek perubahan suasana hati. Sebagai obat depresan, ganja memengaruhi sistem saraf dengan memperlambat aktivitas otak. Ganja hadir dalam berbagai bentuk. Ganja adalah tembakau hijau-seperti campuran daun. Hasis dan minyak hasis adalah bentuk yang lebih kuat dampaknya dari ganja.
Hasis adalah hasil lelehan dari tanaman yang dijual dalam bentuk minyak atau blok kecil hasil pemadatan. Ganja mempunyai beberapa nama populer seperti dele, daun, cimeng, Pot, Weed, dan lain-lain.
Ganja menjadi simbol budaya hippies yang pernah populer di Amerika Serikat. Hal ini biasanya dilambangkan dengan daun ganja yang berbentuk khas. Selain itu ganja dan opium juga didengungkan sebagai simbol perlawanan terhadap arus globalisme yang dipaksakan negara kapitalis terhadap negara berkembang. Di India, sebagian Sadhu yang menyembah dewa Shiva menggunakan produk derivatif ganja untuk melakukan ritual penyembahan dengan cara menghisap Hashish melalui pipa Chilam/Chillum, dan dengan meminum Bhang.
Ganja Berbentuk daun-daun kering yang sudah dirajang kering dan ditempatkan (biasanya) dalam sebuah amplop kecil berukuran 25 X 15 cm.Dilinting seperti rokok dan dihisap, dimakan. Banyak dikonsumsi masyarakat, dari remaja sampai rakyat biasa. Mudah didapat dan cara pemakaiannya seperti merokok biasa. Harganya sangat murah : Rp. 10.000,- jadi 4 batang rokok.
Apa saja dampak langsung dari ganja?
Ganja memengaruhi penggunanya dengan cara yang berbeda. Beberapa orang mengalami reaksi lebih kuat dari yang lain. Reaksi paling umum yang ditimbulkan oleh ganja adalah kejang-kejang dan mabuk. Ada beberapa efek lain seperti:
  • Paranoia.
  • Muntah-muntah.
  • Kehilangan koordinasi.
  • Kebingungan.
  • Meningkatkan nafsu makan.
  • Mata merah.
  • Halusinasi.
Apa saja dampak jangka panjang dari ganja?
Penelitian telah menunjukkan bahwa ada beberapa dampak yang lebih serius jika ganja dikonsumsi secara rutin. Beberapa efek diantaranya adalah:
  • Beresiko tinggi terhadap bronkitis, kanker paru-paru dan gangguan pernafasan (ganja berdampak dua kali lebih berat daripada tar dari rokok).
  • Kehilangan minat untuk melakukan aktivitas, kehilangan tenaga, kebosanan.
  • Mengganggu daya ingat jangka pendek, pemikiran logis dan koordinasi.
  • Mengganggu gairah seksual.
  • Mengurangi jumlah sperma/periode menstruasi yang tidak teratur.
  • Perilaku gangguan mental hebat.
  • Merusak sistem kekebalan tubuh.
Habis Pakai: Kantung mata membengkak dan merah, bengong, pendengaran berkurang, susah berfikir/konsemtrasi, perasan menjadi gembira, selalu tertawa tanpa, sebab, pandangan kabur, ingin tidur terus, nafsu makan besar.
Sakauw : Banyak berkeringat, Gelisah, Gemetaran, Nggak aa selera makan, Mual/muntah, Diare terus menerus, Nggak bisa tidur (insomnia), Ketakutan berlebihan yang nggak beralasan (paranoid), Tingkah laku aneh, melamun, tertawa sendiri.
5.    Alkohol


Alkohol adalah sebutan umum dari senyawa kimia ethanol. Alkohol dihasilkan melalui proses fermentasi unaerobik dari zat gula atau zat tepung oleh ragi (yeast). Proses ini sudah terjadi dengan sendirinya di dalam alam oleh karena itu alkohol sudah diproduksi dan dikonsumsi oleh manusia sejak jaman purba.Dalam jumlah yg sedang, sekitar segelas anggur merah yang diminum setiap malam hari oleh seseorang yg memiliki tubuh yang tidak bermasalah, alkohol merupakan zat yg sangat baik untuk kesehatan tubuh yaitu bisa meningkatkan mutu tidur, mencegah munculnya batu empedu dan ginjal, mencegah diabetes, bahkan bisa mencegah penyakit jantung koroner serta darah tinggi.Akan tetapi jika digunakan secara berlebihan sebaliknya alkohol akan mengakibatkan kerusakan pada jantung, pancreas, dan liver yaitu lever yg mengeras, terlebih bagi mereka yg telah mengindap penyakit Hepatitis C, B, bahkan bagi mereka yg hanya pernah menderita Hepatitis A sekalipun.Pemakaian alkohol sesuai BAC (Blood Alcohol Content) atau batas kadar alkohol dalam darah melebihi 0.05% dapat mengakibatkan berkurangnya depresi & konsentrasi, pikiran menjadi lebih relax, menambah sedikit rasa percaya diri, menjadi banyak berbicara/mudah untuk berterus terang, kurang berhati-hati dalam mengambil keputusan (!), berkurangnya fungsi keseimbangan tubuh.Sedangkan pemakaian dalam batas kadar darah melebihin 0.1% akan mengakibatkan terganggunya fungsi motorik, hilangnya keseimbangan, emosi yg bergejolak (mudah menjadi sedih atau marah), tindakan brutal, susah untuk berkata-kata, hilangnya daya tangkap otak, muntah-muntah, bahkan bisa menjadi tidak sadar diri. Jika kadarnya melebihi 0.3% bisa mengakibatkan kematian.
Pemakaian alkohol pada saat mengendarai kendaraan atau mesin yg berbahaya sering mengakibatkan kecelakaan yang fatal maupun kematian karena susahnya untuk berkonsentrasi dan mengambil keputusan dengan cepat.Oleh karena efek2 yg ditimbulkan tersebut, alkohol banyak dipakai oleh para lelaki sebagai minuman untuk memaksakan hubungan intim dengan kekasih maupun teman kencannya sehingga si korban secara tidak sadar akan menyetujuinya. Alkohol juga dapat mengakibatkan toleransi dan ketergantungan jika dikonsumsi secara berlebihan dan rutin karena akan mengakibatkan terganggunya fungsi GABAergic dalam otak. Kecanduan alkohol sangat berbahaya jika tidak ditangani dengan segera oleh ahlinya, bahkan lebih berisiko menyebabkan kematian dibanding narkotika seperti heroin, putaw, atau cocaine. Resiko yg disebabkan oleh kecanduan alkohol adalah serangan ayan yg mematikan dan gagal jantung. Biasanya seorang remaja sebelum dia sampai ke jenjang pemakaian narkoba akan dimulai terlebih dahulu dari rokok dan alkohol. Walaupun hukum di Indonesia dengan jelas melarang seseorang yg belum berusia 18 tahun untuk membeli rokok dan alkohol akan tetapi dalam penerapannya tidaklah demikian.
6.    Amphetamine / speed
Amphetamine merupakan salah satu jenis dari senyawa phenethylamine dan adalah satu jenis obat sintetik terlarang yg dapat mengakibatkan meningkatnya kadar hormon norepinephrine/noradrenaline, serotonin, dan dopamine di dalam otak seseorang. Amphetamine sangat memiliki relasi yg erat dengan ephedrine yaitu senyawa yg terdapat pada tumbuhan Ephedra sinica (Ma huang)Efek yang ditimbulkan oleh amphetamine adalah meningkatnya konsentrasi pikiran & semangat untuk bekerja, hilangnya rasa kantuk, cenderung banyak berbicara, meningkatnya rasa percaya diri, mulut menjadi kering, meningkatnya keringat, detak jantung yang cepat, sukar berbicara dengan jelas, dan berkurangnya nafsu makan.Amphetamine dapat mengakibatkan ketagihan pada seseorang yang mengkonsumsi secara berturut-turut atau menyalahgunakan pemakaiannya. Bahkan dapat menyebabkan meningkatnya toleransi sehingga dosis yg dibutuhkan akan selalu meningkat untuk mencapai efek yg sama dari sebelumnya.Ciri-ciri dari ketagihan atas obat ini adalah:
o   stress berlebihan
o   depresi
o   badan menjadi sangat letih
o   tidur yang berlebihan
o   gemetaran pada otot
o   meningkatnya nafsu makan
o   keinginan untuk bunuh diri
Penyalahgunaan dari obat ini memperbesar resiko serangan jantung pada anak muda maupun orang dewasa. Pemakaian jangka panjang dari obat ini merusak fungsi otak, yaitu menurunnya fungsi pemancaran (transmitter) hormon dopamine dan serotonin pada otak sehingga fungsi dari keseimbangan kimia tubuh akan menjadi kacau.

B.  Stimuli
1.    Kokain
Kokain (benzoylmethylecgonine) adalah kristalin tropane alkaloid yang diperoleh dari daun koka nama latinya adalah Erythroxylum coca. Daun koka atau Erythroxylon coca adalah jenis pokok Erythroloxylon yang terdapat di Peru,Bolivia dan Colombia di Pergunungan Andes,Amerika Serikat. Bahan ini kebanyakannya digunakan di Amerika Serikat.
Rumus Molekul Untuk Kokain Adalah :C 17 H 21 N O 4 C 17 H 21 N O 4
Efek Samping :
o  Darah tinggi
o  Bola mata menjadi kecil
o  Hilang nafsu makan / kurus
o  Detak jantung jadi cepat
o  Terbius sesaat
o  Bercakap berlebih-lebihan. Dengan dosis yang tinggi menyebabkan percakapan tidak difahami oleh orang lain kerana tidak munasabah. Rasa puas hati yang diperoleh dengan dosis rendah bertukar kepada rasa bimbang dan rasa gelisah dengan dosis tinggi
o  Rasa cergas yang diperoleh dengan dos rendah menimbulkan kekeliruan dengan dos tinggi
o  Tidak dapat tidur
o  Tidak menghiraukan kesihatan dan kebersihan diri
o  Halusinasi dan paranoia
o  Desakan untuk melakukan kerja yang berulang-ulang
o  Pergantungan fizikal dan psikologi serta meningkatkan daya tahan
o  Psikosis kokain seperti psikosis amfetamin
2.    Tembakau
Tembakau berasal dari tumbuhan yang bernama nicotiana tabacum. Walaupun orang-orang percaya bahwa rokok meregangkan saraf-saraf, namun secara ilmiah terbukti bahwa merokok melepaskan zat epinefrin, yaitu hormon yang menghasilkan stres psikis pada perokok, daripada peregangan. Ketika rokok dihisap, nikotin diserap oleh paru-paru dan secara cepat berpindah ke aliran darah, di mana zat tersebut disirkulasikan ke otak.
Nikotin bekerja secara langsung pada jantung untuk mengubah denyut jantung dan tekanan darah, sehingga menyebabkan tekanan darah tinggi, serangan jantung, penyakit pembuluh darah lainnya, dan pembengkakan pembuluh darah. Zat tersebut juga bekerja pada saraf yang mengendalikan pernafasan untuk mengubah pola pernafasan. Dalam konsentrasi tinggi, nikotin sangat mematikan; kenyataannya setetes pemurnian nikotin di lidah akan membunuh orang tersebut. Zat itu begitu mematikan sehingga zat tersebut telah digunakan sebagai pestisida selama berabad-abad.
Kecanduan rokok adalah sepertiga penyebab dari semua penyakit kanker, dan kanker yang paling banyak disebabkan oleh rokok adalah kanker paru-paru. Tingkat keseluruhan kematian yang disebabkan oleh kanker diderita oleh perokok, dua kali lebih banyak daripada non-perokok. Seperlima dari kematian yang disebabkan oleh serangan jantung, diakibatkan karena merokok. Perokok pasif atau perokok sekunder juga meningkatkan resiko banyak penyakit sejenis.  Rokok juga dapat berperan sebagai pintu masuk utama dari bentuk lain kecanduan narkoba. Sepertiga dari populasi kaum muda yang “bereksperimen”, akhirnya menjadi kecanduan rokok ketika mereka berusia 20 tahun. Perokok remaja memiliki kecenderungan 100 kali untuk menghisap ganja dan menggunakan obat-obatan terlarang lainnya, seperti kokain dan heroin di masa depan. Merokok sangat berbahaya terutama bagi para remaja karena tubuh mereka masih dalam tahap perkembangan dan perubahan, serta zat tersebut dapat berpengaruh negatif pada proses ini. tembakau adalah zat berbahaya. Zat ini membuat kecanduan, merusak kesehatan dan menyebabkan pengurangan tenaga dan penyakit yang mengubah kehidupan yang mematikan. Tembakau dikemas dan dijual seperti rokok.
Sebatang rokok mengandung:
Nikotin
Nikotin adalah zat racun. Menelan dua dari tiga tetes nikotin murni dapat membunuh seseorang. Zat tersebut bekerja sebagai stimulan peningkat kecepatan aktivitas otak. Nikotin dikategorikan mempunyai efek ketergantungan yang lebih tinggi dari heroin, dan semakin muda seseorang mulai merokok, semakin sulit bagi mereka untuk berhenti.
Tar
Tar adalah zat penyebab utama yang menyebabkan kanker pada perokok. Zat tersebut juga memperburuk penyakit batang tenggorok dan sistem pernafasan.


Karbon monoksida
Karbon monoksida adalah gas yang sangat beracun. Gas ini ditemukan pada asap pembuangan mobil dan asap dari api. Merokok dapat membuat konsentrasi yang lebih besar dari gas karbon monoksida di paru-paru daripada menghirup udara berpolusi.
Zat kimia lainnya
Dengan jumlah lebih dari 4000 zat lainnya dapat ditemukan pada asap rokok. Beberapa zat tersebut beracun dan 43 diantaranya dikenal sebagai penyebab kanker. Beberapa dari zat-zat tersebut adalah aceton, amonia dan hidrogen sianida.
Apa saja dampak langsung dari merokok?
  • Meningkatkan denyut jantung.
  • Pernafasan yang buruk.
  • Pakaian berbau.
  • Mengurangi daya tahan kebugaran dan olah raga.
  • Memperlemah indera pengecap dan penciuman.
Apa saja dampak jangka panjang dari merokok?
  • Gigi menjadi kuning.
  • Beresiko tinggi mengidap penyakit bronkitis dan pernafasan.
  • Beresiko tinggi mengidap kanker paru-paru.
  • Jerawat dan masalah kulit, kulit berkerut dan kering.
  • Kecanduan nikotin.
  • Mempengaruhi kesuburan wanita.
  • Impotensi.
3.    Caffeine
Caffeine adalah senyawa yg terkandung di dalam biji kopi, biji guarana, dan daun teh (theine). Zat ini merupakan tipe zat stimulant serta berpengaruh menambah sedikit produksi urine pada ginjal.Efek dari mengkonsumsi caffeine adalah menyingkirkan sementara rasa kantuk dan letih serta meningkatkan konsentrasi.Pemakaian caffein dalam quantitas atau qualitas besar dapat mengakibatkan kecanduan dan toleransi. Ciri2 dari kecanduan caffeine adalah perasaan mudah tersinggung, sukar untuk konsentrasi, dan munculnya rasa sakit di bagian belakang kepala bahkan terkadang bisa mengakibatkan muntah2. Gejala2 ini akan muncul setelah kurang lebih 1 hari tidak mengkonsumsi caffeine sama sekali. Efek kecanduan ini akan berlangsung antara 5 hari sampai dengan 1 minggu dengan masa puncaknya 2-3 hari setelah berhenti mengkonsumsi caffeine sama sekali.Pengkonsumsian caffeine secara berlebih juga merupakan salah satu faktor penyebab osteoporosis pada tulang dan kerusakan pada gigi. juga merupakan salah satu faktor penyebab osteoporosis pada tulang dan kerusakan pada gigi.
C.  Narkotik
1.    Shabu-shabu :
Ubas, ss mecin. Gold river, coconut, crystal. shabu2 ini yang sangat mudah didapat dan sangat mudah cara mengkonsumsinya. bubuk shabu2 yang berbentuk kristal ini sangat mudah didapat dan sangat mudah juga dipakainya, dan pemakainya tidak pernah sakauw atau merasa kesakitan kalau lagi nagih, tetapi bubuk kristal ini sangat jahat karena langsung merusak otak terutama otak yang mengendalikan pernafasan, suatu saat pecandu akan mengeluh sakit asma(sesak nafas) dan lama2 kalau tetap memakai shabu2 akan meninggal begitu saja karena kehabisan nafas, karena syaraf otak yang mengendalikan pernafasan sudah tidak berfungsi, dan tidak ada lagi instruksi untuk bernafas.
Cara memakai Kristal ini dibakar lalu dihisap dengan alat khusus yang disebut Bong tetapi anak2 pandai sekali bisa membuat dengan botol apa saja. Dihisap dengan mediator air. Tetapi yang pecancu tidak tahu, didalam tubuh kristal ini mengkristal kembali, sehingga paru2nya bisa berubah menjadi batu mengeras sehingga umumnya keluhan pemakai shabu-shabu adalah sesak nafas. Harga Shabu-bhabu 1 gr - Rp. 200.000,- Jenis Blue Sky yang mahal 1 gr. Rp. 500.000,- 1 gr. bisa untuk 8 orang. Biasanya dipakai 2 kali per minggu. Kristal ini paling banyak digemari karena tidak ada sakauwnya, kalau lagi nagih hanya gelisah, tidak bisa berpikir dan bekerja
Habis pakai shabu-shabu: Mata bendul ada garis hitam, Badan terasa panas terbakar, sehingga minum terus menerus, dan ke-mana2 selalu membawa botol aqua. Kuat tidak makan dan tidak tidur sampai ber-hari2, ngomong terus tapi suaranya jelas.Bersemangat, gariah seks meningkat, paranoid, tidak bisa diam/tenang, selalu ingin menambah terus, tidak bisa makan, tidak bisa tidur
Akibat : Merusak organ2 tubuh terutama otak, dan syaraf yang mengatur pernafasan. Banyak yang mati karena sesak nafas, dan tiba2 berhenti bernafas karena syaraf yang mengendalikan pernafasan sudah rusak dan tidak ada lagi instruksi untuk bernafas, sehingga nafasnya putus/berhenti, dan mati.Paranoid, otak suah dipakai berpikir dan konsentrasi, jet lag dan tidak mau makan.Rasa gembira / euforia, Rasa harga diri meningkat, Banyak bicara, Kewaspadaan meningkat, denyut jantung cepat, Pupil mata melebar, Tekanan darah meningkat, berkeringat/rasa dingin, Mual/muntah, (Dalam waktu 1 jam setelah pemakai gelisah),Delirium/kesadaran berubah (pemakai baru, lama, dosis tinggi), Perasaan dikejar-kejar, Perasaan dibicarakan orang, Agresif dan sifat bermusuhan, Rasa gelisah, Tak bisa diam, (Dalam waktu 24 jam).Gangguan irama detak jantung, Perdarahan otak, Hiperpireksia atau syok pada pembuluh darah jantung yang berakibat meninggal.
2.    Morfin
Merupakan zat aktif (narkotika) yang diperoleh dari candu melalui pengolahan secara kimia. Umumnya candu mengandung 10% morfin. Cara pemakaiannya disuntik di bawah kulit, ke dalam otot atau pembuluh darah (intravena)
  • Menimbulkan euforia.
  • Mual, muntah, sulit buang hajat besar (konstipasi).
  • Kebingungan (konfusi).
  • Berkeringat.
  • Dapat menyebabkan pingsan, jantung berdebar-debar.
  • Gelisah dan perubahan suasana hati.
  • Mulut kering dan warna muka berubah.
D.  Halusinogen
1.    Ekstasi (Metilendioksimetamfetamin)
 MDMA atau ekstasi, begitu orang mengenalnya, struktur kimia dan efeknya sejenis dengan amfetamin dan bersifat halusinogen. Ekstasi biasanya hadir dalam dalam bentuk tablet berbagai warna dengan desain yang berbeda. Ekstasi juga dapat berupa bubuk atau kapsul. Seperti narkoba lainnya, tidak ada pengawasan terhadap kekuatan dan kebersihan dari zat tersebut. Tidak ada jaminan bahwa sebuah pil ekstasi mengandung MDMA secara keseluruhan, karena zat-zat tersebut sering dicampur dengan zat-zat berbahaya lainnya.
Nama lain: Inex, XTC, Dolphin, Black Heart, Gober, Circle K, dan lain-lain.
Apa saja dampak langsung dari ekstasi?
·            Perasaan senang berlebihan.
·            Perasaan nyaman.
·            Mual-mual.
·            Berkeringat dan dehidrasi.
·            Meningkatkan kedekatan dengan orang lain.
·            Percaya diri dan kurang mampu mengendalikan diri.
·            Suka menggertakkan dan menggesek gigi.
·            Paranoia, kebingungan.
·            Meningkatnya denyut jantung, suhu tubuh dan tekanan darah.
·            Pusing, pingsan atau suka bercanda yang tidak lucu.
Apa saja dampak jangka panjang dari ekstasi?
Hanya sedikit yang mengetahui tentang dampak jangka panjang dari ekstasi, tetapi resiko kerusakan psikologi dan mental sangat tinggi.
Hal-hal di bawah ini adalah hal yang kami ketahui:
·      Ekstasi merusak otak dan mengganggu daya ingat.
·      Ektasi membahayakan otak yang berfungsi untuk pembelajaran dan berpikir cepat.
·      Ada bukti-bukti bahwa ekstasi dapat menyebabkan kerusakan jantung dan hati.
·      Pengguna rutin telah melaporkan bahwa diri mereka mengalami depresi ekstrim dan beberapa kasus gangguan mental.
Cara pakai: Berbentuk pil/kapsul.Dikunyah, dikulum, ditelan dengan air mineral. Harganya sangat mahal sehingga hanya dipakai kelas menengah keatas, executive dll.
Habis pakai : rasanya gembira terus, maunya tertawa, hal2 yg tidak lucu saja membuat tertawa, energetik.Energik, mata sayu, muka pucat, berkeringat banyak, tidak bisa diam/over acting,tidak bisa tidur
Sakauw : rasanya gelisah dan tidak bergairah dan tidak energetik sehingga ingin mengkonsumsi lagi.
2.    Ketamine / special-K / happy-K
Ketamine adalah senyawa sintetik sejenis dengan PCP (Phencyclidine) yg dipakai sebagai obat anesthetic pada veterinary (dokter hewan) juga pada manusia. Sebelum ditemukan ketamine PCP-lah yg digunakan oleh dokter sebagai obat anesthetic. Setelah ketamine ditemukan pada pertengahan tahun 1960-an, ketamine lebih di favoritkan menggantikan PCP oleh karena efek redanya yg jauh lebih cepat ketimbang PCP.
 
Akan tetapi jika dipakai melebihi dosis yg dianjurkan, ketamine merupakan zat yg bersifat halusinogen dan sangat dissociative, bahkan delirium (tidak bisa sama sekali membedakan mana yg nyata dan mana yg tidak) sehingga bagi mereka yg sudah merasakan efek yg diakibatkan oleh ketamine ini menjulukinya sebagai efek tersedotnya jiwa ke dalam “K-hole”.
Ciri2 lain selain halusinasi dan dissociative/delirium antara lain:
o   euphoria (perasaan senang)
o    perasaan yg damai
o    energi yg bertambah
o    Amnesia
o    kehilangan persepsi tentang waktu
o    merasakan jiwa yg terpisah keluar/terangkat dari tubuh
o    kehilangan kontrol gerakan otot sama sekali
o    paranoid dan serangan panic
o    merasakan NDE (Near Death Experience)
o   koma bahkan kematian yg disebabkan oleh gagal jantung atau pernafasan
Pemakaian ketamine meliputi dengan cara dihisap melalui hidung, dimakan, atau disuntik. Walaupun ketamine belum terbukti mengakibatkan kecanduan secara fisik tetapi dapat dipastikan mengakibatkan kecanduan secara psikologis serta toleransi terhadap dosis yg dipakai. Jika dipakai dalam jangka panjang ketamine dapat mengakibatkan kerusakan pada jaringan otak (olney lession). Selain DXM dan PCP, ketamine juga merupakan salah satu bahan pemalsu/pencampur/ pengganti yg sering ditambahkan ke dalam pil2 ecstasy. Oleh karena rasanya yg tawar, tidak merubah warna, dan hanya sedikit berbau metalik jika dicampurkan kedalam makanan atau minuman sehingga ketamine juga merupakan salah satu obat yg sering dipakai para lelaki untuk memperkosa teman kencan wanitanya (date rape drug).
.
3.    LSD (Lysergic Acid Diethylamide) / acid


LSD adalah senyawa semi sintetik yg di proses dari senyawa d-lysergic acir yg dihasilkan oleh sejenis jamur yg tumbuh pada tanaman gandum hitam (rye). LSD merupakan zat yg bersifat halusinogen akan tapi tidak bersifat dissociative. Selain bersifat halusinogen LSD juga mempengaruhi fungsi hormon dopamine dalam otak.Kekuatan halusinasi senyawa LSD kurang lebih 100x lebih kuat dari senyawa psilocybin yaitu zat yg terdapat dalam jamur psilocybin (magic mushroom) dan sekitar 3000x lebih kuat ketimbang senyawa mescaline yg terdapat pada tumbuhan cactus peyote.Efek dari tripping LSD bisa mencapai 6-8 jam, ditambah dengan 2-6 jam offset (penurunan), efek2nya meliputi:
o  meningkatnya energi dan tidak bisa tidur
o  halusinasi penglihatan seperti tembok yg bernafas, motif gambar yg bergerak dan meninggalkan jejak, perubahan bentuk benda menjadi bentuk yg lain (morphing)
o  halusinasi pendengaran sehingga music terkesan bergema dan memiliki efek chorus tambahan
o  emosi yg labil dan sangat tergantung oleh mood pada saat itu sehingga bisa menyebabkan senang, sedih, marah, takut, jengkel, atau depresi – bad trip.
o  perubahan persepsi tentang waktu
o  banyak berkeringat
o  susah konsentrasi
o  gigi geraham yg rasanya terikat
o  paranoid dan sering tiba2 teringat akan masa2 laluWalaupun tidak terbukti bisa menyebabkan kecanduan secara fisik, oleh karena sifatnya yg mempengaruhi kerja hormon dopamine di dalam otak yg berfungsi sebagai hormon reward system (yg mendorong munculnya perasaan puas dan nikmat akan sesuatu hal yg didapat/dikonsumsi/dicapai) sehingga LSD dapat menyebabkan kecanduan secara psikologis kecuali jika si pemakai telah mengalami bad trip terlebih dahulu.
III.            Latar belakang penggunaan NAPZA
Pada umumnya orang-orang mengkonsumsi narkoba itu bertujuan untuk menenangkan diri dari masalah yang dihadapi olehnya. Misalnya anak yang selalu dimarahi oleh orang tuanya dan kurang perhatian (kasih sayang) dari kedua orang tuanya pasti merasa kesal dan marah maka, untuk menghilangkan rasa kesal dan marahnya mereka minum-minuman keras bahkan ada yang langsung memakai narkoba.
Apabila ditambah dengan pergaulan yang bebas, yaitu pergaulan yang tanpa aturan, sekehendak sendiri dan tidak mau diatur sangat dominan dalam proses penyalahgunaan narkoba ini.
Kelompok-kelompok penyalahguna narkoba
Hawari menyebutkan ada tiga kelompok besar penyalah guna narkoba beserta resiko yang dialaminya.Pertama, kelompok ketergantungan primer yang ditandai dengan adanya kepribadian yang tidak stabil, mengalami gangguan, cemas dan depresi.Mereka mencoba mengobati sendiri gangguan yang dialami tanpa berkonsultasi kepada dokter sehingga terjadi penyalahgunaan sampai tingkat ketergantungan, kedua, kelompok ketergantungan simtomatis, yang ditandai dengan adanya kepribadian anti social (psikopatik). Mereka menggunakan narkoba tidak hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga “menularkan” kepada orang lain dengan berbagai cara sehingga orang lain dapat “terjebak” ikut memakai hingga mengalami ketergantungan yang serupa. Ketiga, kelompok ketergantungan reaktif.Kelompok ini terutama terdapat pada remaja karena dorongan ingin tahu, pengaruh lingkungan dan tekanan kelompok teman sebaya.
Latar belakang penggunaan NAPZA pada remaja
Menurut Brunswik (1991) dan Steinberg (2002), banyak remaja yang berjuang untuk mencapai perasaan identitas personal dengan mencoba menggunakan zat adiktif sebagai upaya untuk mencoba perilaku dan ide-ide baru, dan juga untuk mendapatkan pengakuan.
Banyak remaja yang menggunakan narkoba karena dorongan ingin tahu, atau karena diolok-olok oleh teman sebaya sehingga ikut meniru.Dari yang semula iseng kemudian menjadi kebiasaan dan akhirnya kecanduan kronis.Ada juga remaja yang menyalahgunakan narkotikan karena sekedar ingin mendapatkan status social, pengakuan dan gengsi, untuk gagah-gagahan atau mengikuti mode.Tetapi ada juga yang menkonsumsi narkotika disebabkan keinginan untuk menghindari kesulitan hidup dan konflik-konflik batin.
Haryanto (2000), dalam penelitiannya, mengidentifikasikan alasan remaja untuk menyalahgunakan narkoba yaitu
a.        Masalah fisik: ingin santai, ingin aktif, menghilangkan rasa sakit, ingin lebih kuat, lebih berani dan lebih gagah
b.      Masalah emosional: pelarian, mengurangi ketegangan, mengubah suasana hati, memberontak, balas dendam dan ingin menyendiri
c.       Masalah intelektual: bosan dengan rutinitas, ingin tahu, coba-coba, suka menyelidiki dan faktor belajar
d.      Masalah antarpribadi: ingin diakui, menghilangkan rasa canggung, tekanan kelompok (gang), ikut mode, solidaritas, agar dianggap “lain”
e.       Adat/kebiasaan/religi: merasa akan lebih khusuk, lebih menghayati hidup, hidup lebih bermakna, persyaratan upacara dan kebiasaan/adat.
Faktor-faktor penyebab penyalahgunaan narkoba
Para ahli sepakat bahwa secara garis besar ada tiga faktor yang mempengaruhi terjadinya penyalahgunaan narkoba pada remaja, yakni faktor narkobanya sendiri, faktor lingkungan dan faktor individual.Narkoba menjadi faktor terjadinya penyalahgunaan narkoba karena pemakaiannya menimbulkan efek atau sensasi tertentu sehingga pengguna terdorong untuk mencari dan menikmati sensasi-sensasi baru itu (Afiatin, 2000).
Lingkungan juga ditengarai sebagai faktor penting dalam mempengaruhi tindak penyalahgunaan narkoba bagi remaja.Lingkungan yang paling dekat dengan remaja adalah keluarga dan kelompok teman sebaya.Faktor lingkungan keluarga, menurut Palmer dan Lindle (1996) dan Hawkins dkk (1997) dapat berperan sebagai faktor resiko dan juga faktor protektif dalam penyalahgunaan narkoba pada remaja.Faktor resiko berarti kondisi yang dapat menimbulkan terjadinya penyalahgunaan narkoba, sedangkan faktor protektif adalah kondisi yang dapat menimbulkan terjadinya penyalahgunaan narkoba. Faktor-faktor resiko keluarga dalam penyalahgunaan narkoba yaitu: model dari orang tua dan saudara yang sudah menyalhgunakan narkoba, sikap orang tua yang permisif terhadap penggunaan narkoba, kurangnya perhatian orangtua terhadap anak-anaknya, penerapan hukuman terhadap anak yang terlalu sering dan inkonsistensi, atau orang tua yang terlalu otoriter.
Selain lingkungan keluarga, kelompok teman sebaya juga merupakan faktor resiko tertinggi terhadap penyalahgunaan narkoba pada remaja. Menurut Coleman (Scarr dkk 1986 dalam Afiatin, 2000), kelompok teman sebaya menjadi sangat meningkat perannya selama masa remaja. Hal ini disebabkan berbagai hal, yaitu:
1.      Terjadinya perkembangan fisik yang pesat mendorong remaja untuk mengatasi permasalahan dan pengalaman baru dengan sedikit informasi yang dimiliki
2.      Kelompok teman sebaya memberikan informasi konkret, meskipun kadang-kadang tidak tepat
3.      Teman sebaya memberikan dukungan psikologis dengan memberikan teknik dan dukungan untuk menentang otoritas orang dewasa
4.      Teman sebaya memungkinkan remaja untuk mencoba satu identitas baru sebagai pengalaman nyata, misal merokok sebagai symbol kejantanan dan kedewasaan, remaja ingin membuktikannya dengan mencoba di hadapan teman sebayanya.
Sementara itu latar belakang kondisi biologis dan psikologis yang berbeda-beda juga menyebabkan kemungkinan remaja menjadi penyalah guna narkoba tidak sama. Sejumlah hal terkait antara lain aspek organobiologis dan aspek psikologis. Kepekaan remaja terhadap narkoba secara  biologis yang berbeda diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor konstitutional dan genetic.Selain itu dipengaruhi mekanisme kerja zat pada resptor, yaitu organ tubuh yang menangkap zat tersbut agar mempunyai khasiat.
Aspek psikologis juga mempengaruhi penyakahgunaan narkoba pada remaja.Dari hasil penelitian setyonegoro dan mansyur (dalam hawari 1991) menunjukkan bahwa aspek psikologis menempati frekuensi tertinggi dalam hal penyalahgunaan narkoba pada remaja.Hai ini disebabkan karena pada umumnya remaja mengalami ketidakstabilan emosi dan adanya perubahan pada kepribadian, dan ini merupakan faktor yang kondusif bagi tindak penyalahgunaan narkoba.Kepribadian seseorang yang ditandai dengan ketidakmampuan menyesuaikan diri, perilaku anti social, dan kurang percaya diri merupakan ciri kepribadian yang (vulnerable personality) rawan pada penyalahgunaan zat.Selain itu, adanya gangguan kecemasan dan/ atau depresi membuat orang cenderung menyalahgunakan zat.
Aspek intrapersonal diidentifikasi dengan berperan penting dalam penyalahgunaan narkoba pada remaja adalh rendahnya harga diri.Remaja dengan harga diri rendah menggunakan narkoba sebagai sarana untuk mengembalikan kestabilan emosinya, sehingga menimbulkan rasa aman bagi mereka.
Menurut Afiatin (2000) untuk mendapatkan gambaran tentang karakteristik kepribadian remaja penyalah guna narkoba berikut uraian berdasarkan hasil penelitian pada 10 orang penyalah guna narkoba yang menunjukkan
·         Persepsi sebagian besar (80%) subjek terhadap dirinya merasa kurang puas dengan kondisi fisiknya, kurang percaya diri, merasa rendah diri dalam pergaulan social, merasa tidak memiliki prestasi yang patut dibanggalan, merasa bahwa hidupnya belum banyak memberi manfaat bagi orang lain
·         Persepsi terhadap keluarga sebagian besar (70%) subjek merasa kurang diterima oleh keluarganya, sering mengalami ketidakcocokan dan konflik serta merasa tidak dekat dengan ayahnya
·         Persepsi terhadap lingkungan sekolah, sebagian besar (70%) subjek merasa dapat diterima oleh teman-temannya di sekolah, dapat bergaul dan tidak sedikit merasa popular meskipun mereka menyadari bahwa kepopulerannya itu dalam hal negative, misal sering membolos
·         Persepsi terhadap lingkungan sosial, sebagian besar (80%) subjek merasa akrab dengan teman-temannya karena sering berkumpul

IV.                   Mekanisme gangguan otak pada penggunaan napza
Cara Kerja Narkoba Dan Pengaruhnya Pada Otak
Narkoba berpengaruh pada bagian otak yang bertanggung jawab atas kehidupan perasaan, yang disebut sistem limbus: Hipotalamus – pusat kenikmatan pada otak – adalah bagian dari sistem limbus. Narkoba menghasilkan perasaan ‘high’ dengan mengubah susunan biokimia molekul pada sel otak yang disebut neuro-transmitter.
Dapat dikatakan bahwa otak bekerja dengan motto jika merasa enak, lakukanlah. Otak dilengkapi alat untuk menguatkan rasa nikmat dan menghindarkan rasa sakit atau tidak enak, guna membantu memenuhi kehidupan dasar manusia, seperti rasa lapar, haus, rasa hangat, dan tidur. Mekanisme ini merupakan mekanisme pertahanan diri. Jika lapar, otak menyampaikan pesan agar mencari makanan yang dibutuhkan. Kita berupaya mencari makanan itu dan menempatkannya diatas segala-galanya. Kita rela meninggalkan pekerjaan dan kegiatan lain, demi memperoleh makanan itu.
Yang terjadi pada adiksi adalah semacam pembelajaran sel-sel otak pada pusat kenikmatan. Jika mengonsumsi narkoba, otak membaca tanggapan kita. Jika merasa nikmat, otak mengeluarkan neurotransmitter yang menyampaikan pesan: “Zat ini berguna bagi mekanisme pertahanan tubuh”. Jadi, ulangi pemakaiannya. “Jika memakai narkoba lagi, kita kembali merasa nikmat seolah-olah kebutuhan kita terpuaskan”. Otak akan merekamnya sebagai sesuatu yang harus dicari sebagai prioritas. Akibatnya, otak membuat program salah, seolah-olah kita memang memerlukannya sebagai mekanisme pertahanan diri. Maka terjadilah kecanduan!
Terlepas dari dampak buruknya, memang diakui ada mitos yang diyakini oleh pengguna narkoba bahwa narkoba sebagai pengubah suasana hati. Semua jenis narkoba mengubah perasaan dan cara berpikir seseorang tergantung pada jenisnya.
1.        Perubahan pada suasana hati (menenangkan, rileks, gembira, dan rasa bebas);
2.        Perubahan pada pikiran (stress hilang dan meningkatnya daya khayal);
3.        Perubahan pada perilaku (meningkatkan keakraban, menghambat nilai, dan lepas kendali).
A.    Narkoba Hancurkan Kerja Otak
Bagi para pengguna narkotika, mungkin tidak menyadari kalau akibat memakai narkoba akan menghancurkan kerja otaknya. Pemakaian narkoba sangat mempengaruhi kerja otak yang berfungsi sebagai pusat kendali tubuh dan mempengaruhi seluruh fungsi tubuh. Karena bekerja pada otak, narkoba mengubah suasana perasaan, cara berpikir, kesadaran dan perilaku pemakainya. Itulah sebabnya narkoba disebut zat psikoaktif.
Ada beberapa macam pengaruh narkoba pada kerja otak. Ada yang menghambat kerja otak, disebut depresansia, sehingga kesadaran menurun dan timbul kantuk. Contoh golongan ini adalah opioida yang di masyarakat awam dikenal dengan candu, morfin, heroin dan petidin. Kemudian obat penenang atau obat tidur (sedativa dan hipnotika) seperti pil BK, Lexo, Rohyp, MG dan sebagainya, serta alkohol.
Namun ada pula narkoba yang memacu kerja otak, disebut stimulansia, sehingga timbul rasa segar dan semangat, percaya diri meningkat, hubungan dengan orang lain menjadi akrab. Akan tetapi menyebabkan tidak bisa tidur, gelisah, jantung berdebar lebih cepat dan tekanan darah meningkat. Contohnya adalah amfetamin, ekstasi, shabu, kokain, dan nikotin yang terdapat dalam tembakau. Ada pula narkoba yang menyebabkan khayal, disebut halusinogenika. Contoh LSD adalah Ganja yang menimbulkan berbagai pengaruh, seperti berubahnya persepsi waktu dan ruang, serta meningkatnya daya khayal, sehingga ganja dapat digolongkan sebagai halusinogenika. Dalam sel otak terdapat bermacam-macam zat kimia yang disebut neurotransmitter. Zat kimia ini bekerja pada sambungan sel saraf yang satu dengan sel saraf lainnya (sinaps). Beberapa di antara neurotransmitter itu mirip dengan beberapa jenis narkoba. Semua zat psikoaktif (narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lain) dapat mengubah perilaku, perasaan dan pikiran seseorang melalui pengaruhnya terhadap salah satu atau beberapa neurotransmitter. Neurotransmitter yang paling berperan dalam terjadinya ketergantungan adalah dopamin.
Bagian otak yang bertanggung jawab atas kehidupan perasaan adalah sistem limbus. Hipotalamus adalah bagian dari sistem limbus, sebagai pusat kenikmatan. Jika narkoba masuk ke dalam tubuh, dengan cara ditelan, dihirup, atau disuntikkan, maka narkoba mengubah susunan biokimiawi neurotransmitter pada sistem limbus. Karena ada asupan narkoba dari luar, produksi dalam tubuh terhenti atau terganggu, sehingga ia akan selalu membutuhkan narkoba dari luar.
Yang terjadi pada ketergantungan adalah semacam pembelajaran sel-sel otak pada pusat kenikmatan. Jika mengonsumsi narkoba, otak membaca tanggapan orang itu. Jika merasa nyaman, otak mengeluarkan neurotransmitter dopamin dan akan memberikan kesan menyenangkan. Jika memakai narkoba lagi, orang kembali merasa nikmat seolah-olah kebutuhan batinnya terpuaskan. Otak akan merekamnya sebagai sesuatu yang harus dicari sebagai prioritas sebab menyenangkan. Akibatnya, otak membuat program salah, seolah-olah orang itu memerlukannya sebagai kebutuhan pokok. Terjadi kecanduan atau ketergantungan.
Pada ketergantungan, orang harus senantiasa memakai narkoba, jika tidak, timbul gejala putus zat, jika pemakaiannya dihentikan atau jumlahnya dikurangi. Gejalanya bergantung jenis narkoba yang digunakan. Gejala putus opioida (heroin) mirip orang sakit flu berat, yaitu hidung berair, keluar air mata, bulu badan berdiri, nyeri otot, mual, muntah, diare, dan sulit tidur.
Narkoba juga mengganggu fungsi organ-organ tubuh lain, seperti jantung, paru-paru, hati dan sistem reproduksi, sehingga dapat timbul berbagai penyakit. Contoh: opioida menyebabkan sembelit, gangguan menstruasi, dan impotensi. Jika memakai jarum suntik bergantian berisiko tertular virus hepatitis B/C (penyakit radang hati). Juga berisiko tertular HIV/AIDS yang menurunkan kekebalan tubuh, sehingga mudah terserang infeksi, dan dapat menyebabkan kematian. Ganja menyebabkan hilangnya minat, daya ingat terganggu, gangguan jiwa, bingung, depresi, serta menurunnya kesuburan. Sedangkan kokain dapat menyebabkan tulang sekat hidung menipis atau berlubang, hilangnya memori, gangguan jiwa, kerja jantung meningkat, dan serangan jantung.
Jadi, perasaan nikmat, rasa nyaman, tenang atau rasa gembira yang dicari mula-mula oleh pemakai narkoba, harus dibayar sangat mahal oleh dampak buruknya. Seperti ketergantungan, kerusakan berbagai organ tubuh, berbagai macam penyakit, rusaknya hubungan dengan keluarga dan teman-teman, rongrongan bahkan kebangkrutan keuangan, rusaknya kehidupan moral, putus sekolah, pengangguran, serta hancurnya masa depan dirinya.
B.     Rute Administrasi
Agar obat untuk memiliki efek pada seseorang, maka pertama yang harus diambil ke dalam tubuh orang itu dan aliran darah sehingga kemudian dapat berinteraksi dengan otak . Obat yang masuk ke dalam aliran darah lebih cepat cenderung memiliki lebih cepat, efek lebih intens.
Bagaimana Anda mengambil obat memiliki banyak hubungannya dengan seberapa cepat itu akan berpengaruh Anda, dan berapa lama dampaknya akan berlangsung. Orang lebih langsung yang mampu mendapatkan obat pilihan mereka ke dalam aliran darah mereka, lebih cepat dan lebih intens pengaruh obat cenderung. Jadi, semua hal lain dianggap sama, intravena (IV) injeksi obat akan menghasilkan terburu-buru lebih besar daripada dosis oral dari obat yang sama karena obat IV administered segera tersedia ke otak, dan tidak harus diserap atau diproses.
Selain rute administrasi, jumlah obat yang bisa masuk ke aliran darah pada suatu waktu merupakan faktor penting juga. Minum alkohol pada waktu perut kosong akan mengakibatkan alkohol memasuki aliran darah lebih cepat daripada jika minuman yang sama telah dengan perut penuh. Isi perut bertindak sebagai semacam spons atau buffer, membatasi jumlah alkohol yang dapat diserap ke dalam aliran darah dan dikirim ke otak pada suatu waktu tertentu.
Setelah obat ini dalam darah telah hampir akses langsung ke otak. Ada penghalang darah-otak yang membuat banyak zat keluar dari otak, tapi obat yang kita prihatin dengan di sini adalah mampu melewati bahwa pembatas dengan sedikit kesulitan.
C.    Pentingnya Dari Sinapsis
Untuk memahami bagaimana obat bekerja pada otak, pertama kita harus memiliki beberapa pemahaman tentang bagaimana otak dibangun. Otak adalah koleksi yang sangat rumit dari sel-sel yang dikenal sebagai neuron atau (lebih informal) saraf. Setiap kali Anda berpikir tentang sesuatu, merasakan sesuatu atau melakukan sesuatu, apa yang terjadi pada tingkat otak adalah bahwa berbagai neuron mengirimkan informasi untuk satu sama lain tentang apa yang Anda pikirkan, merasakan atau melakukan. Hal ini pada tingkat ini komunikasi antar-neuron yang obat yang paling memiliki efek mereka.
Sebuah neuron yang diberikan adalah sel kurus panjang. Memiliki tiga bagian utama yaitu dendrit, inti, dan akson. Informasi mengalir melalui neuron dimulai pada dendrit dan berakhir di bagian terminal akson (dikenal sebagai tombol). Neuron menerima informasi melalui struktur cabang-seperti yang disebut dendrit. Sebagai neuron tumbuh, dendrit mereka menjangkau dan melakukan kontak dengan akson neuron yang berdekatan. bagian input dari neuron yang diberikan, kemudian, membuat kontak dengan bagian output dari neuron lainnya. Sinyal yang berasal dari akson berkumpul banyak pada dendrit neuron lain. Beberapa sinyal masuk (sinyal rangsang) menceritakan neuron untuk mengaktifkan sendiri, sementara yang lain (sinyal penghambatan) memberitahu neuron untuk tetap pasif. Ketika jumlah sinyal rangsang semakin besar maka jumlah sinyal penghambatan, neuron 'mengaktifkan', yang berarti, sinyal kimia-listrik yang dihasilkan di bagian atas neuron, dan membuat jalan semua jalan ke bawah akson sampai hits tombol terminal. Sinyal pada tombol terminal dijemput oleh dendrit neuron lain, dan proses berulang.
Sifat dari bagaimana sinyal berpindah dari satu neuron ke lain adalah sangat penting. Walaupun neuron berbicara satu sama lain melalui akson mereka saling berhubungan dan dendrit, tidak ada kontak fisik antara tombol terminal satu neuron, dan dendrit lain. Sebaliknya, antara akson dan dendrit adalah sebuah ruang atau gap, yang disebut 'sinaps'. Ketika sinyal kimia-elektrik dari neuron diaktifkan mencapai tombol terminal, berhenti sinyal listrik, dan rasul kimia yang dikenal sebagai 'neurotransmitter' yang diperkenalkan ke dalam sinaps. Bahan kimia neurotransmiter mengapung di sinaps dan terhubung dalam mode lock-dan-key dengan struktur protein yang dikenal sebagai 'reseptor' yang tertanam di dinding dendrit dari neuron penerima. Ini adalah kehadiran membuka 'kunci' neurotransmitter 'kunci' reseptor pada permukaan dendrit dari neuron post-sinaptik (dan tidak ada sinyal listrik yang melompat sinaps) yang menggairahkan atau menghambat neuron post-sinaptik menjadi mengaktifkan atau tidak.
Setelah beberapa saat pendek di sinapsis, neurotransmiter yang telah dirilis adalah mengingat kembali ke tombol terminal dalam proses yang disebut "re-uptake" sehingga mereka tersedia harus neuron perlu api lagi.
D.    Bagaimana Obat Bekerja
Obat membuat efek mereka dikenal dengan bertindak untuk meningkatkan atau mengganggu aktivitas neurotransmiter dan reseptor dalam sinapsis otak. Beberapa neurotransmitter membawa pesan penghambatan di sinaps, sementara yang lain membawa pesan rangsang; atletik. Narkoba meningkatkan pesan yang dibawa oleh neurotransmitter neurotransmitter inhibisi menjadi lebih hambat, dan neurotransmiter rangsang menjadi lebih rangsang transmisi antagonis. Narkoba, di lain pihak, mengganggu dengan pesan neurotransmiter; tindakan alami neurotransmiter terjadi gangguan dengan sehingga efek mereka dikurangi atau dihilangkan.
Ada banyak cara yang obat dapat bertindak untuk meningkatkan (tersiksa) suatu neurotransmitter yang diberikan:
1.        Obat atletik dapat memacu peningkatan produksi neurotransmiter tertentu. Ketika mereka neurotransmiter ini kemudian dilepaskan ke sinaps, mereka lebih banyak daripada biasanya, dan lebih zat neurotransmitter menemukan jalan mereka ke reseptor post-sinaptik pada dendrit dari neuron berikutnya.
2.        Obat atletik dapat mengganggu penyerapan kembali zat neurotransmiter yang memiliki efek memaksa mereka untuk tetap tinggal di sinaps dan berinteraksi dengan reseptor lebih lama dari biasanya (Kokain efek yang Norepinefrin dan sistem neurotransmitter Dopamine hanya dalam cara ini).
3.        Obat atletik dapat melewati neurotransmitter seluruhnya, dan hanya melayang keluar ke sinaps dan dirinya sendiri mengikat dengan dan mengaktifkan reseptor neurotransmitter itu.
Demikian pula, ada banyak cara yang obat dapat bertindak untuk mengganggu (menentang) suatu neurotransmitter yang diberikan:
1.      Obat antagonis dapat mengganggu pelepasan neurotransmiter ke sinaps.
2.      Obat antagonis dapat bersaing dengan neurotransmitter untuk mengikat reseptor neurotransmitter itu. Obat antagonis reseptor mengikat tetapi tidak mengaktifkannya, sehingga menghalangi reseptor dari yang diaktifkan oleh neurotransmitter.
3.      Obat antagonis dapat menyebabkan neurotransmitter bocor keluar dari wadah mereka di tombol terminal, ke dalam cairan dari neuron pra-sinapsis itu sendiri, membuat zat neurotransmitter tidak tersedia untuk rilis ke sinaps. Ketika neuron diaktifkan, ada neurotransmitter kurang tersedia akan dirilis ke sinaps.
Sebagian besar obat yang bisa disalahgunakan adalah agonis berbagai neurotransmitter mereka bekerja untuk meningkatkan efek alami dari neurotransmiter.

V.                   Gejala klinis
1.      Intoksikasi akut
-          Intoksikasi zat merujuk pada kondisi mabuk atau melayang. Ini merupakan efek dari penggunaan zat psikoaktif.  Sebagian cirri khusus dari intoksikasi tergantung pada jenis obat yang digunakan, dosis, rektifitas biologis pemakai. Tanda intoksikasi sering mencakup kebingungan, marah-marah, hendaya dalam penilaian, kurang perhatian, serta terganggunya ketrampilan motorik dan spasial.
-          Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan : tingkat dosis zat yang digunakan, individu dengan kondisi organik tertentu yang mendasarinya yang dalam dosis kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi berat yang tidak professional
-          Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks sosial perlu dipertimbangan (misalnya disinhibisi perilaku pada pesta atau upacara keagamaan)
-          Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan alcohol atau zat psikoaktif lain sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, efek atau perilaku, atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya.
-          Intensitas intoksikasi berkurang dengan berlalunya waktu wakt dan pada akhirnya efeknya menghilag bila tidak terjadi penggunaan zat lagi. Dengan demikian orang tersebut akan kembali ke kondisi semula, kecuali jika ada jaringan yang rusak atau komplikasi lainnya.
2.      Penggunaan yang merugikan
-          Menurut DSM, penyalah gunaan zat melibatkan pola peggunaan berulang yang menghasilkan konsekuensi yang merusak. Konsekuensi yang merusak bisa termasuk kegagalan untuk memenuhi tanggungjawab utama seseorang (misalnya sebagai siswa, pekerja atau orang tua), menempatkan diri dalam situasi dimana penggunaan zat secara fisik berbahaya (misalnya mencampur minuman dan menggunakan obat), berhadapan dengan masalah hokum berulang kali karena penggunaan obat, atau memiliki masalah sosial atau interpersonal karena penggunaan zat.
-          Saat seseorang berulang kali bolos sekolah atau kerja karena mereka mabuk perilaku mereka cocok dengan definisi penyalah gunaan zat
-          Adanya pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan, yang dapat berupa fisik (seperti adanya kasus hepatitis karena menggunakan obat melalui suntikan diri sendiri) atau mental (misalnya episode gangguan depresi sekunder karena konsumsi berat alkohol).
-          Pola penggunaan yang merugikan sering dikecam oleh pihak lain dan seringkali disertai berbagai konsekuensi sosial yang tidak diinginkan.
-           Tidak ada sindrom ketergantungan, gangguan psikotik atau bentuk spesifik lain dari gangguan yang berkaitan dengan penggunaan obat atau alkohol.
3.      Sindrom ketergantungan
-          Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (komplusi) untuk menggunakan zat psikoaktif
-          Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggukan zat, termasuk sejak mualinya, usaha penghentian atau pada tingkat sedang menggunakan
-          Keadaan putus zat secara fisilogis ketika penghentian penggunaan zat atau pengurangan, terbukti dengan adanya gejala putus zat yang khas, atau orang tersebut menggunakan zat atau golongan zat sejenis dengan tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala putus zat
-          Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh dengan dosis lebih rendah
-          Secara progesif mengabaikan menikmati kesenangan atau minat lain disebabkan penggunaan zat psikoaktif, meningkatnya jumlah waktu yang diperlukan untuk mendapatkan atau menggunakan zat atau untuk pulih dari akibatnya
-          Tetap menggunakan zat meskipun dia menyadari adanya akibat yang merugikan kesehatannya
Dalam referensi lain, meski jalan menuju ketergantungan zat bervariasi antara orang satu dengan orang yang lain, beberapa pola umum digambarkan melalui tahapan berikut ini (Weiss & Mirin, 1987):
-          Eksperimentasi. Selama tahap eksperimentasi atau penggunaan berkala, obat secara sementara membuat penggunanya merasa nyaman, bahkan eurofik. Pengguna merasa terkendali dan dapat berhenti kapan saja.
-          Penggunaan rutin. Selama tahap berikutnya, periode penggunaan rutin, orang mulai mengtur hidupnya seputar mendapatkan dan menggunakan obat. Penyangkalan memainkan peran penting dalam tahap ini, ketika pengguna menutupi konsekuensi negatif perilaku mereka dari mereka sendiri dan orang lain. Nilai-nilai berubah. Apa yang sebelumnya penting, seperti keluarga dan pekerjaan, menjadi kurang penting dibandingkan obat. Dengan penggunaan rutin yang terus berlangsung, masalah pun bertambah.
-          Adiksi atau ketergantungan. Penggunaan rutin menjadi adiksi atau ketergantungan saat pengguna merasa tidak berdaya untuk menolak obat, baik karena mereka ingin mengalami efek obat atau untuk menghindari konsekuensi putus zat. Hanya sedikit atau tak ada hal lain yang lebih penting pada tahap ini.
4.      Keadaan putus zat
-          Keadaan putus zat mencakup sekelompok karakteristik gejala putus zat yang terjadi saat orang yang tergantung secara mendadak menghentikan penggunaan zat tertentu setelah periode penggunaan berat yang berkepanjangan.
-          Merupakan salah satu indikator dari sindrom ketergantungan, diagnosis sindrom ketergantungan zat harus dipertimbangkan
-          KPZ dicatat sebagi diagnosis utama bila merupakan alasan rujukan dan cukup parah sehingga perlu perhatian khusus
-          Orang yang mengalami gejala putus zat seringkali kembali menggunakan zat untuk menghilangkan rasa tidak nyaman akibat putus zat, yang membuat pola adiksi menetap.
-          Gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang digunakan. Gangguan psikologis (misalnya anxietas, depresi dan gangguan tidur) merupakan gambaran umum dari keadaan putus zat ini.
5.      Keadaan putus zat dengan delirium
-          Delirium tremens, yang merupakan akibat dari putus alkohol secara absolute atau relative pada pengguna yang ketergantungan berat dengan riwayat penggunaan yang lama. Onset biasanya terjadi sesudah putus alkohol. Keadaan gaduh geliasah toksik yang berlangsung singkat tapi ada kalanya dapat membahayakan jiwa, yang disertai gangguan somatik.
-          Definisi : suatu gangguan mental organik dengan ciri khas penurunan  kesadaran yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif
-          Delirium, kondisi kekacauan mental, disorientasi dan kesulitan yang ekstrem dalam memusatkan perhatian.
-          Gejala prodromal khas berupa: insomnia, gemetar dan ketakutan.
6.      Gangguan psikotik
-          Gangguan psikotik yang terjadi selama atau sesegera sesudah penggunaan zat psikoaktif (biasanya dalamwaktu 48 jam) bukan merupakan manifestasi dari keadaan putus zat dengan delirium atau suatu onset lambat.
-          Gangguan psikotik yang disebabkan oleh zat psikoaktif dapat tampil dengan pola gejala yang bervariasi. Variasi ini dipengaruhi oleh jenis zat yang digunakan dan kepribadian pengguna zat.
-          Fenomena psikotik yang terjadi selama atau segera sesudah penggunaan zat psikoaktif dan ditandai halusinasi ( khas auditorik ), kekeliruan identifikasi, waham / gagasan menyangkut diri sendiri (paranoid, kejaran )
-          Gangguan psikomotor, afek abnormal
VI.                   Komplikasi
Pada dasarnya akibat penyalahgunaan narkoba dapat dibagi menjadi akibat fisik dan psikis. Akibat yang terjadi tentu tergantung kepada jenis narkoba yang digunakan, cara penggunaan, dan lama penggunaan.
Beberapa akibat fisik ialah kerusakan otak, gangguan hati, ginjal, paru-paru, dan penularan HIV/AIDS melalui penggunaan jarum suntik bergantian. Sebagai contoh, sekitar 70 persen pengguna narkoba suntikan di Cina tertular HIV/ AIDS. Di Indonesia, sejak beberapa tahun terakhir ini jumlah kasus HIV/AIDS yang tertular melalui penggunaan jarum suntik di kalangan pengguna narkotik tampak meningkat tajam. Akibat lain juga timbul sebagai komplikasi cara penggunaan narkoba melalui suntikan, misalnya infeksi pembuluh darah dan penyumbatan pembuluh darah.
Di samping akibat tersebut di atas, terjadi juga pengaruh terhadap irama hidup yang menjadi kacau seperti tidur, makan, minum, mandi, dan kebersihan lainnya. Lebih lanjut, kekacauan irama hidup memudahkan timbulnya berbagai penyakit.
Akibat psikis yang mungkin terjadi ialah sikap yang apatis, euforia, emosi labil, depresi, kecurigaan yang tanpa dasar, kehilangan kontrol perilaku, sampai mengalami sakit jiwa. Akibat fisik dan psikis tersebut dapat menimbulkan akibat lebih jauh yang mungkin mengganggu hubungan sosial dengan orang lain. Bahkan acapkali pula merugikan orang lain. Sebagai contoh, perkelahian dan kecelakaan lalu lintas yang terjadi karena pelaku tidak berada dalam keadaan normal, baik fisik maupun psikis.
Benarkah narkoba dapat meningkatkan fungsi seksual?
Tidak benar narkoba dapat meningkatkan fungsi seksual. Melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh semua jenis narkoba, baik secara fisik maupun psikis, sebenarnya tidak ada pengaruh yang positif terhadap fungsi seksual. Sebaliknya, justru pengaruh negatif yang dapat terjadi.Tetapi sayang banyak warga masyarakat yang telah tertipu oleh informasi salah, yang sangat mungkin sengaja disebarkan oleh para pedagang narkoba. Informasi salah bahwa narkoba dapat meningkatkan gairah seksual dan dapat memperkuat kemampuan seksual merupakan informasi yang telah menyesatkan banyak orang.  Banyak orang yang percaya dengan informasi itu, lalu menggunakan narkoba dan akhirnya tidak dapat melepaskan diri. Bukan manfaat terhadap fungsi seksual yang didapat, melainkan berbagai akibat buruk, bahkan kematian.
Bagaimana pengaruh narkoba terhadap fungsi seksual dan reproduksi?
Gangguan fungsi seksual dan reproduksi yang terjadi, tergantung pada jenis narkoba yang digunakan dan jangka waktu menggunakan bahan yang berbahaya itu. Benikut akan diuraikan pengaruh beberapa jenis narkoba terhadap fungsi seksual dan reproduksi.
Mengapa sebagian pengguna narkoba mengaku fungsi seksualnya lebih baik?
Kalau ada sebagian pengguna narkoba yang mengaku fungsi seksualnya lebih baik, sebenarnya itu adalah pengakuan yang palsu tetapi tidak disadari. Perasaan bahwa fungsi seksualnya lebih baik, terutama justru disebabkan oleh pengaruh negatif narkoba.
Sebagai contoh, karena menggunakan ecstasy mereka merasa lebih segar dan bergembira sehingga merasa fungsi seksualnya juga lebih baik. Pengguna ecstasy menjadi lebih berani karena kehilangan kontrol sehingga tidak takut melakukan hubungan seksual, termasuk hubungan seksual yang berisiko tinggi.
Pengguna depresan atau obat penenang merasa lebih tenang sehingga lebih berani melakukan hubungan seksual, bahkan dengan siapa saja. Karena itu mereka beranggapan fungsi seksualnya lebih baik setelah menggunakan depresan. Jadi pengakuan mereka sebenarnya adalah pengakuan palsu yang tidak mereka ketahui. Padahal yang terjadi sebenarnya adalah proses gangguan fungsi seksual dan reproduksi. Di samping itu, tentu mereka akan mengalami ketergantungan terhadap narkoba dengan segala akibat buruknya, sampai pada kematian.
Bahaya dan Gangguan Penyalahgunaan Narkotika Dan Psikotropika
Semua penyalahgunaan NAPZA berbahaya dan merusak kesehatan baik secara fisik, mental emosional maupun sosial. Pengaruh NAPZA tidak sama pada setiap orang tergantung pada beberapa faktor berikut :
  • Jenis yang digunakan
  • Jumlah / dosis yang dipakai
  • Frekuensi pemakaian
  • Cara pemakaian (diminum, dihisap, disuntik)
  • Zat lain yang digunakan bersamaan.
  • Pengalaman pemakaian sebelumnya
  • Kondisi pemakaian
  • Kepribadian si pemakai.
Bahaya dan Akibat Penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika
1.Gangguan fisik
2.Gangguan mental emosional
3.Intoksikasi (keracunan karena zat)
4.Kelebihan dosis
5.Sindroma ketergantungan
6.Toleransi
7.Gejala putus zat
8.Kekambuhan (Relaps)
9.Gangguan psikiatri lain
10.Dampak sosial 
GANGGUAN FISIK
·           Infeksi / asbes atau bekas luka akibat suntikan.
·           Infeksi pada paru-paru (Bronkhitis dan TBC)
·           Infeksi pada jantung
·           Gangguan fungsi hati (Hepatitis B dan C)
·           Penularan HIV/AIDS
·           Denyut nadi tidak teratur
·           Hipertensi
·           Gangguan pencernaan
·           Kerusakan jaringan otak
·           Gangguan ginjal
·           Gangguan syaraf tepi dan syaraf mata
·           Kerusakan sel otak dan kerusakan kromoson. 
GANGGUAN MENTAL EMOSIONAL
  • Gangguan psikotik
  • Gangguan tidur
  • Depresi berat
  • Cemas
  • Hiperaktif
  • Paranoid
INTOKSIKASI (Keracunan karena Zat)
Adalah suatu kondisi yang timbul akibat penggunaan zat dimana terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi dan perilaku. Karena pengaruh langsung zat terhadap jaringan otak menyebabkan kendali emosi melemah, Prestasi pekerjaan menurun dan gagal memenuhi tanggung jawabnya, meskipun secara umum pasien tampak dalam Keadaan sadar.
  • Pengendalian diri kurang, sehingga pemakai menjadi lepas kendali.
  • Agresif
  • Mudah tersinggung
  • Tekanan darah meningkat
  • Cenderung berkelahi 
KELEBIHAN DOSIS
·  Kelebihan dosis HEROIN dapat menyebabkan berhentinya pernapasan, sehingga mengakibatkan kematian.
·  Kelebihan Dosis Amfetamin, Ekstansi, Shabu-shabu dapat menyebabkan kematian akibat pecahnya pembuluh darah.
TOLERANSI
Menurunnya pengaruh NAPZA setelah pemakaian berulang, sehingga tubuh membutuhkan jumlah/takaran yang lebih besar lagi, agar timbul pengaruh atau efek yang sama. Akibatnya dapat terjadi bahaya OVER DOSIS bahkan kematian. 
SINDROM KETERGANTUNGAN
Penyalahgunaan NAPZA menyebabkan ketergantungan baik fisik maupun psikologis, bila pemakaiannya terus menerus dan dalam jumlah yang cukup banyak.
1.Ketergantungan fisik, ditunjukan dengan adanya toleransi/atau gejala putus zat (withdrawal)
2.Ketergantungan Psikologis keadaan dimana adanya keinginan/dorongan yang tertahankan/kompulsif untuk menggunakan NAPZA. Hal ini sering juga disebut Adiksi / Kecanduan
2.4 Dampak penggunaan NAPZA
NAPZA berpengaruh pada tubuh manusia dan lingkungannya :
Komplikasi Medik, biasanya digunakan dalam jumlah yang banyak dan cukup lama.  Pengaruhnya pada :
a. Otak dan susunan saraf pusat :
·      gangguan daya ingat
·      gangguan perhatian / konsentrasi
·      gangguan bertindak rasional
·      gagguan perserpsi sehingga menimbulkan halusinasi
·      gangguan motivasi, sehingga malas sekolah atau bekerja
·      gangguan pengendalian diri, sehingga sulit membedakan baik / buruk.
b. Pada saluran napas dapat terjadi radang paru (Bronchopnemonia),  pembengkakan paru (Oedema Paru).
c. Pada jantung dapat terjadi peradangan otot jantung serta penyempitan pembuluh darah jantung.
d. Pada hati dapat terjadi Hepatitis B dan C yang menular melalui jarum suntik dan hubungan seksual.
e. Penyakit Menular Seksual ( PMS ) dan HIV/AIDS. Para pengguna NAPZA dikenal dengan perilaku seks resiko tinggi, mereka mau melakukan hubungan seksual demi mendapatkan uang untuk membeli zat. Penyakit Menular Seksual yang terjadi adalah : kencing nanah (GO), raja singa (Siphilis) dll. Dan juga pengguna NAPZA yang mengunakan jarum suntik secara bersama-sama membuat angka penularan HIV/AIDS semakin meningkat. Penyakit HIV/AIDS menular melalui jarum suntik dan hubungan seksual, selain itu juga dapat melalui tranfusi darah dan penularan dari ibu ke janin.
f. Pada sistem Reproduksi sering mengakibatkan kemandulan.
g. Pada kulit sering terdapat bekas suntikan bagi pengguna yang menggunakan jarum suntik, sehingga mereka sering menggunakan baju lengan panjang.
h. Komplikasi pada kehamilan :
·         Ibu : anemia, infeksi vagina, hepatitis, AIDS.
·         Kandungan : abortus, keracunan kehamilan, bayi lahir mati
·         Janin : pertumbuhan terhambat, premature, berat bayi rendah.
2.      Dampak Sosial :
a.       Di Lingkungan Keluarga :
·      Suasana nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu, sering terjadi pertengkaran, mudah tersinggung.
·      Orang tua resah karena barang berharga sering hilang.
·      Perilaku menyimpang / asosial anak ( berbohong, mencuri, tidak tertib, hidup bebas) dan menjadi aib keluarga.
·      Putus sekolah atau menganggur, karena dikeluarkan dari sekolah atau pekerjaan, sehingga merusak kehidupan keluarga, kesulitan keuangan.
·      Orang tua menjadi putus asa karena pengeluaran uang meningkat untuk biaya pengobatan dan rehabilitasi.
b.      Di Lingkungan Sekolah :
·      Merusak disiplin dan motivasi belajar.
·      Meningkatnya tindak kenakalan, membolos, tawuran pelajar.
·      Mempengaruhi peningkatan penyalahguanaan diantara sesama teman sebaya.
c.       Di Lingkungan Masyarakat :
·      Tercipta pasar gelap antara pengedar dan bandar yang mencari pengguna / mangsanya.
·      Pengedar atau bandar menggunakan perantara remaja atau siswa yang telah menjadi ketergantungan.
·      Meningkatnya kejahatan di masyarakat : perampokan, pencurian, pembunuhan sehingga masyarkat menjadi resah.
·      Meningkatnya kecelakaan.

VII.                   Penatalaksanaan / penanganan
Penanganan Obat
Konsep dasar terapi (nida, 1999):
·         Tidak ada satu-satunya bentuk terapi yang sesuai untuk semua individu
·         Fasilitas terapi harus selalu tersedia sepanjang waktu, karena kapan kebutuhan diperlukan tidak dapat diramal.
·         Terapi yang efektif yaitu harus mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu, tidak semata-mata menghentikan penggunaan NAPZA.
·         Rencana terapi harus sering dievaluasi, kontinyu, dimodifikasi guna penyesuaian dengan need korban.
·         Korban ketergantungan harus bertahan dalam satu periode waktu yang cukup lama
·         Konseling dan psikoterapi merupakan komponen penting
·         Medikasi juga penting, namun diperlukan kombinasi dengan konseling dan terapi perilaku
·         Ko-morbiditas baik fisik maupun psikiatrik harus diterapi bersama-sama dan integratif
·         Detoksifikasi hanya awal terapi, dan banyak dilaporkan kegagalan jika menggunakan terapi tunggal
·         Terapi tidak harus selalu voluntary, kadang-kadang juga compulsory
·         Dalam proses terapi, korban ketergantungan sering menggunakan zat lain tanpa sepengetahuan terapis, sehingga perlu selalu dimonitor
·         Konsekuensi fisik lain juga harus mendapatkan terapi, recovery adalah suatu proses panjang.
Jenis terapi: digunakan terapi kombinasi yaitu farmako terapi dan non-farmakoterapi
Terapi umum keadaan EMERGENSI (BNN, 2003):
1.      Airway; bebaskan jalan nafas
2.      Breathing: lancarkan pernafasan
3.      Circulation: lancarkan peredaran darah
4.      Pemeriksaan lebih lanjut kemungkinan perdarahan atau trauma
5.      Observasi kemungkinan kejang
6.      Bila terjadi hipoglikemia, berikan 50ml Glukosa 50% IV
Terapi Simtomatik:
o   anti agresi (haloperidol, fluphenazine, chlorpromazine) 
o   anti anxietas (diazepam, lorazepam) 
o   anti halusinasi (trifluoperazine, thioridazine) 
o   anti insomnia (estazolam, triazolam) 
Terapi Withdrawal:
·         Abrupt withdrawal (cold turkey) atau hanya obat-obat simtomatik
·         Klasik (clonidin, kodein, plus obat-obatan simtomatik)
·         Metadon
·         Buprenorfin
·         Rapit detox atau ultra rapid detox
Terapi Subtitusi
Sering dinamakan Program Terapi Rumatan
Zat subtitusi yang digunakan:
·         Full agonist metadon, feroin, morfin)
·         Antagonist (naltrkson, nalokson)
·         Partial agonist (buprenorfin)
Terapi ketergantungan opioida yang efektif menurut WHO (2003) adalah terapi abstinensia dan terapi substitusi. Ada 3 bentuk terapi substitusi, yaitu : agonis opioida (metadon), antagonis opioida (naltrekson) dan parsial agonis opioida (buprenorfin). Buprenorfin adalah salah satu semi-sintetik opioida yang telah diketemukan sejak tahun 1965 dengan melalui berbagai penelitian telah di approved oleh FDA pada tahun 2002 dan mendapat izin edar di Indonesia pada akhir tahun yang sama

Nama program terapi tergantung pada jenis zat subtitusi yang digunakan,
Methadone Maintenance Program : biasanya yang menjalani program ini adalah mereka yang telah berkali-kali gagal mengikuti program terapi, habilitasi dan rehabilitasi lain. Untuk menjalankan program ini diperlukan administrasi yang baik; untuk menghindari kemungkinan adanya pasien yang mendapat jatah obat lebih. Jadi harus ada satu pusat catatan Medik terpadu.Sebelum mengikuti program ini pasien harus diperiksa secara medis dahulu termasuk pemeriksaan darah rutin, test fungsi hati, rontgen paru-paru dan EKG. Dosis methadon setiap hari dimulai dari 30-40 mg, biasanya dosis maintenance sebesar 40-80 mg perhari. Jarang melebihi 120 mg perhari. Setiap hari pasien harus datang ke pusat terapi dan minum jatah methadon di hadapan petugas; biasanya diminum dengan segelas jus jeruk. Bagi mereka yang sekolah atau bekerja dan konditenya baik dapat datang ke pusat terapi dua kali seminggu dan membawa methadon pulang ke rumahnya (diberikan methadon yang berjangka waktu kerja lama yaitu LAAM - L Alfa Aceto-Methadol). Sewaktu-waktu urin harus diperiksa untuk memastikan bahwa methadon yang diperoleh dan dibawa pulang dipakai sendiri dan bukan dijual.
Misalnya pemberian antagonis opioida seperti naltrekson dapat memblok/menghambat pengaruh fisiologi dan subyektif dari pemberian opioida berikutnya. Pada kasus lain, gejala-gejala abstinensia yang dicetuskan oleh penggunaan antagonis opioida, misalnya nalokson, dianggap sebagai provocative test untuk mengetahui adanya penggunaan opioida.  Terapi antagonis opioida : misalnya neltrexon; kerjanya menghambat efek euforia dari opioida sehingga pasien akan merasa percuma menggunakan opioida karena tidak mengalami euforia. Di sini perlu sekali pengertian dari pasien, karena bila pasien tidak serius ingin berhenti memakai opioida, maka bila dia menggunakan naltrexon, dan juga menggunakan opioida, maka dapat terjadi overdosis opioida. Naltrexon diberikan sebanyak 50 mg perhari atau disesuaikan dengan dosis pemakaian opioida; sebaiknya diberikan selama minimal 6-12 bulan.
Opioid yang digunakan digantikan dengan subtitusi metadon ataupun buprenorfin maupun naltrekson.
Terbukti cukup efektif dalam:
·         Meningkatkan rasa kesejahteraan korban/klien.
·         Memudahkan kembali ke aktivitas pekerjaan / fungsi dalam masyarakat.
·         Mampu menurunkan angka kriminalitas dan meningkatkan kepatuhan terapi
Kontroversi terapi subtitusi:
·         Menggunakan opiate sintetis yang sangat adiktif
·         Dapat berakibat mengganti ketergantungan
·         Tidak semua berhasil
Terapi medik ketergantungan napza merupakan kombinasi psikofarmakoterapi dan terapi perilaku. Meskipun telah dipahami bahwa banyak faktor yang terlibat dalam terapi ketergantungan zat (termasuk faktor problema psikososial yang sangat kompleks), namun upaya penyembuhan ketergantungan napza dalam konteks medik tetap selalu diupayakan. Seperti diketahui, terapi medik ketergantungan napza terdiri atas dua fase berikut:
  • Detoksifikasi
  • Rumatan (maintenance, pemeliharaan, perawatan). 
Kedua bentuk fase terapi ini merupakan suatu proses berkesinambungan, runtut, dan tidak dapat berdiri sendiri.

Terapi Detoksifikasi
Detoksifikasi merupakan langkah awal proses terapi ketergantungan opioida dan merupakan intervensi medik jangka singkat. Seperti telah disebutkan di atas, terapi detoksifikasi tidak dapat berdiri sendiri dan harus diikuti oleh terapi rumatan. Bila terapi detoksifikasi diselenggarakan secara tunggal, misalnya hanya berobat jalan saja, maka kemungkinan relaps lebih besar dari 90 %.
Tujuan terapi detoksifikasi opioida adalah
·       Untuk mengurangi, meringankan, atau meredakan keparahan gejala-gejala putus opioida 
·       Untuk mengurangi keinginan, tuntutan dan kebutuhan pasien untuk "mengobati dirinya sendiri" dengan menggunakan : 
o   Metadon: adalah substitusi opioida yang merupakan pilihan utama dalam terapi detoksifikasi opioida secara gradual. Proses detoksifikasi berlangsung relatif lama (lebih dari 21 hari) Selama proses terapi detoksifikasi metadon berlangsung, angka relaps dapat ditekan. Setelah detoksifikasi berhasil, kemudian dilanjutkan dengan terapi rumatan : Methadone Maintenance Treatment Program. 
o   Klonidin: adalah suatu central alpha-2-adrenergic receptor agonist, yang digunakan dalam terapi hipertensi. Klonidin mengurangi lepasnya noradrenalin dengan mengikatnya pada presynaptic alpha2 receptor di daerah locus cereleus, dengan demikian mengurangi gejala-gejala putus opioida. Karena terbatasnya substitusi opioida lain di Indonesia, beberapa dokter  telah menggunakan kombinasi klonidin, kodein dan papaverin untuk terapi detoksifikasi. Klonidin digunakan dalam kombinasi untuk mengurangi gejala putus opioida ringan seperti: menguap, keringat dingin, air mata dan lainnya. Clocopa method tersebut dapat digunakan untuk berobat jalan maupun rawat inap. Namun karena klonidin sendiri tidak dapat memperpendek masa detoksifikasi, maka diperlukan kombinasi dengan naltrek- son. Naltrekson adalah suatu senyawa antagonis opioida. Cara tersebut dikenal dengan nama Clontrex Method yang dapat dilakukan untuk pasien berobat jalan maupun pasien rawat inap. Umumnya program detox dengan cara Clontrex method ini berlangsung selama 3-5 hari dan kemudian diikuti dengan terapi rumatan : Opamat-ED Program. 
o   Lofeksidin dan Guanfasin: Lofeksidin adalah analog klonidin tetapi mempunyai keuntungan bermakna karena tidak banyak mempengaruhi tekanan darah. Guanfasin adalah senyawa alpha-2 adrenergic agonist yang juga mempunyai kemampuan untuk mengurangi gejala putus opioida. 
o   Buprenorfin: adalah suatu senyawa yang berkerja ganda sebagai agonis dan antagonis pada reseptor opioida. Gejala putus opioida pada terapi buprenorfin sangat ringan dan hilang dalam sehari setelah pemberian buprenorfin sublingual. Pemberian buprenorfin juga digunakan sebagai awal dari terapi kombinasi Clontrex Method. Midazolam-Naltrekson: kombinasi midazolam-naltrekson juga telah digunakan untuk memperpendek waktu terapi detoksifikasi. Selama dalam pengaruh sedasi midazolam intravena, pasien diberi nalokson intravena, suatu antagonis opioida.
TerapiRumatan :
Terapi rumatan ketergantungan opioida bertujuan antara lain untuk :
  • Mencegah atau mengurangi terjadinya craving terhadap opioida 
  • Mencegah relaps (menggunakan zat adiktif kembali). 
  • Restrukturisasi kepribadian 
  • Memperbaiki fungsi fisiologi organ yang telah rusak akibat penggunaan opioida 
Tujuan farmakoterapi rumatan pasca detoksifikasi adalah
  • Menambah holding power untuk pasien yang berobat jalan sehingga menekan biaya pengobatan
  • Menciptakan suatu window of opportunity sehingga pasien dapat menerima intervensi psikososial selama terapi rumatan dan mengurangi risiko. 
  • Mempersiapkan kehidupan yang produktif selama menggunakan terapi rumatan
Methadone: adalah suatu substitusi opioida yang bersifat agonis dan long-acting. Sejak tahun 1960an di Amerika dan Eropa, penggunaan metadon dianggap sebagai terapi baku untuk pasien ketergantungan opioida. Klinik-klinik Metadon berkembang di beberapa tempat dengan berbagai variasi program. Beberapa kelemahan terapi metadon: harus datang ke fasilitas kesehatan sekurang-kurangnya sekali sehari, terjadinya overdosis, ketergantungan metadon, dan kemungkinan terjadinya peredaran ilegal metadon. Dewasa ini dikembangkan suatu bentuk derivat metadon, levacethylmethadol, yang mempunyai masa aksi lebih lama (72 jam) sehingga pasien tidak perlu tiap hari datang ke fasilitas kesehatan.

Buprenorfin: dapat juga digunakan untuk terapi rumatan. Seperti levacethylmethadol, hanya diberikan 2 atau 3 kali dalam seminggu karena masa aksinya yang panjang. Karena kemungkinan penyalahgunaan, kombinasi buprenorfin dan naltrekson juga telah dipelajari dan dicoba untuk terapi ketergantungan opioida.

Disulfiram, Disulfiram and Behaviour Therapy: Disulfiram, suatu alcohol antabuse yang diketemukan di Denmark tahun 1948. Disulfiram sangat efektif jika diberikan kepada pasien ketergantungan alkohol secara ambulatory di bawah supervisi. Disulfiram dibuat sebagai tablet buih yang mudah larut dalam air, sehingga mudah diminum. Terapi disulfiram tanpa pemantauan hasilnya kurang menguntungkan. Hasil yang memuaskan justru diperoleh melalui kombinasi disulfiram dengan terapi perilaku kognitif.
Terapi Disulfiram (Antabuse) : merupakan terapi aversif pada ketergantungan alkohol; jadi merupakan suatu bentuk terapi tingkah laku. Disulfiram menghambat metabalisme alkohol dalam darah sehingga kadar asetaldehida dalam plasma meningkat. Jadi bila minum Disulfiram, lalu kemudian meminum juga alknhol, maka akan timbul suatu perasaan yang tidak enak misalnya mual, muntah, rasa penuh di kepala dan leher, nyeri kepala, muka merah, wajah berkeringat, berdebar-debar, rasa napas pendek, rasa tak enak di dada, vertigo, penglihatan kabur, dan kebingungan. Kontra indikasi pemberian disulfiram ialah penyakit jantung. Dosis 250 mg setiap hari atau 509 mg tiga kali seminggu selama satu tahun. Disulfiram sebaiknya diberikan bersama-lama dengan terapi lain seperti psikoterapi individual atau kelompok, konseling individual atau mengikuti pertemuan alkohol anonimus. Perlu pengawasan dari anggata kaluarga agar terjamin bahwa disulfiram tetap dimakan secara teratur.
PSIKOTERAPI
Penggunaan pada korban NAPZA dapat dilakukan secara individual maupun kelompok, masing-masing mempunyai keuntungan.
Individual:
·         Lebih privasi
·         Terapis lebih fleksibel untuk menanggapi permasalahan
·         Prosentase waktu terapi lebih tinggi untuk fokus pada isu relevan individu
·         Logistik: lebih praktis
·         Dapat lebih sesuai untuk individu yang tidak mampu terlibat dalam kelompok
·         Biaya tentu lebih mahal
·         Tidak ada tekanan teman sekelompok untuk perubahan ke arah positif

Kelompok:
·         Identifikasi timbal balik, mengurangi perasaan diasingkan
·         Penerimaan teman sekelompok
·         Konfrontasi terapeutik, umpan balik relistis
·         Tekanan teman sekelompok, tanggung jawab untuk perubahan positif
·         Pertukaran informasi, membangkitkan optimisme dan harapan
·         Lebih hemat biaya
·         Akan menyingkap identitas dan permasalahan pribadi ke orang lain
·         Isi dan langkah perawatan ditentukan oleh kelompok secara keseluruhan
·         Hanya suatu bagian kecil waktu terapi difokuskan bagi kebutuhan seseorang
·         Kurang praktis (logistik)
·         Tidak seluruhnya sesuai untuk semua ketergantungan zat
Cognitive Behavior Therapy (CBT)
Didasarkan atas konsep bahwa emosi dan perilaku dihasilkan (terutama, tidak semata-mata) dari proses pikiran; dan manusia dapat mengubah proses ini untuk mendapatkan cara merasa dan berperilaku yang berbeda (Froggatt, 2006).

Psikopatologi CBT
Activating Event (A) adalah suatu kejadian yang mengaktivasi, stressor yang sangat mempengaruhi individu. Baik langsung maupun tidak langsung mengenai individu. Hal tersebut sangat diyakini oleh individu (Belief, B). Karena sangat mempengaruhi pikiran individu dan keyakinan tersebut sehingga menimbulkan konsekuensi (Consequences, C), jika mempengaruhi emosionalnya maka akan timbul keluhan somatik yang selanjutnya mempengaruhi perilakunya. Keadaan tersebut akan bersifat feedback terhadap belief, atau menjadikan penguatan terhadap belief nya. Individu semakin yakin bahwa keluhan tersebut akibat dari stressor. Konsekuensi juga bisa langsung mempengaruhi perilakunya yang juga akan berakibat terjadi penguatan terhadap keyakinannya (belief). Keadaan tersebut di atas terus menerus dirasakan oleh individu yang akhirnya mempengaruhi kinerjanya, peran sosialnya, maupun peran kesehariannya.
CBT adalah melakukan pemutusan dari belief dan atau feedback yang menimbulkan konsekuinsi somatik dan perilaku atau agar supaya tidak menimbulkan penguatan terhadap keyakinannya. Juga bisa pada konsekuensi yang mempengaruhi emosionalnya, sehingga tidak menimbulkan keluhan somatik lagi.
Penggunaan CBT untuk korban NAPZA
·         Penyalahgunaan zat diperantarai proses kognitif dan tingkah laku komplek
·         Penyalahgunaan zat dan hubungannya dengan proses kognitif perilaku adalah proses yang dipelajari
·         Penyalahgunaan zat dan hubungannya dengan proses kognitif perilaku dapat dimofikasi, terutama dengan CBT

CBT untuk penata laksanaan ketergantungan zat dapat juga dikombinasikan dengan terapi yang lain, seperti: Motivational Enhancement Therapy, Contigency Management, Cognitf therapy, Behavioral Marital therapy, Community Reinforcement Approach.

HYPNOTHERAPY
Hipnosis: suatu rangkaian perubahan pengalaman subyektif yang dapat diamati, seperti perubahan sensasi, persepsi, emosi, pikiran, atau perilaku, yang terjadi setelah induksi hipnotik.
Konsep Dasar Hipnosis
  • Proses hipnosis dilakukan dengan cara merubah konsentrasi, dari fokus eksternal ke fokus internal
  • Setiap proses hipnosis adalah proses self-Hipnosis sehingga sujet dapat menghentikan proses dan kemali kenormal state ketika ia menghendaki
HIPNOTERAPI UNTUK PECANDU : suatu induksi yang mem-bypass crical conscious keseganan / hambatan pecandu pada proses perawatan
PSIKOTERAPI PSIKODINAMIK SINGKAT
·           Berdasarkan psikodinamik dan konseptualisasi mengenal psikopatologi pasien
·           Salah satu psikoterapi berdasarkan psikoanalisis
·           Beda tujuan dan tekniknya:
ü  Kurang begitu intensif
ü  Tidak begitu berhubungan dengan alam tidak sadar pasien
ü  Tujuan sederhana
·           Ketergantungan zat merupakan tanda-tanda terjadinya konflik yang berakar pada pengalaman masa kecil
·           Program yang hanya diarahkan pada perilaku penyalahgunaan saja akan menghasilkan sedikit manfaat karena gagal untuk menyelasaikan penyebab psikologis yang mendasari penyalahgunaan.
·           Banyak laporan penelitian yang menunjukkan psikoterapi psikodinamik sangat berhasil
·           Namun perlu di pahami bahwa penelitian yang terkontrol dan diulang amat sedikit




DAFTAR PUSTAKA

Afiatin, Tina. 2000. Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba dengan Program AJI. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
http://rsud.purbalinggakab.go.id/berita/item/64-narkoba.html
http://x-unearthly.blogspot.com/2010/01/zat-zat-adiktif-paling-berbahaya.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar